54
dengan  hal  tersebut,  Patmonodewo  2003:  115  mengungkapkan  bahwa  balok merupakan alat permainan yang bersifat konstruksi karena dapat mengembangkan
kreativitas  dengan  menyusun  suatu  bentuk  tertentu,  baik  dengan  contoh  atau dengan  kreasi  anak.  Sedangkan  Suyadi  2010:  286  balok  merupakan  salah  satu
alat permainan edukatif APE yang berkembang pesat dan sesuai perkembangan zaman  yang  mengikuti  jejak  pengembangan  APE  Montessori  dan  Peabody  oleh
Departemen  Pendidikan  dan  Kebudayaan  sub  Direktorat  Pendidikan  Taman Kanak-kanak.  Dari  beberapa  pendapat  tersebut,  dapat  disimpulkan  bahwa  balok
merupakan  alat  permainan  kayu  yang  bersifat  konstruksi  karena  dapat  melatih anak untuk berkreasi dan mengasah kreativitas untuk menyusun suatu bentuk serta
membantu anak untuk memahami bentuk 3 dimensi dan konsep matematika.
2. Kemampuan Anak Bermain Balok
Menurut  S.Patmonodewo  2003:  115  pada  tahap  permulaan  bermain balok,  anak  hanya  menggunakan  balok  dalam  jumlah  dan  ruangan  terbatas.
Namun  setelah  kemampuannya  berkembang,  anak  bermain  balok  dengan melakukan elaborasi dengan bentuk bangunan yang dibuat. Semakin berkembang
kemampuan  anak  dalam  bermain  balok,  maka  semakin  banyak  juga  ide,  jumlah balok,  bentuk    balok    dan  ruang  yang  digunakan.    Pada  tahapan  pertama,  anak
berjalan  sambil  membawa  balok  di  tangannya.  Selanjutnya  pada  tahapan  kedua, balok  akan  diletakkan  dalam  susunan  ke  atas  seperti  menara.  Namun  terkadang
anak  juga  menyusun  balok  secara  memanjang  ke  samping,  berdampingan,  atau berjejer. Pada tahap ini anak terlihat mampu untuk menata balok-balok pada satu
garis  yang  sama.  Setelah  itu  anak  akan  mulai  membuat  jembatan  yaitu  dengan
55
meletakkan  dua  balok  dengan  sedikit  terpisah,  kemudian  meletakkan  satu  balok lagi  diantara  kedua  balok  tersebut.  Setelah  itu  anak  mampu  meyusun  balok
dengan  berbagai  variasi,  membuat  pola;  menyusun  balok-balok  dengan keseimbangan  yang  baik  agar  hasil  bangunan  yang  disusun  tidak  mudah  roboh.
Pada  tahap  terakhir  anak  akan  menyusun  balok  sesuai  dengan  kehidupan  realita yaitu  bangunan-bangunan  yang  pernah  dijumpai  anak.    Misalnya:  sekolah,  kota
dengan jalan-jalan, lapangan terbang, dan lain-lain Santrock 2007:  217 memaparkan bahwa pada  usia 5 tahun, anak tidak
lagi tertarik untuk membagun sebuah menara, melainkan rumah atau gereja yang lengkap  dengan  menaranya.  Sementara  itu,  Novita  Sari  Wardoyo  2014:  5
menyatakan  bahwa  anak  usia  5  tahun  sudah  dapat  memunculkan  ide-ide  akan dibuat  apa  balok  yang  dijumpainya.  Ketika  membangun  balok,  anak  melakukan
peniruan  terhadap  apa  yang  dilihatnya  dalam  keseharian  ditambah  dengan imajinasi  dan  kreasinya  sendiri.  Senada  dengan  hal  tersebut  menurut
Moeslichatoen 2004: 24 dalam Fadilah 2014: 4 pada saat bermain balok anak- anak  bebas  mengeluarkan  dan  menggunakan  imajinasi  serta  keinginannya  untuk
menemukan ide agar dapat bermain dengan kreatif. Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada usia 5-6 tahun, anak dapat menyusun balok dengan
membuat bangunan-bangunan yang sering dijumpai anak  pada kehidupan sehari- hari seperti rumah, sekolah, lapangan terbang dan kota dengan jalan-jalan. Anak
juga mulai memahami konsep urutan, ukuran, kesamaan warna, kesamaan bentuk, dan keseimbangan bangunan. Selain itu, kreatifitas anak juga mulai terasah.
56
E. Kerangka Berpikir