Latar Bel akan g Masalah

1

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Bel akan g Masalah

Pendidikan merupakan suatu sistem yang di dalam nya terdapat beberapa kom ponen yang menjadi satu kesatuan fungsional yang saling berinteraksi, bergant ung, dan berguna unt uk mencapai tujuan. Komponen itu adalah tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, lingkungan pendidikan dan alat pendidikan. Kelima komponen pendidikan tersebut, akan terimplementasikan dalam proses pem belajaran, yaitu kegiatan belajar mengajar. Seseorang dikat akan telah belajar apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dari tidak t ahu m enjadi tahu yang m eliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembentukan insan yang berkualitas melalui pendidikan menekankan pada pembentukan sumber daya pem bangunan yang m emiliki etos kerja, produktivit as, memiliki profesionalisme sert a m am pu menguasai maupun memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan akan merangsang kreativitas seseorang agar sanggup menghadapi tant angan- tantangan alam, masyarakat, teknologi sert a kehidupan yang sem akin kom pleks. Undang-Undang nomor 20 T ahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35 mengamanatkan agar kita m emiliki Standar Nasional Pendidikan SNP, sebagai acuan pengem bangan kurikulum , tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan pendidikan. Ketent uan tentang SNP berupa dokum en yang m enurut UU nomor 20 Tahun 2003 diwujudkan dalam bent uk Peraturan Pemerint ah. Untuk m em udahkan bagi sekolah maupun masyarakat pada um umnya memaham i bagaimana wujud sekolah yang telah memenuhi SNP diperlukan contoh nyata, berupa Sekolah Standar Nasional. Dengan adanya SSN, masyarakat dapat m em peroleh contoh bagaimana wujud nyat a sekolah yang dim aksudkan dalam SNP. Dalam kerangka itu, Direkt orat Pendidikan Lanjutan Pertam a Dit.PLP m elakukan rintisan pengembangan Sekolah Standar Nasional SSN yang diharapkan dapat menjadi contoh wujud nyat a dari sekolah yang dimaksudkan dalam SNP dan menjadi acuan atau rujukan sekolah lain dalam m engembangkan diri sesuai dengan standar nasional. Sekolah lain sejenis dapat bercermin unt uk memperbaiki diri dalam mencipt akan iklim psikososial sekolah untuk m enjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan sekaligus m encerdaskan. Selain itu, dengan adanya SSN, diharapkan sekolah lain yang berada pada daerah yang sam a dapat terpacu untuk terus m engembangkan diri dan mencapai prestasi dalam berbagai bidang yang sesuai dengan potensi yang dim iliki oleh masing-masing sekolah. SSN diharapkan juga berfungsi sebagai pat ok duga bench mark bagi sekolah dalam mengem bangkan diri menuju layanan pendidikan yang baik. Sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar KBM, guru m emiliki posisi yang m enentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, dan m engevaluasi pembelajaran. Sejalan dengan itu pula, Kurikulum T ingkat Satuan Pendidikan KTSP menegaskan bahwa kedudukan guru dalam kegiatan belajar m engajar sangat strategis dan menent ukan. Strategis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Menent ukan karena gurulah yang m emilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada pesert a didik. Salah satu fakt or yang mempengaruhi guru dalam upaya m em perluas dan m em perdalam m ateri ialah rancangan pem belajaran yang efekt if, efisien, menarik, dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi dapat dilakukan dan dicapai oleh setiap guru. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning yang sering disingkat CT L merupakan salah satu model pem belajaran berbasis kom petensi yang dapat digunakan unt uk m engefekt ifkan dan m enyukseskan implem ent asi kurikulum 2006. Ada kecenderungan dewasa ini unt uk kem bali kepada pem ikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alam iah. Belajar akan lebih berm akna jika anak ‘m engalami’ apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang beorientasi target penguasaan materi terbukt i berhasil dalam kompetisi ’mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam m em bekali anak m em ecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi di sekolah-sekolah kit a. Dalam konteks itu, siswa perlu mengert i m akna belajar, apa m anfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana m encapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu m ereka memposisikan sebagai diri sendiri yang m em erlukan suatu bekal unt uk hidupnya nant i. Mereka mem pelajari apa yang berm anfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pem bim bing Depdikbud, 2002: 2. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah m em bant u siswa m encapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. T ugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama unt uk menem ukan sesuatu yang baru bagi anggot a kelas siswa. Sesuatu yang baru pengetahuan dan ketrampilan datang dari ‘menemukan, menata dan mengkonstuksi sendiri’ bukan dari ‘apa kata guru’. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekat an kontekstual. Strategi kontekstual m erupakan strategi pem belajaran yang dikem bangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Berdasarkan pengamatan, sejauh ini pendidikan kita m asih didom inasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai seperangkat fakta-fakt a yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utam a pengetahuan, kem udian ceramah m enjadi pilihan utama strat egi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strat egi belajar “baru” yang lebih m em berdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakt a-fakta tetapi sebuah strat egi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui landasan filosofi konstruktivism e ini, Pendekatan Peta Konsep dan Teka T eki Silang dipromosikan menjadi alternat ive strategi belajar yang baru. Melalui strategi ini siswa diharapkan dapat belajar melalui ‘pemaham an dan analisa konsep konsep secara runt ut dari hal hal sederhana sam pai ke hal hal yang lebih komplek serta dapat berdiskusi atau tanya jawab dengan teman-temannya sendiri’ bukan ‘sem ata mat a m enghafal m ateri dari gurunya’. Proses pembelajaran di sekolah pada umumnya berlangsung secara klasikal. Dengan dem ikian setiap pesert a didik diharapkan akan belajar dengan kecepatan yang sam a. Padahal setiap individu mem punyai perbedaan dengan individu yang lain. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal kecepat an belajar, gaya belajar, kem am puan tingkat berpikir, kreativitas pesert a didik, motivasi untuk berprestasi dan lain-lain. Perbedaan tersebut akan m em pengaruhi daya serap terhadap m ateri yang dipelajarinya. Akibat yang lebih fat al adanya perbedaan individual yang kurang m endapat kan perhatian itu adalah timbulnya kesulitan belajar, kegagalan belajar atau rendahnya pencapaian prestasi belajar. Pembelajaran IPA pada dasarnya berupaya membekali pesert a didik dengan berbagai pengetahuan dan cara kerja yang dapat m em bant u pesert a didik untuk mem ahami alam secara mendalam, oleh karena itu peserta didik perlu dibantu dan diberi ruang unt uk mengembangkan sejumlah keterampilan proses sebagai wahana unt uk memaham i dan m enjelajahi alam dengan baik dan benar. Pengem bangan ket erampilan proses dapat dilakukan melalui pemberian informasi maupun pengalam an secara langsung m elalui praktikum ataupun eksperimen, baik di laboratorium maupun di alam lingkungan. Nam un pada umumnya pengajaran IPA di sekolah belum sepenuhnya sepert i yang dikehendaki Kurikulum dan belum m em punyai relevansi dengan tujuan kurikulum tersebut. Pengajaran IPA dewasa ini lebih banyak menyampaikan fakta yang kurang begitu dim engerti oleh siswa, daripada m engembangkan kemam puan metode ilm iah, kadang kadang pengajaran hanya terbatas pada produk atau fakt a, konsep, dan teori saja. Anak sebagai pesert a didik m enjadi sasaran utam a dalam kegiatan pendidikan, mereka diharapkan dapat mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dari kem ampuannya dalam m enguasai materi pelajaran, prestasi belajar yang dicapai siswa, ketrampilan dan kebenaran dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan lain-lain. Nam un dari pengam atan penulis sasaran di atas belum sepenuhnya tercapai dalam dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya lebih-lebih di SMP Negeri 2 T oroh sebagai obyek penelitian penulis saat ini. Hal ini m ungkin disebabkan karena beberapa faktor ant ara lain, terbatasnya sarana pendukung yang ada di sekolah ini, kurang tepatnya guru dalam menerapkan m etode pembelajarannya, m asih adanya siswa yang selalu beranggapan bahwa IPA adalah pelajaran yang sulit, sert a m asih rendahnya minat belajar siswa. Dengan demikian pengajaran IPA sem estinya merujuk pada teori-t eori pem belajaran yang dikem ukakan oleh para ahli sehingga sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh kurikulum . T ujuan yang dikehendaki oleh kurikulum telah jelas bahwa kurikulum menekankan pada pembentukan keteram pilan mem peroleh pengetahuan. Penekanan ini hanya dapat diwujudkan melalui penerapan teori-t eori pem belajaran kognitif. Peserta didik tingkat SMP yang m emiliki sifat dan karakteristik khusus antara lain bermain, berpetualangan, belajar, m enirukan, berkelom pok, berkreasi, bereksperim en, dan berfant asi. Oleh karena itu jika pem belajaran IPA Fisika yang disampaikan m engandung sifat dan karakteristik pesert a didik sepert i tersebut di atas, m aka akan dapat m enarik minat belajar peserta didik. Untuk m encapai hal tersebut, dalam m erancang dan menyusun pengajaran tidak hanya pertim bangan apa yang akan dipelajari peserta didik, tetapi juga bagim ana pesert a didik menggunakan apa untuk m em pelajari materi t ersebut. Hal ini sejalan dengan tuntutan globalisasi yang memerlukan sum ber daya insani yang tinggi. T untutan kualitas sumber daya insani yang tinggi dan mandiri dapat dilakukan melalui peningkat an kualitas sum ber daya insani, begitu pent ingnya pendidikan dalam kehidupan suatu bangsa, sehingga selalu m enuntut adanya inovasi. T idak akan ada kemajuan pendidikan tanpa inovasi. Melalui inovasi pendidikan akan diperoleh berbagai penemuan mengenai ketrampilan, metode-met ode belajar, sum ber-sum ber belajar dan sebagainya. Berbagai inovasi pem belajaran term asuk pendekatan konstruktivis merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk m eningkat an kualitas pembelajaran di sekolah. Penelitian ini akan m engungkapkan Pengaruh serta interaksi Pembelajaran Kontruktivis dengan menggunakan Pendekatan Peta Konsep dan Teka T eki Silang ditinjau dari Minat dan Kreativitas Belajar Siswa, sebagai upaya peningkatan kualitas pem belajaran yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Toroh, Kabupaten Grobogan.

B. Identi fikasi Masalah

Dokumen yang terkait

The effect of crossword puzzle as an asessment on students' ability to scan text

0 3 13

The Effectiveness of Crossword Puzzle Game towards Students' Vocabulary Mastery (A Quasi-Experimental Study at Second Grade of Students of SMP Puspita Bangsa Ciputat)

1 22 112

PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN METODE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) MENGGUNAKAN PERMAINAN ULAR TANGGA DAN TEKA TEKI SILANG DITINJAU DARI MEMORI DAN KREATIVITAS SISWA

3 28 176

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MEDIA PETA KONSEP DAN MODUL DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN KREATIVITAS SISWA

0 1 126

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MEDIA PETA KONSEP DAN TEKA-TEKI SILANG (TTS) POKOK MATERI DUNIA Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Media Peta Konsep Dan Teka-Teki Silang (TTS) Pokok Materi Dunia Tumbuhan (Kingdom Plantae) Pada Siswa

0 1 16

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MEDIA PETA KONSEP DAN TEKA-TEKI SILANG (TTS) POKOK MATERI DUNIA Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Media Peta Konsep Dan Teka-Teki Silang (TTS) Pokok Materi Dunia Tumbuhan (Kingdom Plantae) Pada Siswa

0 2 14

(ABSTRAK) PERBEDAAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM HASIL BELAJAR YANG MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN TEKA TEKI SILANG DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN TEKA TEKI SILANG PADA MATERI STRUKTUR SOSIAL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS XI IS SMA N 1

0 0 3

PERBEDAAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM HASIL BELAJAR YANG MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN TEKA TEKI SILANG DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN TEKA TEKI SILANG PADA MATERI STRUKTUR SOSIAL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS XI IS SMA N 1 KECAMATAN

1 18 182

PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN TEAMS GAMES TOURNAMENT MELALUI TEKA TEKI SILANG DANKARTU DITINJAU DARI KEMAMPUAN VERBAL DAN GAYA BELAJAR SISWA | Rochmawati | Inkuiri 3786 8372 1 SM

0 0 10

PENGEMBANGAN TEKA-TEKI SILANG (TTS) SEBAGAI KUIS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MINAT BELAJAR SISWA.

0 0 1