Non Nitrogen Protein NNP

b aroma : segar spesifik jenis c daging : elastis, padat dan kompak d rasa : netral agak manis Untuk mempertahankan mutu, bahan baku harus segera diolah. Apabila terpaksa harus menunggu, maka bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin 0-5°C, kondisi saniter dan higienis SNI 01-2694.1-1992. Syarat mutu surimi beku berdasarkan SNI 01- 2693-1992 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Syarat mutu surimi beku SNI 01-2693-1992 Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a Organoleptik - Nilai min b Cemaran mikroba - ALT, maks - Escherichia coli - Coliform - Salmonella - Vibrio cholerae c Cemaran kimia - Abu total, maks - Lemak, maks - Protein, maks d Fisika - Suhu pusat, maks - Uji lipat, min - Elastisitas, min kolonig AMPg per 25 g per 25 g bb bb bb ºC gcm 2 7 5 x 10 5 3 3 negatif negatif 1 0,5 15 -18 ºC grade A 300 jika diminta importir Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total AMP = Angka Paling Memungkinkan

2.6 Non Nitrogen Protein NNP

Senyawa NNP memegang peranan penting dalam proses metabolisme binatang laut dan juga berperan dalam proses pembusukan serta membentuk flavor makanan hasil laut. Pada elasmobranchii, non nitrogen protein berjumlah sekitar 30 , sedangkan pada teleostei yang ditangkap di India kandungan NNP-nya adalah sekitar 10 , dan pada golongan krustasea mengandung NNP sekitar 23 dari total nitrogen Govindan 1985. Ikan elasmobranchii tulang rawan mempunyai kandungan NNP yang lebih tinggi daripada ikan bertulang keras. Menurut Simidu 1961 kandungan NNP pada ikan bertulang keras berkisar antara 9,2–18,3 dari total nitrogen, dan pada ikan bertulang rawan berkisar antara 33-38,6 . Menurut Simidu 1961 senyawa yang terdapat pada fraksi NNP dapat dikelompokkan sebagai berikut: a basa volatil amonia, mono, di-, dan trimetilamin; b basa trimetilamonium trimetilamin oksida dan betain; c turunan guanidin kreatin dan arginin; e variasi urea, asam amino, dan turunan purin. Kandungan NNP dari setiap spesies ikan adalah berbeda. Kandungan NNP dari berbagai jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi dari senyawa NNP pada beberapa spesies ikan Shahidi 1994 Spesies Asam Amino Bebas Peptida Nukleotida Kreatin Kreatinin Betain Lainnya a Mackarel Hiu Udang Kepiting Cumi-cumi Kerang 25 5 65 75 50 35 5 5 5 5 5 5 10 5 5 15 15 35 35 10 - - - - - - 5 5 10 15 25 75 b 20 - 20 c 10 Keterangan : a amonia, urea, trimetilamin oksida dan amida, b kandungan utamanya urea, c mengandung 10 oktopin Govindan 1985 menyatakan bahwa senyawa NNP secara umum terkandung di dalam otot ikan. Senyawa tersebut mempengaruhi kualitas serta berkontribusi terhadap flavor. NNP memainkan peranan yang penting dalam proses metabolisme dari hewan laut, dan juga dalam proses kebusukan Simidu 1961. Urea merupakan sumber amonia, dimana senyawa ini merupakan karakteristik dari daging ikan bertulang rawan. Urea terdapat baik pada ikan bertulang rawan, maupun ikan bertulang keras. Perbedaannya, ikan bertulang keras mengeluarkan urea dengan cepat, sedangkan pada ikan bertulang rawan urea tetap tinggal di dalam darah dan cairan tubuh. Keberadaan urea di dalam ikan bertulang rawan adalah sebagai pengatur tekanan osmosis atau sebagai osmoregulator tubuh ikan dengan lingkungannya Musick 2005. Tekanan osmosis laut memiliki perbedaan kurang lebih sebesar 100 kali dibandingkan dengan air tawar Govindan 1985. Kandungan urea pada elasmobranchii cukup bervariasi sesuai dengan spesiesnya, yang berkisar antara 1,4–2,0 Lagler et al. 1977; Govindan 1985. Urea terbentuk karena adanya enzim arginase. Enzim arginase berperan mengubah arginin menjadi ornitin dan urea di seluruh tubuh. Urea memiliki sifat tidak berwarna, mudah larut dalam air dan alkohol, asam asetat dan pirimidin, tidak berbahaya namun dapat menghasilkan aroma yang spesifik dan rasa sour bitter Kreuzer dan Ahmed 1978. Menurut Simidu 1961 sintesis senyawa ini terjadi pada seluruh organ tubuh ikan elasmobranchii, karena dilaporkan bahwa enzim arginase terdapat di seluruh tubuhnya. Mekanisme pembentukan urea secara biokimia terjadi melalui siklus Krebs yang diperlihatkan dalam Gambar 7. 1 CO 2 + NH 3 Karbamilfosfat 2 Karbamilfosfat + Ornitin Sitrulin 3 Sitrulin + Aspartat Arginosuksinat 4 Arginosuksinat Arginin 5 Arginin Arginase Urea + Ornitin Gambar 7 Mekanisme pembentukan urea Simidu 1961 Musick 2005 menyatakan bahwa setelah ikan mati, urea akan diuraikan menjadi amonia yang dapat menghasilkan aroma yang kuat dimana pada konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan toksik. Selanjutnya Simidu 1961 melaporkan bahwa terjadi pembentukan amonia dalam jumlah yang besar selama masa penyimpanan daging ikan elasmobranchii, yang secara jelas diindikasikan bahwa urea sebagi prekursornya. Enzim urease bertanggung jawab terhadap proses dekomposisi ini, akan tetapi aksi dari bakteri juga dapat menyebabkan dekomposisi urea. Tidak ada periode inaktif yang ditemukan pada daging yang disimpan pada suhu tinggi maupun rendah atau ketika dilumatkan terhadap dekomposisi urea menjadi amonia. Menurut Walser 1981 konversi dari N-urea menjadi N-amonia disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enzim urease. Dorn 2005 menjelaskan tentang konversi urea menjadi amonia. Hasil dari uraian urea adalah amonia dan karbondioksida. Proses konversi tersebut berlangsung dalam dua tahap. Ketika urea CONH 2 2 bertemu dengan air hidrolisis akan membentuk ammonium karbonat NH 4 2 CO 3 . Amonium sangat tidak stabil dan akan terurai untuk membentuk gas amonia NH 3 dan karbondioksida CO 2 . Menurut Camberato 2001 hidrolisis urea adalah peristiwa konversi urea menjadi amonia oleh enzim urease.

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2005. Penelitian utama dan penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Organoleptik Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan BPPMHP, Muara Baru, Jakarta Utara. Pengujian kadar urea pada penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Kimia Pengujian Mutu Hasil Perikanan Dinas Perikanan DKI Jakarta, Pluit, Jakarta Utara. Pengujian kadar urea dan derajat putih pada penelitian utama dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jl. KS. Tubun Petamburan VI, Jakarta Pusat dan pengujian daya ikat air WHC pada penelitian utama dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan dan Gizi, Pusat Antar Universitas PAU-Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi: bahan-bahan untuk pembuatan surimi dan analisis karakteristik surimi. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan surimi adalah: ikan cucut pisang, ikan pari kelapa, garam, sukrosa, sodium tripolifosfat STPP, dan es curai. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk analisis karakteristik surimi meliputi bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis protein, lemak, total volatil basa nitrogen TVBN, trimetilamin TMA, urea, dan protein larut garam PLG. 3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dibagi menjadi: peralatan yang digunakan untuk pembuatan surimi cool box, wadah air teris, pisau, talenan, mesin pemisah daging-tulang meat-bone separator Muika Equipment MS-120, pelumat daging grinder elektrik, food processor, pres hidraulik, kain kasa saring, plastik polyetilen PE, show case cabinet suhu 4-5 ºC, termokopel digital, timbangan digital, water bath, dan peralatan yang digunakan untuk analisis mutu surimi proksimat kjeltec system, oven, tanur, desikator, pH pH meter digital merek: InoLab, TVBN dan TMA cawan conway, urea spektrofotometer uv-vis merek: Perkin Elmer, PLG sentrifus dingin, kjeltec system,