Strategi Pelayanan Perbankan Terhadap Nasabah Pribumi dan Non Pribumi (Etnis Tionghoa) Studi Kasus di Bank BCA Cabang Katamso
STRATEGI PELAYANAN PERBANKAN TERHADAP NASABAH
PRIBUMI DAN NON PRIBUMI (ETNIS TIONGHOA)
(Studi Kasus di Bank BCA Cabang Katamso)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Oleh
RUTH A.F.L TOBING 080901023
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
Abstrak
Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Salah satu bentuk pelayanan publik yang sedang berkembang saat ini adalah pelayanan jasa perbankan. Semakin tingginya tingkat perekonomian Indonesia membuat minat masyarakat dalam menggunakan jasa perbankan sebagai wadah transaksi keuangan mereka semakin tinggi. Praktiknya dilapangan, interaksi antara nasabah dan pihak perbankan harus dijalin sebaik mungkin. Hal ini bertujuan agar masyarakat mempercayai lembaga keuangan yang dipilih dalam mengelola aset mereka. Tingginya tingkat persaingan diantaranya, sektor pelayanan bagi nasabah menjadi indikator penting bagi perbankan dalam mengukur apakah bank berhasil merangkul nasabah. Pengguna jasa perbankan khususnya nasabah BCA terdiri dari bermacam etnis. Asumsi yang beredar di masyarakat berupa adannya perbedaan pelayanan antara nasabah Etnis Pribumi dan Etnis Tionghoa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi perbankan khususnya BCA dalam merangkul nasabah dan akan dilihat juga apakah asumsi yang beredar di masyarakat benar atau tidak yaitu adanya perbedaan pelayanan antara nasabah Etnis Tionghoa dan Etnis Pribumi. Lokasi penelitian ini berada di BCA Cabang Katamso. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi dan wawancara mendalam terhadap informan.
Hasil dari penelitian ini adalah BCA tidak melakukan perbedaan pelayanan terhadap nasabah berdasarkan etnis. Nasabah menjadi aset bagi BCA karena nasabah menjadi tolak ukur keberhasilan dari perbankan. Membeda-bedakan nasabah akan membuat BCA menjadi terpuruk dibandingkan dengan bank-bank lain. Walaupun begitu, perbedan-perbedaan kecil tetap terjadi seperti tetap melanjutkan transaksi ketika salah satu prossedur tidak dilengkapi oleh salah satu nasabah yang beretnis Tinghoa. Adapun strategi yang dilakukan oleh BCA dalam merangkul nasabahnya adalah menjalin keakraban dengan para nasabah. Hal itu terbukti ketika rasa keakraban diterapkan maka rasa kekeluargaan yang muncul di dalamnya. Rasa kekeluargaan ini menjadi pembentuk nilai-nilai kepercayaan (trust) dari nasabah terhadap perbankan khususnya BCA.
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena sampai saat ini
saya masih diberikan kesehatan dan keselamatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “ Strategi Pelayanan Perbankan Terhadap Nasabah Pribumi dan Non
Pribumi (Etnis Tionghoa) Studi Kasus di Bank BCA Cabang Katamso, disusun sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
Saya juga menyadari kalau penulisan skripsi ini memiliki banyak kekurangan, maka
dari itu skripsi ini juga terbuka untuk dikoreksi ataupun dilanjutkan kembali untuk proses
yang lebih baik lagi. Dalam penulisan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing yang
telah memberikan waktu untuk memberikan masukan-masukan dalam penulisan
skripsi ini.
2. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, Kak Ade, dan Kak Betty yang
banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dan pengurusan administrasi.
3. Paling teristimewa penulis ucapkan salam sayang terhangat dan terima kasih kepada
kedua orang tua penulis R. Richard L. Tobing dan R.W. Hutabarat yang selalu
(4)
4. Terima kasih juga kepada kawan-kawan Sosiologi angkatan 2008 yang sudah
memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini dan ketika bersama menuntut
ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada para informan yang ada di BCA Cabang Katamso yaitu para nasabah dan
para karyawan serta pimpinan yang telah banyak membantu dalam memberikan
informasi dalam penelitian ini.
Medan, Juli 2014
NIM : 080901023 RUTH A.F.L TOBING
(5)
DAFTAR ISI
Abstrak
Kata Pengantar Daftar Isi
BAB I Pendahuluan……….. 1
1.1Latar Belakang ………. 1
1.2Rumusan Masalah ..……….. 5
1.3Tujuan Penelitian ...……….. 6
1.4Manfaat Penelitian .……….. 6
1.5Defenisi Konsep .……….. 7
BAB II Kajian Pustaka………. 9
2.1 Strategi Pelayanan ..………... 9
2.2 Hubungan Antar Kelompok ……….. 11
2.3 Kepercayaan (trust) ..………. 13
2.4 Lembaga Keuangan ..………. 16
2.5 Etnis Tionghoa Di Indonesia ………. 17
BAB III Metode Penelitian..……….. 20
3.1 Jenis Penelitian .……….. 20
3.2 Lokasi Penelitian ..……….. 20
3.3 Unit Analisis Dan Informan .……….. 20
3.4 Teknik Pengumpulan Data ..………... 21
3.5 Interpretasi Data .………. 22
3.6 Jadwal Penelitian .……… 23
BAB IV Deskripsi Lokasi Penelitian.……… 24
4.1 Riwayat Singkat BCA .……… 24
4.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai BCA ..………. 26
4.3 Fokus Kegiatan Usaha BCA ...……… 27
4.4 Sumber Daya Manusia ..……….. 28
BAB V Interpretasi Data……… 30
5.1 Karakteristik Informan..……….. 30
5.2 Strategi Pelayanan BCA Cabang Katamso ..………... 47
5.2.1 Teller ..……….. 49
5.2.2 Customer Service ………..………... 53
(6)
5.2.4 Analisis Pelayanan Dari Empat Aspek Kepuasan Pelanggan ..….... 62 5.3 Membangun Kepercayaan Antar Nasabah Dengan BCA ………..…. 65 5.4 Peran Kelembagaan Dalam Membangun Hubungan Sosial Antar Etnis .…...68
BAB VI Kesimpulan Dan Saran………..…...74 6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Daftar Pustaka Lampiran
(7)
Abstrak
Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Salah satu bentuk pelayanan publik yang sedang berkembang saat ini adalah pelayanan jasa perbankan. Semakin tingginya tingkat perekonomian Indonesia membuat minat masyarakat dalam menggunakan jasa perbankan sebagai wadah transaksi keuangan mereka semakin tinggi. Praktiknya dilapangan, interaksi antara nasabah dan pihak perbankan harus dijalin sebaik mungkin. Hal ini bertujuan agar masyarakat mempercayai lembaga keuangan yang dipilih dalam mengelola aset mereka. Tingginya tingkat persaingan diantaranya, sektor pelayanan bagi nasabah menjadi indikator penting bagi perbankan dalam mengukur apakah bank berhasil merangkul nasabah. Pengguna jasa perbankan khususnya nasabah BCA terdiri dari bermacam etnis. Asumsi yang beredar di masyarakat berupa adannya perbedaan pelayanan antara nasabah Etnis Pribumi dan Etnis Tionghoa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi perbankan khususnya BCA dalam merangkul nasabah dan akan dilihat juga apakah asumsi yang beredar di masyarakat benar atau tidak yaitu adanya perbedaan pelayanan antara nasabah Etnis Tionghoa dan Etnis Pribumi. Lokasi penelitian ini berada di BCA Cabang Katamso. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi dan wawancara mendalam terhadap informan.
Hasil dari penelitian ini adalah BCA tidak melakukan perbedaan pelayanan terhadap nasabah berdasarkan etnis. Nasabah menjadi aset bagi BCA karena nasabah menjadi tolak ukur keberhasilan dari perbankan. Membeda-bedakan nasabah akan membuat BCA menjadi terpuruk dibandingkan dengan bank-bank lain. Walaupun begitu, perbedan-perbedaan kecil tetap terjadi seperti tetap melanjutkan transaksi ketika salah satu prossedur tidak dilengkapi oleh salah satu nasabah yang beretnis Tinghoa. Adapun strategi yang dilakukan oleh BCA dalam merangkul nasabahnya adalah menjalin keakraban dengan para nasabah. Hal itu terbukti ketika rasa keakraban diterapkan maka rasa kekeluargaan yang muncul di dalamnya. Rasa kekeluargaan ini menjadi pembentuk nilai-nilai kepercayaan (trust) dari nasabah terhadap perbankan khususnya BCA.
(8)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam birokrasi Indonesia, istilah pelayanan publik tidak menjadi suatu hal baru.
Sering sekali masyarakat menghubungkan bahwa pemerintah selalu identik dengan
pelayanan publik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti pelayanan adalah
suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
Sementara publik sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang memiliki arti umum, tetapi di
Indonesia juga mengandung arti umum, masyarakat dan negara. Berdasarkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pada dasarnya terdapat dua jenis pelayanan yaitu pelayanan umum dan pelayanan
swasta. Walaupun berbeda tetapi prinsipnya hampir sama yaitu sama-sama memberikan
pelayanan kepada pelanggan dan pelanggan mendapat posisi teratas. Efisiensi dan
efektivitas dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan akan mempengaruhi
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan terhadap pelanggan juga
terbagi berupa produk barang dan jasa. Produk barang berbeda dengan dengan produk jasa.
Produk jasa sendiri tidak memiliki wujud fisik seperti produk barang. Sifat produk jasa
yang dikonsumsi tidak dapat dimiliki konsumen dan konsumen memiliki peran yang lebih
besar untuk turut serta dalam pengelolaannya (Umar, 2003:4).
Di dalam penyediaan produk jasa, sering terdapat perbedaan-perbedaan dalam
(9)
dijumpai pada pengutamaan dalam pelayanan. Perbedaan ini juga didasarkan
kelompok-kelompok masyarakat tertentu, bisa dari kelompok-kelompok etnis, kelompok-kelompok agama, dan jenis-jenis
kelompok lainnya. Perbedaan pelayanan atas dasar kelompok dikarenakan adanya
keterikatan emosional dalam satu kelompok sehingga kelompok yang diluarnya menjadi
prioritas kedua.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak etnis dan hidup secara
bersamaan.Mulai dari Sabang hingga Merauke terdiri dari berbagai macam etnis yang
jumlahnya juga tergolong banyak.Indonesia juga tidak hanya didiami oleh etnis asli
Indonesia tetapi juga dari berbagai etnis lainnya yang ada di dunia. Etnis tersebut meliputi
etnis Arab, Tionghoa, India, dan lain-lain.Keberadaan beberapa etnis ini juga memiliki
banyak bingkai cerita di dalam keberadaannya.Sebenarnya keberadaan etnis ini juga sudah
lama mendiami Indonesia.Mereka datang bukan karena mengikuti jejak penjajah melainkan
melalui jalur perdagangan.
Etnis Tionghoa yang masuk ke Indonesia diperkirakan sekitar abad ke-5 yang
ditunjukkan oleh kunjungan Fa-Hsien, seorang pendeta Budha yang datang ke Indonesia
pada awal abad Tarikh Masehi (Siburian, 2010: 1).Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
Etnis Tionghoa di Indonesia sudah lama dan jauh dari zaman penjajahan Belanda datang ke
Indonesia. Bukti lain yang menyatakan kalau Etnis Tionghoa sudah ada di Indonesia yaitu
keikutsertaan muslim Tionghoa untuk membangun Kesultanan Demak. Muslim Tionghoa
ini merupakan para musafir muslim yang bermazhab Hanafi yang terdampar dan kemudian
membangun masjid di Semarang.
Melihat keberadaan Etnis Tionghoa yang sudah hidup dengan beberapa
generasinya, seharusnya mereka tidak lagi mengalami permasalahan untuk mengakui
(10)
Tionghoa lupa dengan budaya Luhur mereka seperti letak tanah dan bahasa Luhurnya.
Semua itu dikarenakan sudah masuknya budaya Indonesia kedalam diri mereka melalui
proses interaksi di dalam masyarakat. Pemikiran mengenai ke-Indonesiaan dari seseorang
sudah lama dicetuskan oleh orang-orang yang ikut mendirikan bangsa ini yaitu dr. Tjipto
Mangunkusumo. Beliau mengatakan kalau untuk menjadi orang Indonesia tidak harus
melihat dari latar belakang etnik, budaya, agama, bahasa, dan ras.Beliau mengatakan kalau
warga Negara Indonesia kedepannya harus berasal dari semua golongan yang menganggap
kalau Negara Indonesia adalah tanah airnya.Pengakuan ini tidak hanya sekedar pengakuan,
melainkan adanya keikutsertaannya dalam mengembangkan Negara Indonesia (Siburian,
2010: 2).
Etnis Tionghoa di dalam keberadaannya juga tidak lepas dari konflik dengan
masyarakat pribumi khususnya yang ada di Kota Medan.Demonstrasi mahasiswa USU
Medan pada tahun 1980 yang berbau “rasial” yaitu adanya sentimen terhadap Etnis
Tionghoa. Kejadian ini menunjukkan bahwa telah terjadi tindak kekerasan terhadap Etnis
Cina (Erika, 2006 : 23).Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya banyak ketidakharmonisan
yang terjadi antara masyarakat pribumi dengan etnis Tionghoa.Ketidakharmonisan bisa
terjadi karena masih adanya asumsi terhadap Etnis Tionghoa yang tidak mau membaurkan
diri dengan masyarakat pribumi.Mereka lebih mengelompokkan diri mereka dalam satu
kelompok dan terkesan memisahkan diri dengan masyarakat pribumi.
Etnis Tionghoa yang ada di Kota Medan lebih dikenal dengan sebutan “cina
totok”.Hal ini dapat dilihat dari karakteristik etnis Tionghoa yang ada yaitu masih
mempertahankan keaslian budaya mereka seperti yang ada di negara asal mereka. Berbeda
halnya dengan etnis Tionghoa yang ada di Jakarta, mereka lebih dikenal dengan sebutan
(11)
sehari-hari.Etnis Tionghoa yang ada di Kota Medan tidak menggunakan bahasa Melayu
untuk berkomunikasi melainkan dengan bahasa Hokkian dengan dialek mereka sendiri.
Kota Medan sudah menjadi tempat perkumpulan bagi etnis Tionghoa semenjak
tahun 1920-an. Tujuan dari perkumpulan ini adalah untuk membantu para pedagang etnis
Tionghoa yang sedang mengalami kesulitan seperti sebagai perantara penyelesaian
perselisihan antar anggota, pemberi sokongan pada para penemu, pemberi bantuan bagi
etnis Tionghoa yang mengalami ekonomi lemah, dan lain-lain.Saat ini, etnis Tionghoa
menjadi pemain utama dalam dunia bisnis khususnya yang ada di Kota Medan.Kebanyakan
etnis Tionghoa yang bermukim di Medan lebih banyak memilih untuk menggeluti bidang
bisnis daripada di bidang lainnya.Etnis Tionghoa juga sangat memilihdalam mentukan
siapa kelompok yang akan dia percayakan, khususnya dalam meyimpan aset kekayaan
mereka di perbankan. Di Kota Medan, kebanyakan para pebisnis etnis Tionghoa memilih
perbankan yang dikelola oleh etnis Tionghoa juga seperti Bank BCA (Bank Central Asia)
yang merupakan bank swasta yang dikelola oleh mayoritas etnis Tionghoa. Keterikatan
emosional antar etnis Tionghoa menjadi salah satu alasan dalam pemilihan lembaga
keuangan untuk menjaga aset kekayaan mereka.Walaupun bank ini didominasi oleh etnis
Tionghoa baik itu para karyawan maupun nasabah, ada juga orang-orang pribumi yang
bekerja maupun menjadi nasabah di Bank BCA.
Di Bank BCA Katamso jam layanan untuk melayani nasabah mulai pukul 08.00
WIB hingga pukul 15.00 WIB, sedangkan jam kerja sampai pukul 17.00 WIB. Dalam
proses transaksi setoran tunai melalui counter teller setiap nasabah yang ingin menyetor
wajib mengisi data penyetor sebagaimana instruksi dari Bank Indonesia untuk
mengantisipasi money laundry (pencucian uang). Bagi nasabah yang memiliki nomor
(12)
bagi non nasabah BCA wajib menunjukkan kartu identitas diri berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM) ataupun PASPOR yang nantinya teller yang
melayani nasabah tersebut akan mengisi nama, alamat, dan nomor identitas sesuai kartu
identitas si nasabah di data penyetor yang ada pada slip setoran. Pada proses transaksi
tarikan tunai maupun pemindah-bukuan dalam jumlah berapa pun melalui conter teller,
setiap nasabah diwajibkan membawa buku tabungan dan kartu ATM sebagai bukti
kepemilikan rekening dan tidak bisa diwakilkan oleh siapapun dalam hal penarikan melalui
counter, terkecuali bagi nasabah yang mengurus Surat Kuasa (SK) maka dalam hal tarikan
tunai dapat diwakilkan oleh penerima kuasa yang dipercayakan oleh pemilik rekening.
Adapula istilah SDK TBK yaitu Sudah Di Kenal Tidak Bawa Kartu bagi nasabah tertentu
diperbolehkan melakukan transaksi tarikan tunai maupun pemindah-bukuan melalui
counter teller tanpa harus menggunakan kartu ATM, biasanya ini dilakukan oleh
nasabah-nasabah prioritas ataupun nasabah-nasabah yang hubungannya dekat dengan pejabat Bank BCA
Katamso.
Asumsi yang sering terjadi adalah bahwa etnis Tionghoa sering mengalami
diskriminasi dalam menjalankan aspek kehidupannya. Akan tetapi yang terjadi di Bank
BCA khususnya Cabang Katamso berbeda dengan asumsi peneliti yang didasarkan hasil
observasi sementara.Khusus bagi para nasabah yang beretnis Tionghoa tampaknya lebih
mendapatkan pelayanan yang lebih mudah dibandingkan nasabah pribumi walaupun
terkadang pelayanan tersebut harus melanggar peraturan bank.
1.2 Perumusan Masalah
Bank-bank yang didasari oleh keterkaitan dengan etnis Tionghoa memang menjadi
(13)
selama ini ternyata berbeda dengan kondisi yang ada di Bank BCA cabang Katamso.
Karena adanya perbedaan tersebut maka yang menjadi perumusan masalah dari penelitian
ini adalah
1. Bagaimana strategi pelayanan perbankan terhadap nasabah pribumi dan
non pribumi (etnis Tionghoa) di Bank BCA Cabang Katamso ?
2. Apakah ada perbedaan pelayanan terhadap nasabah pribumi dan non
pribumi (etnis Tionghoa) di Bank BCA Cabang Katamso ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelayanan perbankan terhadap nasabah
etnis non pribumi (Tionghoa) dan pribumi di Bank BCA cabang Katamso.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pelayanan terhadap nasabah pribumi
dan non pribumi (etnis Tionghoa) di Bank BCA Cabang Katamso
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman bagi Ilmu Sosiologi khususnya Hubungan Antar Kelompok dan
Institusi Sosial.Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi
mahasiswa mengenai penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
(14)
1.4.2 Manfaat Praktis
Menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah ataupun pusat
dalam menyusun regulasi-regulasi yang berkaitan dengan penelitian ini dan
menambah referensi bagi masyarakat baik yang beretnis Tionghoa maupun pribumi
untuk menyatukan diri, menjadi bahan referensi tambahan bagi Bank BCA, serta
mampu menambah pengetahuan bagi peneliti dalam menyusun karya ilmiah
1.5 Defenisi Konsep
Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realitas atau suatu
pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Pada penelitian ini, beberapa
konsep akan menjadi kunci dalam pembahasan masalah, yaitu :
1. Strategi pelayanan
adalah suatu cara yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dari
perusahaan tersebut melalui peningkatan pelayanan terhadap konsumen. Dalam hal
ini, Bank BCA menyusun strategi-strategi untuk mencapai tujuannya yaitu dengan
cara peningkatan kualitas terhadap nasabah.
2. Perbedaan pelayanan
adalah sikap yang ditunjukkan dalam bentuk pelayanan terlihat berbeda antara yang
satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini perbedaan akan dilihat dalam aspek
pelayanan terhadap nasabah. Perbedaan pelayanan yang intensitasnya cukup tinggi
(15)
3. Etnis
adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan
dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap
sama.
3. Etnis pribumi
adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah, atau negara dan menetap di
sana dengan status orisinal atau asli atau tulen sebagai kelompok etnis yang diakui
sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya.
4. Etnis Tionghoa
adalah orang-orang yang berasal dari cina selatan dan menyebut dirinya sebagai
orang Tang. Mereka masuk ke Indonesia melalui jalur perniagaan.
5. Bank
adalah lembaga keuangan yang yang berfungsi sebagai penyimpan uang dan juga
pengatur lalu lintas keuangan.
6. Nasabah
adalah orang yang menitipkan aset kekayaannya baik berupa uang maupun logam
mulia (emas) kepada lembaga keuangan. Dalam hal ini yang menjadi fokus adalah
(16)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Strategi Pelayanan
Di dalam menjalankan bisnis, ada dua prinsip yang harus dijalankan yaitu pelayanan
terhadap konsumen dan komunikasi secara personal kepada konsumen. Pelayanan sangat
dibutuhkan untuk pengembangan bisnis agar lebih maju. Prinsip pelayanan merupakan
kondisi dimana penciptaan produk barang ataupun jasa yang dihasilkan harus berbeda
dengan jenis usaha milik orang lain, sehingga perbedaan inilah yang menjadi daya tarik
tersendiri untuk menarik simpati konsumen. Bisnis yang tidak memiliki pelayanan
maksimal terhadap konsumen ataupun hanya sekedar pelayanan biasa-biasa saja, lambat
laun bisnis yang dijalankan tidak berkembang dan akhirnya bankrut.
Untuk menjalankan prinsip-prinsip diatas, maka dibutuhkan beberapa strategi
pelayanan. Strategi ini diperuntukkan agar sistem pelayanan bagi konsumen bersifat
berkelanjutan bagi bisnis tersebut. Pelayanan yang dilakukan bukan hanya sekedar
penyediaan barang dan jasa, melainkan bagaiman proses interaksi sosial yang terjadi.
Interaksi yang ada akan menimbulkan hubungan sosial yang bisa bersifat baik maupun
buruk bagi institusi tersebut. Kesemua proses diatas tidak lepas dari adanya proses
komunikasi antara konsumen dan pebisnis. Ada empat asas kepuasan pelanggan yang harus
diperhatikan oleh para pelaku usaha yaitu (Johns, 49: 2003):
1. Variabel yang berhubungan dengan produk atau jasa itu sendiri
2. Variabel yang berhubungan dengan penjualan dan promosi
3. Variabel yang berhubungan dengan paska penjualan
(17)
Bank BCA sebagai institusi perbankan juga harus memiliki beberapa strategi
pelayanan terhadap nasabahnya. Strategi ini dilakukan agar nasabah yang datang ke bank
merasa nyaman dan merasa dipedulikan. Penelitian ini ingin melihat strategi apa yang
disusun untuk menarik nasabah baik itu beretnis Tionghoa maupun Etnis Pribumi. Keempat
variabel diatas nantinya akan dilihat pada penelitian ini, apakah keempatnya ada dalam
strategi pelayanan di Bank BCA atau ada stretegi lainnya.
Di dalam buku BCA Learning Centre (2008), Bank BCA juga memiliki tata nilai
yang menjadi pedoman bagi seluruh elemen di dalamnya untuk mewujudkan tujuan
perusahaan. Adapun yang menjadi tata nilai tersebut adalah :
1. Fokus pada nasabah (Customer Focus)
Maksud dari tata nilai pertama ini adalah memahami, mendalami, dan
memenuhi kebutuhan pelanggan dengan cara terbaik. Kepercayaan nasabah
merupakan dasar utama dari bisnis perbankan menjadikan pilihan bank BCA
harus mampu memahami dan mendalami segala bentuk kebutuhan dari nasabah.
Interaksi dan komunikasi yang dibangun harus mampu mewujudkan rasa empati
dan peduli kepada nasabah sehingga hubungan yang terjalin dengan nasabah
bersifat jangka panjang.
2. Integritas (Integrity)
Keselarasan antara ucapan dan tindakan adalah hal yang menjadi dasar dari
kepercayaan yang ingin didapatkan. Integritas tidak dapat diciptakan dalam
waktu singkat, maka dari itu harus dilakukan secara berulang-ulang sampai
integritas itu dibentuk. Integritas yang kuat akan memelihara kepercayaan
(18)
BCA. Integritas yang dibangun dikembangkan dengan sikap jujur, tulus, dan
lurus serta saling menghormati.
3. Kerja sama tim (Team work)
Keberhasilan yang dicapai oleh Bank BCA hingga saat ini bukanlah dari hasil
kerja individu melainkan karena adanya kerja sama dari seluruh elemen yang
ada di Bank BCA. Komitmen, sinergi, dan peduli untuk mencapai tujuan
bersama adalah kunci pokok dari kerja sama tim.
4. Berusaha mencapai yang terbaik (Continuous Pursuit of Excellence)
Berusaha untuk mencapai yang terbaik bukan berarti segala sesuatunya harus
sempurna, melainkan harus berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki. Mengkaji ualng sistem dan proses kerja yang
digunakan untuk memperoleh cara yang paling tepat adalah hal yang dibutuhkan
untuk mencapai yang terbaik.
Dari tata nilai diatas, Bank BCA memiliki standar layanan sendiri yaitu :
1. Standar Sikap yaitu sikap teller, CSO, dan etika bertelepon.
2. Standar Penampilan yaitu busana, wajah, rambut, aksesoris, tangan dan kaki
(BCA Learning Centre, 2013)
2.2 Hubungan Antar Kelompok
Keragaman jenis etnis di dalam suatu negara memang menjadi kekayaan tersendiri
bagi negara tersebut.Setiap negara juga memiliki beragam jenis etnis yang mendiami
negara tersebut.Dengan adanya keragaman tersebut, masyarakat yang terbentuk juga
memiliki kelompok-kelompok berdasarkan etnis tertentu yang menjelaskan identitas dari
(19)
terbagi ke dalam kategori in-group dan out-group.In-group merupakan sekumpulan
individu yang membentuk kelompok masyarakat yang memiliki rasa solidaritas tinggi
terhadap kelompoknya dan akan sangat antipati dan lebih bersifat antagonisme terhadap
out-groupnya. Dikarenakan adanya sifat antagonisme ini, tidak jarang terjadi konflik antar
kelompok masyarakat. Sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati
dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok (Soekanto, 1990:
135)
Dengan adanya berbagai etnis yang ada di Indonesia, mereka semua harus disatukan
dalam naungan NKRI. Menurut Koentjaraningrat dalam Poerwanto (2006), akan dijumpai
masalah-masalah dalam mempersatukan mereka yaitu : a). Mempersatukan aneka-warna
suku-bangsa, (b) hubungan antar umat beragama, (c) hubungan mayoritas-minoritas dan (d)
integrasi kebudayaan di Irian Jaya dengan kebudayaan Indonesia. Adanya keempat
hambatan diatas, maka muncul prasangka dan stereotip antar etnis suku bangsa. Munculnya
prasangka dan stereotip di masyarakat karena adanya interaksi yang terjadi antar etnis
sehingga masing-masing etnis mampu menilai etnis lainnya dan hal ini terjadi secara
alamiah. Prasangka dan stereotip yang berkembang di masyarakat tidak selalu bersifat
negatif, tetapi lebih banyak ditemukan di masyarakat berbau negatif.
Munculnya prasangka dan stereotip negatif di masyarakat, dinilai akan menghambat
proses interaksi antar kelompok masyarakat, bahkan menghambat proses penyatuan
masyarakat Indonesia yang multietnis. Prasangka dan stereotip berhubungan dengan
out-group dan in-group di masyarakat. Prasangka dan stereotip akan bersifat negatif ketika
berada pada out-groupnya dan akan bersifat positif pada in-groupnya. Munculnya stereotip
pada diri seseorang baik itu bersifat positif maupun negatif, sangat erat kaitannya dengan
(20)
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat fakta-fakta sosial yang terjadi di dalam
in-groupnya etnis Tionghoa terhadap out-gruopnya yaitu etnis pribumi yang terjadi pada
nasabah dan karyawan di Bank BCA. Etnis pribumi yang dimaksud adalah etnis-etnis asli
Indonesia seperti Melayu, Batak, Jawa, dan lain-lain. Peneliti berasumsi bahwa di Kota
Medanmasyarakat yang beretnis Tionghoa memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap
anggota kelompoknya.Mereka membentuk kelompok in-groupnya yang bertujuan untuk
membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi sesama etnis Tionghoa. Peneliti juga ingin
melihat solidaritas yang terbentuk di dalam in-groupnya apakah mampu membantu
beberapa kesulitan yang dihadapi oleh anggota kelompoknya. Out-groupnya dari etnis
Tionghoa adalah etnis pribumi. Hubungan yang terjadi juga ingin dilihat dalam penelitian
ini, apakah hubungan tersebut bersifat positif yang mampu membaurkan
kelompok-kelompok ini atau bersifat negatif yang justru malah mempertegas jarak diantara kedua
kelompok ini.
2.3 Kepercayaan (trust)
Trust adalah pengharapan yang muncul dalam komunitas yang berperilaku normal,
jujur, dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan
anggota yang lain dari komunitas itu (Fukuyama, 2002: 36). Di dalam buku Fukuyama
(2002), Qianhong Fu membagi tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial
dan pada tingkatan sistem sosial. Pada tingkatan individual, trust merupakan kekayaan
individu, merupakan kekayaan personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Pada
tingkatan hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan
kelompok. Sedangkan pada tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai berkembang
(21)
Trust atau kepercayaan sangat dibutuhkan dalam setiap hubungan sosial yang terjadi
antara masing-masing individu. Di dalam dunia usaha kepercayaan sangat dibutuhkan
untuk mempererat hubungan bisnis yang akan ataupun sedang berjalan. Antara pedagang
satu dengan pedagang lainnya akan menuntut kepercayaan dari lawan bisnisnya untuk
memperlancar hubungan bisnis. Kepercayaan juga sering dijadikan alat atau indikator
apakah relasi bisnis dari satu pedagang mampu dijadikan sebagai jaringan bisnis.
Trust bukan hanya ditemukan pada bisnis kecil saja, melainkan sektor yang lebih
luas lagi bisa ditemukan, misalnya saja dunia perbankan. Lembaga perbankan sendiri bisa
dikategorikan sebagai institusi yang membutuhkan kepercayaan yang tinggi. Masyarakat
yang memiliki kepercayaan tinggi yang mau menggunakan jasa perbankan untuk
menitipkan aset kekayaannya. Bank BCA merupakan institusi perbankan yang mayoritas
nasabahnya beretnis Tionghoa. Mereka sendiri memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap
Bank BCA untuk digunakan jasanya. Asumsi awal adalah kepercayaan besar itu bisa
muncul karena adanya keterikatan emosional etnis Tionghoa dalam Bank BCA sendiri yang
mayoritas karyawannya juga beretnis Tionghoa. Berdasarkan asumsi inilah peneliti ingin
melihat apakah kepercayaan yang terjalin antara nasabah dengan bank dikarenakan
hubungan tersebut, mengingat bahwa etnis Tionghoa memiliki solidaritas tinggi terhadap
in-groupnya.
Dari penjelasan diatas, semakin menguatkan kalau persaingan untuk mendapatkan
nasabah sangat ketat. Dunia perbankan terus mengalami kemajuan pesat semenjak
dikeluarkannya kebijakan yang dikenal dengan paket Oktober 1988. Kebijakan ini
memungkinkan bagi bank-bank swasta dan bank perkreditan rakyat untuk mendirikan
cabang-cang baru serta di beri kemudahan terhadap pembukaan kantor baru. Munculnya
(22)
kualitas pelayanannya sehingga nasabah percaya terhadap bank yang dipilihnya (Simamora,
2007: 1 ).
Kualitas pelayanan nasabah sangat mempengeruhi kepercayaan nasabah terhadap
bank tersebut. Ketika nasabah mendapatkan pelayanan yang baik, maka citra positif akan
melekat kepada bank tersebut. Begitu juga sebaliknya, ketika nasabah tidak mendapatkan
pelayanan yang buruk, maka nasabah akan melabelkan bank tersebut tidak mampu
memberikan pelayan terbaik bagi nasabahnya.Sebagai contoh, ketika nasabah bertransaksi
dan mendapatkan pelayanan yang baik, maka bank tersebut sudah menumbuhkan
kepercayaan kepada nasabah untuk tetap loyal terhadap penggunaan jasa transaksi tersebut,
sebaliknya nasabah yang tidak puas terhadap pelayanan bank tersebut akan pergi
meninggalkannya dan aka mencari bank lain yang memiliki kualitas pelayanan bagus
(Simamora, 2007: 2).
Selain itu, untuk menumbuhkan kepercayaan nasabah terhadap suatu bank maka
tidak hanya kualitas pelayanan yang hrus ditingkatkan. Nilai pelanggan menjadi hal yang
perlu diperhatikan ketika ingin menumbuhkan kepercayaan nasabah. Fokus pada pelanggan
menjadi keharusan bagi perusahaan untuk memahami apa yang diinginkan oleh pelanggan
sehingga berpengaruh terhadap perkembangan dari perusahaan (Simamora, 2007: 20).
Menurut Monroe (2002: 46), nilai bagi nasabah (Customer Value) sebagai trade off antara
persepsi nasabah terhadap kualitas, manfaat produk dan pengorbanan yang dilakukan lewat
pengorbanan yang dibayar (Hidayat, 2009: 59). Nilai bagi nasabah ini merupakan cerminan
bagi perusahaan terhadap apa yang sudah diberikan kepada nasabah. Sebuah produk yang
memiliki kualitas pelayanan tinggi di mata nasabah, apabila perusahaan mampu
(23)
perusahaan menjalankan konsep nilai pelanggan, maka akan memberikan dampak yang
bersifaat jangka pendek maupun jangka panjang.
2.4 Lembaga Keuangan
Pada umumnya masyarakat hanya mendefenisikan lembaga sebagai wadahnya
masyarakat untuk berkelompok secara terorganisir. Robert Mac Iver dan Charles H. Page
mendefenisikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah
diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu
kelompok kemasyarakatan yang dinamakannya asosiasi (Soekanto, 1990: 218). Manusia
yang hidup berkelompok pasti memiliki kelembagaan sendiri baik itu di lingkup keluarga
maupun di masyarakat. Keteraturan menjadi elemen penting bagi kelembagaan yang
dibentuk oleh masyarakat walaupun beberapa konflik kecil bahkan besar bisa saja terjadi.
Penelitian ini membahas lembaga keuangan khususnya bank dan hubungannya
dengan masyarakat. Secara umum, lembaga keuangan didefinisikan sebagai perusahaan
atau kelembagaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan
dana, atau kedua-duanya. Khususnya yang dibahas pada disini adalah lembaga keuangan
bank. Menurut UU RI Nomor 11 Tahun 1998 mendefinisikan bank sebagai badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Kebijakan ini menegaskan bahwa selain menyediakan produk jasa
perbankan berupa simpanan dan pinjaman, bank juga diperbolehkan merancang
produk-produk jasa lainnya yang berhubungan dengan tujuan bank tersebut selama kegiatan
(24)
Menurut Howard D Crosse dan George J. Hemple dalam Vietzhal Rivai Andria
Permata Veitzhal dan Ferry N. Idroes mengartikan bank sebagai suatu organisasi yang
menggabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi
bank dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh keuntungan
bagi pemilik. Disini dejelaskan bahwa ada dua fungsi bank yaitu bank melayani
kepentingan orang banyak melalui simpanan dan pinjaman, kemudian bank mencari
keuntungan atas perusahaan yang dimiliki (Nazrian, 2012).
Lembaga keuangan khususnya bank tidak terlepas dari kegiatan untuk mendapatkan
keuntungan seperti yang dijelaskan diatas. Bank merupakan perusahaan jasa yang
mengedepankan pelayanan terhadap penggunanya yang disebut sebagai nasabah. Bank
akan terus meningkatkan pelayanannya terhadap nasabah demi mendapatkan kepuasan
pelanggan yang ujung-ujungnya juga berorientasi kepada keuntungan.
2.5 Etnis Tionghoa di Indonesia
Pada dasarnya penduduk Indonesia adalah orang-orang pribumi yang terdiri dari
beberapa etnis. Selain etnis-etnis pribumi yang mendiami kepulaun Indonesia, ada beberap
etnis non pribumi yang mediami Indonesia yaitu etnis Tionghoa. Sebagaimana diketahui
bahwa bukan hanya etnis Tionghoa saja yang menjadi etnis non pribumi yang mendiami
Indonesia, seperti Arab, India, Amerika Latin, dan lain-lain. Walaupun mereka bukan asli
keturunan Indonesia tetapi mereka tetap menjadi warga negara Indonesia yang sah dimata
hukum, mendapat persamaan hak seperti warga-warga lain yang hidup di Indonesia.
Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia merupakan etnis minoritas terhadap
etnis-etnis pribumi lainnya. Etnis Tionghoa sendiri masuk ke Indonesia melalui jalur
(25)
asimilasi diantara dua kebudayaan terjadi. Ada dua pelabelan terhadap orang-orang etnis
Tionghoa yaitu etnis Tionghoa peranakan dan totok. Etnis Tionghoa “peranakan” adalah
mereka yang beberapa generasi telah hidup di Indonesia sehingga proses asimilasi yang
terjadi sudah hampir kompleks. Mereka ini biasanya sudah berbaur dengan cepat dengan
masyarakat pribumi. Misalnya etnis Tionghoa di Jawa Tengah, mereka sudah menggunakan
bahasa Indonesia dengan aksen jawa bahkan mereka jarang memakai bahasa mereka
sendiri.
Etnis Tionghoa “totok” atau sing-kehsendiri adalah mereka yang belum lama tinggal
di Indonesia dan biasanya mereka ini pendatang baru yang sejak lahir dari Tiongkok (Liem,
2000: 4).Kebudayaan mereka juga masih berorientasi Tiongkok dan belum terlalu
beradaptasi dengan etnis pribumi. Bahasa yang mereka gunakan di dalam berkomunikasi
sehari-hari adalah Hokkian atau Fukkien. Dialek ini yang masih melekat dan digunakan
sehari-hari oleh etnis Tionghoa disamping bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi utama.
Di lain sisi ada jenis struktural lainnya yang mampu menjelaskan identitias dari
suatu kelompok masyarakat yaitu agama. Di dalam etnis Tionghoa terdapat tiga jenis
agama tradisional yang disebut Sam Kao (Taoisme, Konfusianisme, dan Budhisme).
Derasnya arus modernisasi tidak memungkinkan bahwa agama tradisional ini semakin
tereduksi dan mulai ditinggalkan. Dengan demikian, untuk kasusnya di Indonesia banyak
etnis Tionghoa yang beralih ke agama Islam sebagai agama mereka. Di lain sisi mereka
juga memeluk agama Kristen khususnya Katolik yang secara hipotetis lebih cenderung dan
toleran terhadap ajaran-ajaran tradisional (seperti ajaran Sam Kao).
Berdasarkan hasil penelitian dari Mely G. Tan bahwa di tahun 1960-an, etnis
Tionghoa khususnya kaum “peranakan”, mulai menjauhkan diri dari “keluarga besar yang
(26)
struktur keluarga etnis Tionghoa berubah dan lambat laun akan meninggalkan struktur
keluarga khas etnis Tionghoa seperti nilai-nilai keluarga tradisional.
Sesuai perkembangan zaman, pada dasarnya hubungan antara etnis Tionghoa
dengan etnis pribumi di Indonesia kurang harmonis. Hal ini bisa terjadi karena adanya
stereotip (prasangka) yang beredar di antara kedua kelompok masyarakat ini, baik itu yang
ditujukan ke etnis Tionghoa dan begitu juga sebaliknya. Stereotip biasa berkembang atas
dasar kejadian-kejadian sebelumnya yang menjadi panduan mereka untuk menentukan
kehidupan kedepannya. Setiap kelompok punya pandangan terhadap kelompok lainnya dan
stereotip juga dimiliki oleh masing-masing kelompok terhadap kelompok lainnya. Biasanya
yang sering terjadi di lapangan adalah stereotip etnis pribumi terhadap etnis Tionghoa
dikarenakan perbedaan persaingan sumber-sumber ekonomi juga gaya hidup yang
mencolok. Keberadaan mereka yang semakin menonjol dalam pengelolaan sumber-sumber
ekonomi menjadikan prasangka orang-orang pribumi selalu negatif. Mereka beranggapan
kalau etnis Tionghoa melakukan itu semua dengan cara yang tidak jujur dan menempuh
segala cara untuk mendapatkannya sehingga timbullah tuduhan-tuduhan seperti sombong,
hidup secara eksklusif, tinggal di pusat kota dan selalu mengasingkan diri dari orang-orang
(27)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan
kualitatif.Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Moleong, 2006: 4). Dengan menggunakan metodologi kualitatif, peneliti akan
memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai perbedaan pelayanan yang
disusun pihak bank untuk menarik para nasabahnya.
3.2 Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Bank BCA Cabang Katamso yang terletak
di Jalan Brigjen Katamso, Medan. Alasan memilih lokasi ini adalah karena lokasi tersebut
memiliki ketimpangan jumlah nasabah antara nasabah yang beretnisTionghoa dan pribumi
sehingga berkorelasi dalam mendapatkan data penelitian.
3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit Analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian.
Salah satu ciri atau karakteristik dari penelitian social adalah menggunakan apa yang
disebut dengan “ unit of analysis”. Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada
kebanyakan penelitian sosial yaitu individu, kelompok dan sosial.Adapun yang menjadi
unit analisis dan objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menjadi nasabah
(28)
3.3.2 Informan
Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian yang
aktual salam menjelaskan tentang masalah penelitian. Adapun informan yang menjadi
subjek penelitian adalah :
Informan Kunci
1. Pimpinan Bank BCA Cabang Katamso
2. Nasabah Pribumi dan Non Pribumi (Etnis Tionghoa). Indikator informannya adalah
nasabah yang sering atau berulang kali melakukan transaksi di Bank BCA Cabang
Katamso baik itu nasabah prioritas maupun non prioritas.
Informan Biasa
Karyawan yang beretnis pribumi dan non pribumi (Etnis Tionghoa)
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan dengan jenis data yang diperlukan
untuk mendapatkan informasi. Adapu data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer
Data primer yaitu data yang diambil dari sumber data lapangan. Pengumpulan data
dengan langsung terjun ke lokasi penelitian yang di dapat digunakan melalui:
3.4.1.1 Observasi
Yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelititan
melalui pengamatan dan penginderaan ( Bungin, 2007: 115). Dalam penelitian ini, peneliti
(29)
1. Perilaku nasabah dan bukan nasabah yang beretnis non pribumi (Tionghoa) dan
pribumi.
2. Perilaku karyawan etnis non pribumi (Tionghoa) dan pribumi terhadap nasabah
etnis non pribumi (Tionghoa) dan pribumi.
3.4.1.2 Wawancara Mendalam
Yaitu metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berkali-kali dan
membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan di lokasi penelitian (Bungin,
2007: 108).Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah nasabah etnis non pribumi
(Tionghoa), pribumi, dan salah satu pihak bank. Adapun aspek yang akan ditanyakan
adalah :
1. Strategi pelayanan terhadap nasabah dan karyawan
2. Tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung ke
lapangan penelitian, melainkan melalui studi kepustakaan.Maksud studi kepustakaan adalah
data yang di dapat dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan majalah yang dianggap relevan
dengan penelitian ini.
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, yaitu
pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah ada dalam catatan lapangan. Data
tersebut akan dipelajari dan ditelaah untuk mencari apa yang ingin diteliti. Setelah itu, data
direduksi yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.Abstraksi merupakan usaha
(30)
penelitian.Setelah semua terkumpul, data dianalisis kemudian diinterpretasikan berdasarkan
dukungan teori dan kajian pustaka yang telah disusun, hingga pada akhirnya sebagai
laporan penelitian.
3.6 Jadwal Penelitian
Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7
Pra Survey √
Acc judul √
Penyusunan proposal √ √ √
Seminar Proposal √
Revisi proposal √
Penelitian lapangan √ √ √
Pengumpulan dan analisis data √ √
Bimbingan skripsi √ √ √
Penulisan laporan √ √ √
Sidang meja hijau √
3.7 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki oleh peneliti. Selain itu, terkait dengan kelemahan draf wawancara mendalam yang
masih memiliki kekurangan. Adapun yang menjadi kendala dalam penelitian ini adalah
banyaknya nasabah maupun karyawan ataupun pimpinan beretnis Tionghoa yang tidak
(31)
dalamnya yang dijadikan sebagai proteksi diri bagi informan. Tetapi sedikit berbeda dengan
nasabah non pribumi baik itu sebagai nasabah dan karyawan yang terbuka dalam
(32)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Riwayat Singkat BCA
Untuk pertama sekali, pada tahun 1955 dengan nama NV Perseroan Dagang Dan
Industrie Semarang Knitting Factory menjadi cikal bakal Bank Central Asia (BCA). Pada
tahun 1957, BCA mulai beroperasi pada 21 Februari 1957 dan berkantor pusat di Jakarta.
Selanjutnya, BCA memperkuat jaringan layanan cabang pada tahun 1970an dan mulai
berkembang menjadi Bank Devisa pada tahun 1977. Sejalan dengan deregulasi sektor
perbankan di Indonesia, BCA mengembangkan jaringan kantor cabang secara luas di tahun
1980an. BCA mengembangkan berbagai produk dan layanan maupun pengembangan
teknologi informasi, khususnya penerapan online system untuk jaringan kantor cabang, dan
meluncurkan Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA.
Pada tahun 1990an, BCA mengembangkan alternatif jaringan layanan melalui ATM
BCA (Anjungan Tunai Mandiri atau Automated Teller Machine) yang berkembang secara
pesat. Pada tahun 1991, BCA mulai menempatkan 50 unit ATM di berbagai tempat di
Jakarta. Pengembangan jaringan dan fitur ATM dilakukan secara intensif. BCA menjalin
kerja sama dengan institusi terkemuka, antara lain PT Telkom untuk pembayaran tagihan
telepon melalui ATM BCA, BCA juga bekerja sama dengan Citibank agar nasabah BCA
pemegang kartu kredit Citibank dapat melakukan pembayaran tagihan melalui ATM BCA.
Antara tahun 1997-1998, Indonesia mengalami krisis moneter, BCA mengalami
rush. Pada tahun 1998 BCA menjadi Bank Taken Over (BTO) dan disertakan dalam
program rekapitulasi dan restrukturisasi yang dilaksanakan oleh Badan Penyehatan
(33)
rekapitilasi BCA selesai dan sebagian besar kredit yang disalurkan BCA dipertukarkan
dengan Obligasi Pemerintah. Pemerintah Republik Indonesia melalui BPPN, menguasai
92,8% saham BCA.
4.1.1 Kilas Aksi Korporasi Periode 2000-2005
Pada tahun 2000, BPPN melakukan divestasi 22,5% dari seluruh saham BCA
melalui Penawaran Saham Publik Perdana (IPO), sehingga kepemilikan BBPN berkurang
menjadi 70,3%. Pada tahun 2001, penawaran Publik Kedua (Secondary Public Offering)
10% dari total saham BCA. Kepemilikan BPPN atas BCA berkurang menjadi 60,3%. Pada
tahun 2002, FarIndo Investment (Mauritius) Limited mengambil alih 51% total saham BCA
melalui proses tender strategic private placement. Pada tahun 2004, BPPN melalukan
divestasi atas 1,4% saham BCA kepada investor domestic melalui penawaran terbatas dan
tahun 2005, Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA)
melakukan divestasi seluruh sisa 5,02% saham BCA.
4.1.2 Pengembangan Bisnis Pada Periode 2000an
BCA mulai memperkuat dan mengembangkan produk dan layanan, terutama
perbankan elektronik dengan memperkenalkan Debit BCA, Tunai BCA, internet banking
KlikBCA, mobile banking m-BCA, EDCBIZZ, dan lain-lain. BCA juga menembangkan
beberapa layanan khusus, seperti BCA prioritas dan BCABIZZ. Selain itu, BCA
mendirikan fasilitas Disaster Recovery Center (DRC) di Singapura. BCA meningkatkan
kompetensi di bidang penyaluran kredit, termasuk melalui ekspansi ke bidang pembiayaan
mobil melalui anak perusahaannya, BCA Finance.
Pada tahun 2007, BCA menjadi pelopor dalam menawarkan produk kredit
(34)
pasar. BCA meluncurkan kartu prabayar Flazz Card serta mulai menawarkan layanan
Wekend Banking untuk terus membangun keunggulan bidang perbankan transaksi. Pada
tahun 2008-2009, BCA secara proaktif mengelola penyaluran kredit dan posisi likuiditas di
tengah gejolak krisis global, sekaligus tetap memperkuat kompetensi utama sebagai bank
transaksi. BCA telah menyelesaikan pembangunan mirroring IT system guna memperkuat
kelangsungan usaha dan meminimalisasi resiko operasional. Selanjutnya, BCA membuka
layanan Solitaire bagi nasabah high net-worth individual. Pada tahun 2010-2012, BCA
mulai memasuki lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah, pembiayaan sepeda motor,
asiransi dan sekuritas. BCA juga memperkuat bisnis perbankan transaksi melalui
pengembangan layanan baru melalui Smartphone dan layanan e-Commerce.
4.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai BCA
Visi dari BCA : Bank Pilihan Utama Andalan Masyarakat, yang Berperan Sebagai
Pilar Penting Perekonomian Indonesia.
Misi dari BCA :
• Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan
• Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan financial yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah
• Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA
Tata Nilai BCA
• Fokus pada nasabah • Integritas
(35)
• Kerja sama tim
• Berusaha mencapai yang terbaik
4.3 Fokus Kegiatan Usaha BCA
Perbankan Transaksi. Bisnis inti BCA adalah perbankan transaksi dimana BCA selalu berupaya untuk tetap menjadi yang terdepan. Pada tahun 2012, dana rekening
transaksi (giro dan tabungan) mencapai pertumbuhan yang tinggi dan tetap memberikan
kontribusi signifikan terhadap dana pihak ketiga BCA. Pertumbuhan ini juga
mencerminkan berkembangnya basis nasabah yang loyal dan semakin terkoneksi. BCA
terus memperkuat posisinya dengan melakukan investasi untuk perluasan jaringan cabang,
ATM maupun jaringan layanan transaksi elektronik lainnya. BCA juga mengembangkan
lebih lanjut sistem pembayaran untuk memfasilitasi pertumbuhan perbankan transaksi di
masa mendatang.
Penyaluran Kredit. BCA terus memperkuat portofolio kredit di segmen consumer, UKM, komersial dan korporasi dengan tetap menjaga kualitas kredit melalui praktek
penyaluran kredit secara berhati-hati. Dengan pemahaman yang mendalam atas kebutuhan
nasabah bisnis dan consumer, BCA memperluas kredit di semua segmen pada tahun 2012
dan meningkatkan pangsa pasar portofolio kredit. BCA telah menjadi salah satu bank
penyalur kredit terbesar di Indonesia serta memainkan peran penting dalam fungsi
intermediasi keuangan.
Lini-Lini Bisnis Baru. Sebagai upaya untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada para nasabah serta menarik nasabah-nasabah baru, BCA senantiasa melakukan
(36)
2012, BCA melanjutkan pengembangan bisnis-bisnis perbankan Syariah, asuransi umum,
dan pembiayaan sepeda motor. Selanjutnya, BCA akan mengembangkan perusahaan
sekuritas dan berencana untuk memasuki bisnis asuransi jiwa.
4.4 Sumber Daya Manusia
Bank BCA sendiri memiliki tema “Senantiasa di Sisi Anda”. Tema ini menjadi
penyemangat bagi tim BCA sendiri khususnya di lini sumber daya manusia. Tema ini juga
memiliki dua arti , yaitu pertama, Grup Sumber Daya Manusia BCA senantiasa
memperhatikan para karyawan dalam hal pelatihan dan pengembangan kapabilitas untuk
mencapai kemampuan yang terbaik. Arti kedua, staf BCA baik yang ada di front office,
mid, hingga back office akan selalu disisi nasabah melalui pendekatan hubungan dan
penyediaan layanan yang terbaik bagi basis nasabah BCA yang beragam dan tersebar di
seluruh Indonesia.
Pemunculan program sosialisasi Visi, Misi, dan Tata Nilai (VMT), yaitu program
yang dirancang guna memastikan seluruh karyawan focus untuk mewujudkan tujuan Bank
dengan memperhatikan pentingnya kultur hubungan nasabah yang kuat. Pada tahun 2012,
Divisi Sumber Daya Manusia berganti berganti nama menjadi Divisi Human Capital
Management yang merefleksikan bentuk penghargaan kepada para karyawan sebagai asset
Bank yang paling berharga. Selama tahun 2012, kegiatan Divisi Human Capital
Management terpusat pada program keterlibatan karyawan (employee engagement),
pengembangan pelatihan, serta rekrutmen dan retensi karyawan. Untuk memperkenalkan
BCA sebagai salah satu penyedia lapangan kerja terbaik di Indonesi, pada tahun 2013 Bank
akan terus meningkat citra perusahaan di mata para pencari kerja sebagai upaya menarik
(37)
Tabel 1. Jumlah Karyawan Berdasarkan Tingkat Manajemen
2012 2013
Non Staff 1.909 1.803
Staff 14.957 15.648
Manajer 3.344 3.487
Eksekutif (termasuk Dewan Komisaris dan Direksi) 72 75
Total 20.285 21.013
Sumber: Laporan Tahunan BCA 2013
Tabel 2. Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
2012 2013
SD, SMP, dan SMU 5.960 5.764
Diploma dan Sarjana 13.747 14.639
Pasca Sarjana 578 610
Total 19.962 20.285
(38)
BAB V
INTERPRETASI DATA
5.1 Karakteristik Informan
5.1.1 Ibu Lina Widjaya (Nasabah Prioritas)
Lina Widjaja merupakan nasabah prioritas yang beretnis tionghoa di BCA Katamso.
Ci lina ini merupakan direksi dari perusahaan CV baja yang merupakan distributor besi
dan baja dan kantornya beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 93 Medan. Ci lina ini sudah
bergabung dengan BCA dan menjadi nasabah prioritas selama kurang lebih 20 tahun.
Selama perjalanannya di BCA, Ci Lina tidak pernah menginginkan untuk menjadi anggota
prioritas di BCA, akan tetapi atas inisiatif pihak BCA sendiri yang menginginkan Ci Lina
untuk menjadi nasabah prioritas. Hal itu dilakukan dengan cara memerikan surat dan kartu
sebagai permohonan untuk menjadi nasabah Prioritas. Ci Lina menganggap kejadian itu
dikarenakan pihak BCA menganggap saldo di rekening saya cocok untuk beralih ke
nasabah prioritas.
Salah satu alasan Ci Lina memilih BCA, karena faktor histori yaitu dari kecil Ci
Lina sudah menggunakan bca. Hal itu didapatkan beliau pada saat orang tua beliau
membuka tabungan di BCA dan hal itu diteruskan sampai saat ini. Tabungan yang ada adi
BCA merupakan tabungan pribadi Ci Lina dan bukan uang perusahaan. Perusahaan tempat
Ci Lina bekerja tidak memiliki rekening di BCA, perusahaan menggunakan jasa bank lain
karena bank tersebut menawarkan pinjaman yang cukup besar kepada perusahaan yang
dipimpin Ci Lina. Secara pribadi Ci Lina sangat percaya terhadap teknologi, kecepatan
(39)
pelayanan di BCA Katamso yang sangat bagus, Ci Lina menganggap semua teller bersikap
ramah, kerja cepat dan proses bertransaksi dinilai bagus.
Selama menjadi nasabah di BCA Katamso, Ci Lina belum pernah mendapatkan
hambatan khususnya aspek pelayanan. Sering mendapat pelayanan yang dapat dipercaya,
bukan berarti Ci Lina tidak mendapatkan pengalaman buruk di BCA. Kasusnya terjadi di
BCA Cabang Golden, beliau pernah diabaikan ketika ingin bertransaksi. Dengan status
nasabah prioritas, Ci Lina seharusnya mendapatkan pelayanan lebih ketika bertransaksi,
ketika itu Ci Lina ikut mengantri. Dengan alasan ingin cepat karena ada kegiatan lain, Ci
Lina berusaha bertemu dengan supervisor dan menjelaskan statusnya sebagai nasabah dan
meminta tolong agar transaksinya didahulukan. Dengan alasan menyamaratakan pelayanan
nasabah dan mengabaikan status nasabah, maka keinginan Ci Lina ditolak oleh pihak bank.
Semenjak kejadian itu, Ci Lina tidak pernah bertransaksi di BCA Cabang Golden.
Selama di BCA Cabang Katamso, Ci Lina belum pernah mendapatkan pengalaman seperti
itu. Selama bertransaksi, seharusnya Ci Lina menuju counter nasabah prioritas tersendiri
yang letaknya di lantai 2. Dengan alasan malas pergi ke lantai 2, beliau lebih suka
bertransaksi di counter bawah yang peruntukannya untuk nasabah regular. Beliau
menganggap kalau proses transaksinya sama saja, ditambah lagi dengan kedekatan yang
sudah terbangun dengan teller-teller di nasabah reguler.
Selama bertransaksi, Ci Lina tidak pernah melihat dan merasakan perbedaan
perlakuan pelayanan antara dirinya dengan nasabah yang lain. Ci Lina juga tidak tidak
memilih-milih teller ataupun karyawan untuk melakukan transaksi. Beliau menganggap
semua karyawan yang dimiliki BCA Cabang Katamso bagus dan ramah sehingga beliau
(40)
5.1.2 Albert Irtanto (Nasabah Reguler)
Bapak Albert Irtanto adalah salah satu nasabah BCA Cabang Katamso yang beretnis
Tionghoa. Bapak Albert sudah lebih lebih dari 6 tahun menjadi nasabah di BCA Cabang
Katamso. Usaha yang digeluti oleh Ko Albert adalah kios pulsa dan dengan alasan itu Ko
Albert memilih BCA untuk mendukung transaksi keuangannya. Hampir setiap hari Ko
Albert melakukan transaksi setoran ke BCAKatamso. Adapun letak kios pulsa Ko
Albertberada di daerah Jalan Katamso. Jarak yang dekat ke BCA Katamso, membuat Ko
Albert lebih sering menggunakan jasa BCA Cabang Katamso dan hal itu dilakukan hampir
setiap hari.
Dari segi pelayanan transaksi, Ko albert juga mengakui bahwa di BCA Cabang
Katamso mudah bertransaksi. Selama melakukan transaksi di BCAKatamso,Ko Albert
tidak pernah mengalami hambatan maupun kesulitan dan semua proses transaksi
dipermudah oleh teller-teller katamso yang sangat cepat menghitung uang dan melakukan
proses transaksinya. Selain itu, kemudahan bertransaksi juga didukung dengan keramah
tamahan dari para karyawan BCA Cabang Katamso sehingga komunikasi yang terjalin juga
bagus. Kedekatan yang sudah terbangun tidaklah semerta-merta terjadi secara spontan,
melainkan karena seringnya bertransaksi di BCA menjadi faktor utama. Dalam melakukan
transaksi, Ko Albert tidak pernah memilih-milih dengan siapa harus bertransaksi, semua
teller sama saja bagi dirinya.
Hal yang paling tidak disukai Ko Albert saat bertransaksi di katamso yaitu antrian
yang panjang apabila ada salah satu teller tidak masuk seperti sakit ataupun cuti.Kejadian
itu ditambah dengan tidak ada pengganti teller tersebut sehingga counter yang tersedia jadi
(41)
5.1.3 Edwin (Nasabah Prioritas)
Edwin merupakan nasabah katamso yang setiap harinyamelakukan transaksi di
kantor BCACabang Katamso. Edwin merupakan nasabah yang beretnis Tionghoa. Ko
Edwin yang biasanya dipanggil anak-anak teller ini lebih sering melakukan transaksi
setoran tunai. Dengan alasan tersebut, KoEdwin lebih sering melakukan transaksi di teller
dibanding di customer service maupun back office. Ada yang membuat nama Ko Edwin
melekat di beberapa karyawan BCA khususnya teller. Ko Edwin dikenal sebagai nasabah
yang tidak peduli dengan jumlah uangnya, apakah kurang atau lebih. Ko Edwin akan
menyetorkan uang yang tertulis di slip setoran tanpa harus bertanya apakah kurang atau
lebih. Saat ditanyai mengenai hal tersebut, Ko Edwin berpendapat bahwa beliau sudah
percaya dengan teller-teller yang ada. Seandainya terjadi pelanggaran, beliau berpendapat
bahwa sanksi sosial akan diterima langsung oleh pihak BCA. Kondisi ini akan
mengakibatkan kerugian bagi BCA sendiri.
Ko Edwin sudah menjadi nasabah BCA kurang lebih 10 tahun. Sebelum menjadi
nasabah di BCA Cabang Katamso, Ko Edwinuntuk pertama kali membukarekening di BCA
cabang pusat pasar. Ko Edwin memiliki usaha restaurant,toko kue, dan toko penjual
oleh-oleh dibandara Kualanamo. Dari segi pelayanan, Ko Edwin menganggapkualitas
pelayannya sangat bagus. Seluruh karyawan bersikap ramah dan bersahabat. Seluruh proses
transaksiyang saya dapatkan tidak pernah mengalami kesulitaan. Justru Ko Edwin sering
mendapatkan kemudahan bertransaki ketika beliau dalam kondisi terjepi, seperti buku
tabungan beliau habis dan oleh pejabat bank mengganti buku tabungan tersebut sendiri
tanpa harus mengantri di lantai dua tempat customer service. Ko Edwin juga mengatakan
(42)
BCA. Selain itu, beberapa client dari Ko Edwin juga menggunakan jasa perbankan BCA
sehingga lebih gampang bertransaksi.
5.1.4 Andi Witarsa (Nasabah Prioritas)
Andi merupakan salah satu nasabah BCACabang Katamso yang beretnis tionghoa.
Ko Andi sudah terdaftar sebagai nasabah prioritas selama 10 tahun. Ko Andi memiliki
usaha money changer di salah satu Kota Medan. Dari kegiatan bisnisnya tersebut, Ko Andi
setiap hari melakukan transaksi di BCAKatamso. Seperti biasanya Ko Andi selalu datang
pada pukul 2 siang ke atas untuk melakukan transaksi. Biasanya transaksi yang
dilakukanberupa setoran tunai dan transfer ke sesama rekening BCA. Ko andi memilih
BCAsebagai pengelola asetnya dikarenakan BCA adalah bank swasta yang terbesar di
Indonesia. Pelayanan yang diberikan karyawan BCA khususnya teller maupun customer
service sangat memuaskan sekali. Hambatan dalam melakukan transaksi tidak pernah saya
dialami oleh Ko Andi.
Ko Andi memiliki penilaian tersendiri tentang pelayanan yang diberikan oleh BCA,
misalnya berupa kinerja teller maupun customer service yang sangat cepat. Walaupun
begitu Ko Andi juga pernah merasa mengalami panjangnya antrian yang terjadi di counter
prioritas. Menurut pengakuan Ko Andi, beliau tidak pernah memilih-milih dalam hal
pemilihan siapa yang harus melayaninya di counter, karena beliau menganggap semuanya
sama saja. Seluruh karyawan dinilai oleh Ko Andi memiliki sikap yang ramah, cepat, dan
tanggap. Bagi Ko Andi sendiri, semua etnis memiliki kepentingan yang sama sehingga
tidak perlu adanya pembedaan dalam hal pelayanan.Ko Andi juga percaya bahwa BCA
Cabang Katamso juga tidak ingin melakukan pembedaan pelayanan terhadap
(43)
Ko Andi tidak setuju kalau harus ada pembedaan pelayanan terhadap nasabah jika dilihat
dari segi etnisitas.
5.1.5 Jessica Tjandra (Nasabah Prioritas)
Jessica adalah salah satu nasabah prioritas BCACabang Katamso yang beretnis
Tionghoa. Ibu Jessica yang sering dipanggil Cici ini sudah menjadi nasabah kurang lebih 8
tahun. Cici Jessica adalah nasabah yang paling sering melakukan transaksi di BCA
Katamso karena lokasi kantor yang bertepatan dibelakang kantor BCAKatamso. Selain itu,
Cici jessica juga memiliki usaha money changer yang berlokasi di Jalan Kesawan. Alasan
Cici Jessica memilih BCA Cabang Katamso karena BCA merupakan salah satu bank
swasta yang dikenal baik di Indonesia.BCA memiliki banyak fasilitas seperti penggunaan
media online seperti mobile banking dan internet banking dan kemudahan dalam
bertransaksi yang mempermudah nasabah.
Dari segi pelayanan,BCAKatamso memiliki pelayanan yang prima baikdari teller
maupun customer servicenya. Selama melakukan transaksi, Cici Jessica merasa puas
terhadap pelayanannya. Pelayanan yang diberikan mereka berupa sikap yang ramah, dan
sabar dalam menghadapi nasabah. Sikap senyum pada nasabah selalu diberikan secara
maksimal bahkan pada kondisi antrian yang sudah panjang tetapitetap memberikan
pelayanan terbaik. Selain itu BCA juga memiliki kecepatan dalam proses transaksi
sehingga waktu menunggu tidak terlalu lama yang menyebabkan kejenuhan pada nasabah.
Sejauh ini Cici Jessica belum mendapatkan hambatan dalam melakukan transaksi di
BCAKatamso. Kedekatan antara nasabah menjadi faktor utama dalam memaksimalkan
pelayanan. Kedekatan yang sudah terbangun semakin menambah keakraban antara Cici
(44)
transaksi Cici Jessica dan teller bisa berbincang-bincangdan tertawa kecil.Kondisi seperti
ini bisa melupakan sejenak tentang antrian yang panjang sehingga kejenuhan menunggu
bisa hilang.
Di lain sisi, Cici Jessica tidak pernah memilih-milih untuk dilayani para karyawan
BCA. Beliau mengatakan tidak ada pengaruh satu teller dengan teller yang lainnya, karena
sebelum diterima jadi karyawan pastinya mereka sudah dilatih. Seluruh karyawan yang ada
di BC Cabang Katamso sama-sama memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi
khususnya dalam bidang pelayanang. Cici Jessica juga tidak setuju dengan dengan adanya
persepsi yang mengatakan kalau etnis tionghoa lebih percaya kepada sesama etnisnya. Cici
Jessica memandangnya lebih kepada kesamaan kedudukan, tidak ada pembedaan antara
Etnis Tionghoa dan Pribumi dalam hal pelayanan di BCA Cabang Katamso
5.1.6 Abdullah Siregar (Nasabah Prioritas)
Bapak Abdullah Siregar biasanya dikenal dengan sebutan Bang Ucok oleh
karyawan-karyawan BCAKatamso dan salah satu nasabah BCA yang beretnis pribumi.
Bang ucok sudah 20 tahun menjadi nasabah BCA Cabang Katamso. Awalnya menjadi
nasabah BCA karena Bang Ucok merupakan kaki tangannya Dahlia yang merupakan
nasabah prioritas di BCAKatamso. Segala bentuk transaksi yang mengatasnamakan Dahlia
di BCAKatamso adalah kuasanya Bang Ucok karena beliau adalah penerima kuasa dari
Dahlia. Bentuk surat kuasa yang ada merupakan surat kuasa yang sifatnya permanen.
Selama menggunakan jasa BCA, Bang ucok tidak pernah mendapatkan hambatan
khususnyaproses transaksi.Pelayanan yang diberikan teller maupun customer service
katamso pun dinilai sangat memuaskan. Setiap harinya Bang ucok melakukan transaksi di
(45)
pertama,pagi pukul 8.30 WIB selalu transaksi kliring, pemindahan BCA, dan giro
BCA.Kedatangan kedua, siang pukul 12.00 WIB kembali lagi ke BCA Katamso untuk
transaksi selanjutnya. Kejadian yang unik adalah beliau menitipkan slip setoran kepada
karyawan, padahal kalau nasabah lain tidak akan melakukan tindakan yang sama.
Ketika Bang Ucok diminta pendapatnya tentang pernyataan bahwa Etnis Tionghoa
akan lebih percaya kepada sesama etnisnya, ditolak olehnya. Beliau menganggap bahwa
Indonesia terbentuk karena banyak suku dan etnis. Jadi, bagi siapa yang masih berpikiran
seperti itu maka harus diberi pencerahan karena seluruh manusia Indonesia tinggal dalam
satu kawasan, yaitu Indonesia. Di satu sisi, Bang ucok juga menghimbau kepada pegawai
BCA, ketika sedang jam kerja maka gunakanlah Bahasa Indonesia tanpa terkecuali
5.1.7 Suwandi (Nasabah BIZZ)
Salah satu nasabah yang termasuk kedalam produk BIZZ BCA adalah Bapak
Suwandi. Bapak yang berumur 33 tahun ini sudah memiliki keluarga dan dikaruniai 2 orang
anak dan merupakan nasabah beretnis tionghoa. Ko Suwandi memiliki usaha grosir kertas
(seperti kertas hvs, a4, dll) dan kantornya tepat diseberang kantor BCA Katamso. Ko
Suwandi memilih untuk menjadi nasabah BIZZ karena ditawarkan oleh Pak Susanto
(mantan Kepala Pimpinan Operasional di BCA Katamso) karena bisa lebih mudah, terlebih
dalam hal mengantri. Ada counter khusus di lantai 2 yang melayani prioritas dan juga
melayani nasabah bizz.
Ko Suwandi sudah 5 tahun menjadi nasabah di BCA Katamso yang sebelumnya
pernah menjadi nasabah BCA di Kota Binjai dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun.
Alasan Ko Suwandi memilih BCA Katamso karena jarak dari tempat beliau bekerja
(46)
pelayanan yang diberikan BCA Katamso sudah sangat bagus, terlebih kepada proses
transaksi yang cepat dan dipermudah juga. Salah satu bentuk nyatanya adalah disaat Ko
Suwandi sibuk dan tidak bisa ke bank maka proses transaksi seperti pindah buku,
dititipkan ke abang beliau (Ko Suyanto) untuk melakukan transaksi. Selama menjadi
nasabah BCA, Ko Suwandi belum pernah mendapatkan hambatan..
5.1.8 Erwinsyah Hasibuan (Nasabah Reguler)
Bapak Erwinsyah sudah 5 tahun menjadi nasabah BCA. Usaha yang sedang digeluti
oleh Bapak Erwinsyah adalah usaha toko parfum ‘Florean’. Adapun gerai yang dimiliki
Bapak Erwinsyah berada di Jalan Halat, Jalan Dokter Mansyur, dan Pajus Karona. Selain
itu Bapak Erwinsyah bekerja sama dengan temannya untuk berusaha parfum, hanya saja
temannya tersebut mengambil barang ke Pak Erwinsyah sendiri. Bapak Erwinsyah memilih
BCA sebagai tempat penyimpanannya dan melakukan proses transaksi karena hampir
semua pelanggan-pelanggan Bapak Erwinsyah maupun supplier tempat pengambilan
parfumnya menggunakan produk BCA. Bapak Erwinsyah percaya terhadap bca karena
baginya bca itu bank besar.
Menurut pengakuan Bapak Erwinsyah dalam pelayanannya terhadap nasabah, BCA
sangat bagus, keseluruhan kegiata pekerjaan dilakukan dengan cepat dan dipermudah.
Sebagai contoh, Bapak Erwinsyah sering menggunakan internet banking untuk melakukan
proses transaksi dan kinerjanya tergolong cepat. Alasan Bapak Erwinsyah sering
melakukan transaksi di BCA Katamso karena lebih dekat dari rumah dan tempat usaha
yakni toko parfumnya. Dari segi pelayanan, Bapak Erwinsyah mengatakan bahwa ada
perubahan dan sekarang sudah jauh lebih bagus dibandingkan yang sebelumnya.
(47)
sekarang hubungan tersebut sudah terbangun. Dampaknya adalah Bapak Erwinsyah tetap
konsisten untuk menggunakan jasa BCA Cabang Katamso.
Dilain sisi, Bapak Erwinsyah menganggap bahwa persepsi yang mengatakan Etnis
Tionghoa lebih percaya terhadap sesama etnisnya dianggap wajar saja. Alasaan keterikatan
emosional menjadi pemicu utamanya dalam menjalin kedekatan tersebut. Sama halnya
dengan sesama warga Batak bertemu dengan warga Batak lainnya, otomatis akan lebih
mempercayainya dibandingkan etnis diluar mereka. Hal itu ditunjukkan dengan
penggunaan bahasa, sikap berteman, dan lain-lain.
5.1.9 Bapak Senjaya Limtan (Pimpinan cabang katamso)
Bapak Senjaya Limtan sudah menduduki posisi sebagai pimpinan cabang pembantu
selama 10 tahun, dimulai dari tahun 2004. Pertama sekali masuk ke BCA,Bapak Koksen
sebagai panggilan akrabnya menjabat sebagai seksi giro diawali tahun 1991, yang mana
mengurus specimen giro, ngecek giro.Sebelumnya pengecekan specimen maupun ceker
giro bukan dilakukan oleh teller melainkan di seksi giro.Selama berada di seksi giro Pak
Koksen sudahmenduduki jabatan tersebut selama 1 tahun 8 bulan. Setelah itu, diangkat
menjadi autoresetner setara dengan kepala bagian yang sekarang seperti Head Teller atau
KPO (Kepala Pelayanan Operasional). Dari tahun 2001 hingga tahun 2002 Pak Koksen
menjabat sebagai wakil pimpinan BCABukit Barisan. Pada tahun itu BCABukit Barisan
masih menjadi kantor cabang pembantu, tetapi sudah berlevel kelas A yang mana di
didalam structural kantor cabang besar jadi memiliki wakil pimpinan. Dari tahun 2002
hingga 2004, Bapak Koksen pindah kebagian marketing. Dari 2004 hingga 2009 menjadi
pimpinan kantor cabang pembantu BCA di Jalan Surabaya, 2009 hingga 2012 menjadi
pimpinan kantor cabang pembantu BCA di Jalan Sumatera, dari tahun 2012 hingga
(48)
Pak Koksen sendiri menilai pelayanan yang dilakukan oleh karyawan-karyawan nya
terhadap nasabah sudah berjalan sebagaimana mestinya.Dari tolak ukurnya BCA Cabang
Katamso dinilai oleh GALLUP (tim penilaian eksternal) sebagai kelompok terbaik untuk
servis pelayanan. Pak Koksen melihat engagement yang dilakukan teller maupun customer
service di katamso sangat bagus sekali, ketika nasabah datang langsung dilayani. Begitu
juga dengan sikap di back office,nasabah dianggap sebagai kawan.Menurut Bapak Koksen
melihat nasabah yang beragam-ragam etnis merupakan suatu tantangan bagi dirinya. BCA
Cabang Katamso memiliki nasabah yang beragam etnisnya, ada Tionghoa, Batak, Jawa,
India, dan lain-lain. Beragamnya nasabah tersebut, beliau tidak pernah membeda-bedakan
pelayanan terhadap nasabahnya, bahkan ada nasabah yang tidak kooperatifjuga dilayani.
Bapak Koksen dalam hal ini jelas menginstruksikan kepada seluruh jajaran karyawan
katamso untuk tidak membeda-bedakan nasabah berdasarkan etnis. Baginya, kalau
inginmemberikan pelayanan yang bagus, maka kita sendiri tidak boleh membeda-bedakan
nasabah.
Salah satu strategi untuk menarik nasabah ataupun mendekatkan diri kepada
nasabah, Bapak Koksen memakai tema dengan suasana hari-hari besar keagamaan seperti
Hari Raya Idul Fitri.Bapak Koksenmenyususndaftarnama-nama nasabah yang
merayakannya dan mengundang mereka untuk makan bersama dan menghabiskan waktu
bersama. Begitu juga dengan hari besar Natal, bagi yang merayakannya diundang untuk
makan bersama, begitu juga pada saat perayaan Imlek. Nasabah yang diundang bukan
hanya nasabah prioritas saja akan tetapi nasabah reguler juga diundang sehingga hubungan
dengan nasabah semakin terbangun. Kemudian Bapak Koksen juga menekankan pada
servis pelayanan agar jangan terlalu lama dalam berproses sehingga nasabah tidak
(49)
Ketika ditanya mengenai penggunaan bahasa Hokkian yang sering digunakan antara
karyawan dan nasabah yang beretnis tionghoa , Bapak Koksen mengatakan kalaupelayanan
diusahakan harus menggunakan Bahasa Indonesia, akan tetapi apabila nasabah Tionghoa
itu tetap menggunakan Bahasa Hokkian maka pihak bank sebagai orang tionghoa juga tetap
melayaninya dengan bahasa yang sama.Pada ummnya, bagi sesama tionghoa lebih mudah
menggunakan bahasa Hokkian dalam bahasa sehari-hariterlebih kepada penggunaan jasa
perbankan, bahkan untuk menyampaikan sesuatu dengan menggunakanBahasa Indonesia
sulit dan harus diutarakan dalam Bahasa Hokkian. Bapak Koksen berpendapat, penggunaan
Bahasa Hokkian di institusi resmi seperti BCA dikarenakan faktor kebiasaan ketika etnis
Tionghoa bertemu dengan sesamanya dan semua etnis juga akan melakukan hal yang sama.
Bapak Koksen mengatakan bahwa nama besar BCAmerupakan keunggulan bagi
jajaran karyawannya dan sampai saat ini masyarakat percaya terhadap BCA. Pelayanan
yang dilakuka di BCAKatamso sudah sesuai prosedur sebagaimana melayani nasabah
dengan tulus. Terutama terhadap customer serviceBapak Koksen selalu menginformasikan
untuk selalu mem-follow up nasabah yang memberikan keluhan agar masalah nasabah
selesai. Apabila ada pengaduandari nasabah harus didengar, diterima, dan diselesaikan
bukan menghindar. Hasil dari pengaduan nasabah nantinya akan bersifat positif bagi
perkembangan BCA. Selain itu, bapak Koksen selalu menekankan harus mampu menjalin
keakrabandengan sesama karyawan dan nasabah
Pandangan tentang esensi lembaga keuangan jika dikaitkan denngan etnisitas
menurut Bapak Koksen tidak ada perbedaan terhadap etnis mana aja. Sebagai contoh,saat
ini BCA Katamso membina dan mengelola dana dari hajjah-hajjah dan nilainya sangat
besar. Berdasarkan komposisinya, nasabah BCA Katamso tidak seluruhnyaberetnis
(50)
Koksentidak bisa mentolerir hal-hal seperti ituuntuk keprofesionalan kerja dan loyalitas kita
terhadap nasabah.
5.1.10 Ibu Mery Gono (Head Teller)
IbuMery merupakan karyawan BCA yang menjabat sebagai kepala teller di
BCAKatamso. Wanita kelahiran 9 Mei 1972 ini mulai masuk BCA sejak tahun 1996. Awal
karirnya dimulai dari staff Valas (Valuta Asing), kemudian menjadi staff BO (back office)
bagian eksport import, lalu menjabat sebagai sekretaris kepala kanwil X (BCA
Diponegoro), kemudian bagian kartu kredit, lalu menjadi CSO (Customer Service),setelah
itu menjadi KABAG (KepalaBagian) CSO, kemudian menjabat KPO(Kepala Pendukung
Operasional) dan di tahun 2010 menjadi Head Teller di BCAKatamso.
Ci Mery sebagai panggilan akrabnya, melihat pelayanan yang dilakukan oleh team
teller, baik itu dari dirinya sendiri maupun anak-anak teller sudah sesuai standartnya BCA.
Beliau mengatakan bahwa dirinya dalam bekerja juga sesuai dengan prosedur nya BCA.
Dalam hal bekerja juga Ci Mery mengutamakan penampilan bagi dirinya maupun
anak-anak teller nya. Karena sebagai frontliner hal tersebut yang pertama sekali dilihat oleh
nasabah, dimana penampilan itu sangat penting, harus bersih, rapi, dan dengan make-up
yang sesuai standarnya BCA. Dalam hal melayani nasabah,Ci Mery mengatakan tidak
pernah membeda-bedakan nasabah, baik itu etnis tionghoa maupu pribumi. Bisa dilihat
bahwa di kantor ini bukan hanya kedua etnis itu saja yang menjadi nasabah,etnis India,
malaysia bahkan warga negara asing pun ada yang menjadi nasabah BCAdan semua
mendapat pelayanan sebagaimanan mestinya.
Dibagian teller kita juga melakukan briefing sekali sebulan.Hal itu dilakukan guna
(51)
dan peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan yang diberikan kepada nasabah harus adil,
tidak ada perbedaan, dan juga komitmen yang diberikan BCA kepada nasabah. Apabila
nasabah tidak bertransaksi dengan BCA, sifat selalu menyapa dengan senyuman dan
kata-kata sapaan seperti: apa kabar nya pak? Atau sudah makan pak?, tetap diterapkan,
sehinggan nasabah merasa diperhatikan.
Di lingkup karyawan,Ci Mery tidak pernah membeda-bedakan porsi pekerjaan,
apabila salah dalam menjalankan pekerjaan akan mendapatkan teguran dibatas pekerjaan.
Selain itu beliau juga mengingatkan tentang team work diantara lingkungan teller,
contohnya saja soal makan siang, apabila kita melihat nasabah yang sangat ramai, Ci mery
mempercepat waktu jam istirahatnyauntuk membantu sesama rekannya.
5.1.11 Christin Simamora (CSO/Customer Service)
Christin merupakan karyawan BCA Cabang Katamso Medan yang beretnis pribumi.
Christin bergabung di BCA sudah 1 tahun lebih yang diawali pada bulan Januari 2013.
Christin mengakui bahwa pelayanan yang diberikannya kepada nasabah sudah sepenuh
hati, menerima semua keinginan dan kebutuhan yang diperlukan oleh nasabah.Christin
sendiri paham dengan tata nilai BCA yang mana mengutamakan SMART yakni, Sigap,
Menarik, Antusias, Ramah dan Teliti.
Sejauh ini pelayanan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur BCA tetapi
terkadang prosedur dikesampingkan ketika ada nasabah yang benar-benar membutuhkan
bantuan, contohnya saja dalam hal mengganti buku, terkadang ada nasabah yang masih
bertransaksi di teller dan buku tabungannya habis, kemudian pejabat BCAnya sendiri yang
datang ke customer service untuk mengganti buku tabungan tersebut walaupun ada nasabah
(1)
Munculnya integrasi nasional dikarenakan seimbangnya antara komponen historis, politis, sosial budaya, interaksi dan ekonomi yang sangat dinamis. Meningkatnya kesamaan dalam elemen sosiall budaya, seperti penggunaan bahasa yang sama, dapat membawa kepada terangkatnya perbedaan lain seperti agama, gaya hidup atau status sosial. Meningkatnya integrasi di satu level bisa mengurangi kohesi di level lainnya. Menguatnya kesadaran etnik seringkali terjadi diantara etnik yang berbeda namun tinggal berdekatan di daerah perkotaan. Perbedaan antara kaya dan miskin juga membawa sharp relief dalam konteks perkotaan sehingga dengan mudah menyulut ketidakpuasan sebagai kekuatan disintegrative (Wirutomo, 2012: 69).
Bangsa Indonesia dapat dikatakan sebagai social nation, yaitu bangsa yang berasal dari beragam kelompok etnik. Dalam memahami bangsa Indonesia, harus ada pembatas jelas antara urusa kebangsaan dengan etniknya karena karakteristik suatu bangsa adalah adanya pembatasan bentuk dan fungsi institusi negara. Jika dilihat dari relasi horizontal antar kelompok, baik secara etnik maupun lokalitas, masih terjadi pertentangan dan pada tingkat tertentu bersifat konfliktual
(2)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Beberapa temuan yang terjadi di BCA khususnya dalam hal pelayanan terhadap nasabah yaitu :
1. Terjadinya perbedaan pelayanan antara etnis Tionghoa dengan pribumi seperti bertransaksi tanpa KTP bisa dilaksananakan, penggunaan Bahasa Hokkian antara sesama etnis dan dalam pertemanan
2. Walalaupun BCA Cabang Katamso mayoritas karyawannya beretnis Tionghoa, rasa kekeluargaan tetap terjaga hanya saja kondisi di Divisi CSO kurang memiliki kebersamaan. Berdasarkan hasil wawancara bahwa penggunaan bahasa dan pertemanan sangat kental dengan nuansa ke-Tionghoa-annya.
3. Orang-orang etnis Tionghoa akan diberi kemudahan dalam hal transaksi keuangan seperti melakukan pinjaman dana. Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang diluar etnis Tionghoa yang mengalami kesulitan peminjaman dana.
(3)
4. Kepercayaan yang dibangun melalui budaya korporat BCA menjadi pedoman dasar untuk meyakinkan nasabah bahwa BCA akan terus memberikan pelayanan utama kepada nasabah.
6.2 SARAN
1. Pembiaran terhadap pelayanan satu pihak akan menimbulkan kecemburuan sosial antar nasbah, ditambah lagi dengan adanya histori etnis tertentu. Pembiaran ini seharusnya jangan diperluas lagi dengan beberapa perilaku diluar prosedur pelayanan.
2. Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dengan nasabah terus digalakkan ketika nasabah menggunakan bahasa daerahnya. Alasan tersebut karena BCA adalah institusi resmi dimana bahasa yang digunakan adalah bahasa yang resmi yaitu Bahasa Indonesia.
3. Budaya korporat yang sudah diinternalisasikan kepada seluruh karyawan diharapkan menjadi pedoman dalam melayani nasabah. Pedoman itu nantinya akan membentuk ataupun meraih kepercayaan dari masyarakat khususnya nasabah BCA sendiri dalam penggunaan produk perbankan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Agusyanto, Ruddy, 2007, Jaringan Sosial Dalam Organisasi, Jakarta: Rajawali Press
BCA Learning Centre. 2008. Teller Bakti Tahap Dasar 1. Medan. Group BCA
BCA Learning Centre. 2013. CSO Bakti Tahap Dasar I. Medan. Group BCA
BCA Learning Centre. 2013. CSO Bakti Tahap Dasar II. Medan. Group BCA
Bungin, H.M.Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Faruk, dkk. 2000. Perlawanan atas Diskriminasi Rasial-Etnik. Magelang: Yayasan Indonesia Tera
Fukuyama, Francis. 2002. Trust : Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran.
Yogyakarta: Qalam
Horton, Paul. B. dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi. Terjemahan oleh Aminuddin dan Tita.Jakarta : Erlangga
Johns, Ted. Tanpa Tahun. Pelayanan Pelanggan Yang Sempurna. Terjemahan oleh Kristina Wasiyati. 2003. Yogyakarta: Kunci Ilmu
Kasmir. 2008. Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana
(5)
Liem, Dr. Yusiu. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina. Jakarta : Penerbit Djambatan
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: Gramedia
Moleong, Lexi.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Narwoko, J. Dwi.,Suyanto, Bagong, 2004, Sosiologi: Teks Pengantar dan terapan, Jakarta: Prenada Media
Nasikun, 2000, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: Rajawali Press
Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sastradipoera, Komaruddin. 2004. Strategi Manajemen Bisnis perbankan : Konsep dan Implementasi Untuk Bersaing. Bandung: Kappa-Sigma
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Suryadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta. Pustaka LP3ES
Suyanto,Bagong. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta. Kencana
Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta. Ghalia Indonesi
Wirutomo, Paulus.2012. Sistem Sosial Indonesia.Jakarta: UI Press
Sumber Internet :
Hidayat, Rachmat. 2009. Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan NasabahTerhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Mandiri. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol 11, No.1 (59-72), (Online),
Poerwanto, Hari. 2006. Hubungan Antar Suku-Bangsa Dan Golongan Serta Masalah Integrasi Nasional. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, (Online),
Revika, Erida. 2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina Dengan Pribumi Di Kota Medan Sumatera Utara. Harmoni Sosial, (Online), Vol. 1, No. 1,
(6)
Siburian, Robert. 2010. Etnis Cina Di Indonesia Fakta Komunikasi Antar Budaya.
(Online),
diakses pada tanggal 20 Januari 2013)
Simamora, Elisabeth. R. 2007. Kepuasan Nasabah Untuk Meningkatkan Loyalitas Nasabah. Tesis (S-2). Semarang: Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro