63
5.2.3 Analisis Strategi Pelayanan Bagi Nasabah di BCA Cabang Katamso
Seperti yang sudah dipaparkan diatas, keseluruhan karyawan BCA menjalankan standar layanan BCA untuk melayani nasabah. Walaupun nasabah BCA terdiri dari
beragam macam suku dan etnis, tidak menjadikan satu etnis untuk diprioritaskan dalam hal pelayanan perbankan. Isu bahwa etnis Tionghoa akan diberi kemudahan dalam bertransaksi
di BCA memang benar adanya tetapi dilakukan secara sembunyi dan dalam kondisi tertentu saja. Walaupun praktik seperti ini melanggar standar layanan nasabah, tetapi di satu sisi
praktik seperti ini justru membantu nasabah dalam bertransaksi, seperti penggunaan bahasa. Sedikit menjelaskan bahwa bukan hanya sesama Etnis Tionghoa saja yang menggunakan
bahasa Hokkian, tetapi semua suku yang ada di Indonesia juga akan berperilaku yang sama, seperti suku jawa bertemudengan suku jawa akan berbahasa jawa, sesama suku batak akan
berbahasa batak, dan lain-lain. Jadi, isu-isu bahasa yang semakin menyudutkan Etnis Tionghoa tidaklah benar jika dikatakan secara mutlak. Sentimen-sentimen dari histori yang
sudah ada memberikan kontribusi paling besar dalam isu-isu yang berkembang di masyarakat.
Bahasa yang digunakan di dalam institusi resmi haruslah berbahasa Indonesia khususnya institusi perbankan. Begitu juga yang terjadi di BCA Cabang Katamso bahwa
bahasa yang digunakan haruslah Bahasa Indonesia. Tetapi, pada praktiknya penggunaan Bahasa Hokkian sering terdengar dalam komunikasi antara sesama karyawan dan antara
karyawan dengan nasabah. Salah satu karyawan mengatakan kalau penggunaan Bahasa Hokkian bukan suatu tindakan untuk mengeksklusifkan diri atau mengidentitaskan diri
bahwa “kami” adalah etnis Tionghoa. Alasan lain adalah untuk mempermudah komunikasi
Universitas Sumatera Utara
64
antar etnis Tionghoa khususnya dengan nasabah yang sudah lanjut usia dan sedikit bermasalah dengan pengetahuan Bahasa Indonesianya.
Di satu sisi, penggunaan Bahasa Hokkian juga berdampak negatif yaitu menciptakan kelompok-kelompok tertentu didalam institusi. Kelompok ini terdiri dari
orang-orang yang beretnis Tionghoa dan pastinya menggunakan Bahasa Hokkian. Karyawan yang beretnis pribumi tidak memahami penggunaan bahasa seperti itu, artinya
komunikasi yang terjadi hanya bagi yang memahami Bahasa Hokkian saja. Jika kondisi ini terus berlanjut maka bukan tidak mungkin akan menciptakan kesenjangan diantara orang-
orang Tionghoa dengan orang-orang pribumi, baik itu hubungannya sesama karyawan dan karyawan dengan nasabah.
Selain itu strategi yang digunakan adalah menjalin kedekatan antara karyawan dan para nasabah. Aturan main seperti ini tidak dituliskan atau dibakukan secara tertulis,
melainkan karena pengalaman dari Bapak Senjaya Limtan sebagai Kepala Cabang bahwa menjalin kedekatan dengan nasabah sangat berarti bagi perkembangan bank. Ketika
kedekatan sudah terjalin antara nasabah dengan keluarga BCA maka kepuasan dalam bertransaksi segera dirasakan juga oleh nasabah dan hal ini juga lah yang membuat nasabah
tetap setia menggunakan jasa BCA. Beberapa sikap standar layanan yang dimiliki oleh BCA memiliki tujuan yang
positif bagi nasabah karena nasabah adalah aset paling berharga bagi dunia perbankan. Di dalam dunia perbankan, nasabah diberi kebebasan untuk mencari tahu informasi tentang
produk dan pelayanan selanjutnya. Kesiapan dari para karyawan juga diperlukan sehingga pelayanan yang diberikan lebih maksimal. Ketika nasabah mau memberikan keluhannya
dikarenakan pelayanan yang diterima tidak sesuai, hal itu dikarenakan nasabah masih peduli terhadap bank tersebut. Sikap nasabah ini harus diberikan apresiasi karena dengan
Universitas Sumatera Utara
65
adanya keluhan dari nasabah akan beerdampak positif kepada pihak bank sendiri yaitu menjadi perbaikan kedepannya.
Kepuasan layanan yang diterima oleh nasabah menjadi buah manis yang diharapkan oleh seluruh bank. Beberapa standar layanan teller dan CSO yang dimuat oleh BCA
memegang peranan penting tersebut. Kaitannya dengan penelitian ini adalah standar layanan yang dimiliki harus diberikan kepada seluruh nasabah yang tidak didasarkan
kepada faktor tertentu. Elemen-elemen yang sudah disebutkan diatas dari attitude bahwa nasabah yang datang ke pihak bank harus dilayani sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil
temuan di lapangan adalah tidak secara keseluruhan standar layanan khususnya elemen dari attitude dilaksanakan. Perbedaan-perbedaan pelayanan bagi nasabah masih sering terjadi
misalnya transaksi tidak membawa KTP dan selalu mendatangi kepala cabang ketika tidak diurus perpanjangan transaksinya.
Sejauh ini, standar layanan yang diberikan oleh petuhas bank masih dikategorikan bagus oleh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada Ibu Lina Wijaya
yang mengatakan bahwa : Sejauh ini pelayanan yang saya dapatkan masih bagus dan sesuai
dengan prosedur khususnya pelayanan di Cabang Katamso. Seluruh karyawannya cepat dalam bekerja, transaksi saya juga cepat diproses.
Tetapi, tidak semua cabang BCA sama modelnya dengan BC Katamso khususnya pelayanan. Intinya saya puas denga pelayanan
yang diberikan Sumber: Wawancara pada tanggal 10 Januari 2014.
Begitu juga dengan yang dikatakan oleh Bapak Albert Irtanto yang mengatakan : Salah satu alasan saya memilih BCA adalah proses transaksinya yang
cepat sehingga saya tidak harus menunggu lama. Selain itu, karyawannya juga ramah-ramah kepada nasabah. Karena hampir
setiap hari saya datang ke BCA, seluruh karyawan sudah saya kenal dan hal itu juga lah yang membuat saya betah menggunakan jasa
BCA Sumber: Wawancara pada tanggal 11 Januari 2014.
Universitas Sumatera Utara
66
Dari kedua pendapat diatas, bahwa pelayanan yang diberikan oleh BCA masih dianggap positif oleh nasabahnya. Nasabah menganggap bahwa kemudahan-kemudahan
dalam bertransaksi menjadi faktor utama nasabah dalam memilih bank. Dengan berpatok kepada standar layanan yang sudah dibakukan, karyawan terus menjaga integritasnya dalam
memberikan pelayanan terhadap nasabah. Standar layanan yang diberikan oleh BCA kepada nasabahnya tidak lain halnya
dengan konsep budaya korporat. Budaya korporat sendiri merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambunga, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah
di tetapkan Moeljono, 2003: 21. Berdasarkan defenisi diatas, bahwa budaya korporat bisa menjadi ciri khas tersendiri dari perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya. Adanya
budaya korporat dijadikan sebagai pedoman bagi karyawan yang harus dipatuhi dan sifatnya yang mengikat.
Selain sebagai pembeda dari perusahaan lainnya, fungsi budaya korporat dijadikan sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan
organisasi berupa ketentuan-ketentuanatau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Hal itu juga berfungsi sebagai kontrol sosial atas perilaku para
karyawan Moeljono, 2003: 22. Berdasarkan penjabaran fungsi korporat diiatas, bahwa budaya korporat berfungsi sebagai kontrol sosial bagi anggota organisasinya. Kaitannya
dengan penelitian ini adalah budaya korporat BCA yaitu SMART yang dijadikan sebagai standar layanan untu dijadikan alat kontrol bagi karyawannya. Mengingat nasabah yang
dimiliki oleh BCA beragam etnis maka standar layanan yang disusun juga harus bisa bebas
Universitas Sumatera Utara
67
nilai. Kebebasan nilai ini diharapkan bahwa setiap nasabah mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan bank tanpa didasarkan etnis tertentu.
Di lain sisi, seperti yang dibahas dalam bukunya Fukuyama 2002 yaitu :
“Sebuah perusahaan yang sudah terorganisasi secara komunal seperti perusahaan-perusahaan Jerman pada pertengahan 1920-an tidak akan
menekankan pembedaan status dan memungkinkan tingkat mobilitas karier yang tinggi dari jabatan kerah-biru ke jabatan kerah-putih.”
Di dalam perusahaan perbankan, khususnya BCA Cabang Katamso Medan , tidak ditemukan adanya pembedaan status khususnya berdasarkan etnisitas baik dari lini
karyawan maupun nasabah. Menurut kondisi situasi ekonomi di Jerman pada masa itu, pembedaan status tidak ditekankan dalam operasional perusahaan. Mereka menganggap
bahwa dengan adanya pembedaan status akan membuat kesenjangan sosial antara pihak kerah-putih dan kerah-biru yang mengarah kepada ketidakefisiensian kinerja perusahaan.
Salah satu bentuk dari peniadaan pembedaan status tersebut dengan adanya pembekalan keterampilan bagi karyawan kerah-biru. Kegiatan ini memungkinkan adanya mobilitas
karier bagi mereka dengan model kerjasama tim. Kerja sama tim yang diusung memiliki kecenderungan untuk merubah posisi karyawan ke tempat kerja yang berbeda sehingga
pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh pekerja yang satu dapat dikerjakan oleh pekerja yang lain.
Untuk menjalankan itu semua, kepercayaan yang dibentuk melalui interaksi langsung sangat diperlukan agar kerja sama tim yang terbentuk dapat bertahan. Seperti
yang sudah dijelaskan oleh Bapak Senjaya Limtan bahwa kepercayaan memang menjadi modal penting bagi perkembangan pelayanan BCA. Pernyataan dari Bapak Limtan juga
Universitas Sumatera Utara
68
diperkuat dengan pernyataan dari Ibu Mery Gono yang mengatakan kalau kepercayaan antar teller sudah terbangun. Hal itu ditunjukkan dengan menggantikan posisi kerja ketika
salah satu karyawan tidak bisa hadir ataupun sedang makan siang. Hal seperti inilah yang sering terjadi khususnya di bagian teller.
Gambar 1.3 Bagan Strategi Pelayanan di BCA Cabang Katamso
BANK
CSO TELLER
BACK OFFICE MUTU PELAYANAN
SMART 1. SIGAP
2. MENARIK 3. RAMAH
4. ANTUSIAS 5.TELITI
TATA NILAI
1. Fokus pada nasabah 2. Integritas
3. Kerjasama tim 4. Berusaha mencapai
yang terbaik Membangun
kedekatan dengan nasabah seperti
penggunaan bahasa Hokkian, sedikit
candaan, penggunaan bahasa yang tidak
terlalu kaku
Universitas Sumatera Utara
69
5.2.4 Analisis Pelayanan Dari Empat Asas Kepuasan Pelanggan