ketepatan diagnostik yang tinggi. Walaupun ketepatan diagnostik sitologi ginekologik Pap Smear sangat tinggi yaitu sebesar 96, tetapi diagnostik hispatologik sebagai
alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnostik sitologi kanker serviks harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik jaringan biopsi serviks sebelum
dilakukan tindakan berikutnya, dan memantau hasil terapi, misalnya pada kasus infertibilitas atau gangguan endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus-kasus
kanker serviks yang telah diobati dengan elektrokauter, kriosurgeri atau konisasi. Darmindro, dkk 2007 dalam penelitiannya di rumah susun Klender Jakarta
mengatakan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai pentingnya Pap Smear banyak disebabkan oleh kurangnya informasi, tingkat
kewaspadaan masyarakat serta pengetahuan yang rendah tentang kanker serviks. Fenomena tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan di Nigeria dengan
memfokuskan dalam memberikan penyuluhan mengenai kanker serviks sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan responden mengenai manfaat Pap Smear masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang masih banyak
mengatakan bahwa Pap Smear dapat mencegah kanker serviks, bukan sebagai deteksi awal kanker serviks.
5.2.5. Pengetahuan Responden Tentang Usia Wanita untuk Melakukan Pap Smear
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang usia seorang wanita wajib melakukan Pap Smear yaitu sebagian
besar responden menjawab 20-40 tahun sebanyak 37 orang 58,7 sedangkan
Universitas Sumatera Utara
sebagian kecil responden menjawab di bawah 25 tahun sebanyak 1 orang 1,6 dan yang lainnya menjawab tidak tahu sebanyak 25 orang 39,7.
Sasaran skrining ditentukan oleh Departemen Kesehatan masing- masing negara, WHO 2002 dalam Wilopo 2010 merekomendasikan agar program
skrining pada wanita dengan beberapa persyaratan yaitu usia 30 tahun ke atas dan hanya mereka yang berusia lebih muda manakala program telah mencakup seluruh
sasaran vaksinasi, skrining tidak perlu dilakukan pada perempuan usia kurang 25 tahun, apabila setiap wanita hanya dapat dilakukan pemeriksaan sekali selama umur
hidupnya misalnya karena keterbatasan sumber dana yang dimiliki pemerintah atau swasta, maka usia paling ideal untuk melakukan skrining adalah pada usia 35-45
tahun, pada perempuan berusia diatas 50 tahun tindakan skrining perlu dilakukan setiap 5 tahun sekali, pada perempuan berusia 25-49 tahun tindakan skrining
dilakukan setiap 3 tahun sekali, pada usia berapapun skrining setiap tahun tidak dianjurkan, dan bagi mereka yang berusia diatas 65 tahun tidak perlu melakukan
skrining apabila 2 kali skrining sebelumnya hasilnya negatif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darnondro dkk
2007 di rumah susun Klender Jakarta mengatakan bahwa sebesar 24,3 wanita yang sudah menikah pertama kali Pap Smear pada umur 25 sampai 40 tahun. Dalam
model sistem kesehatan Health System Models oleh Anderson 1974, dalam Notoatmodjo 2007 menyebutkan bahwa umur termasuk di dalam faktor sosial
demografi yang mempengaruhi seseorang untuk mencari pengobatan dan menggunakan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan responden mengenai usia untuk melakukan Pap Smear masih kurang, hal ini dapat dilihat dari jawaban responden
yang hanya sebagian dapat menjawab dengan benar. Kurangnya pengetahuan responden ini dapat disebabkan karena kurangnya promosi tentang Pap Smear dari
petugas kesehatan dan Dinas Kesehatan.
5.2.6. Pengetahuan Responden Tentang Pelaksanaan Pap Smear