25
c. Ibnu Maskawaih mengatakan: Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkan lebih lama.
d. Abu Bakar Jabir Al-Jaziri mengatakan: Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan
buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.
22
e. Sedangkan akhlak menurut Imam Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
atau dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
23
Dari beberapa definisi tersebut di atas, penulis menarik definisi lain bahwa akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan
jiwanya. Maka gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak karena gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.
Perbuatan akhlak khususnya akhlak yang baik adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseoarang yang melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan
perbuatan akhlak. Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu
yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua
aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
24
4. Macam-Macam Akhlak
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang siddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan
22
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, Jakart a: Kalam M ulia, 2009, h. 3-4.
23
Ahm ad M ust afa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pust aka Setia, 1997, cet . Ke-1, h. 12.
24
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 6-7.
26
sifat syaitan dan orang-orang yang tercela. Maka pada dasarnya, akhlak itu menjadi dua macam jenis:
a. Akhlak baik atau terpuji Al-Akhlaqu Al-Mahmudah, yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
b. Akhlak buruk atau tercela Al-Akhlaqu Al-Madhmumah, yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
Dalam pembahasan ini, penulis membatasi hanya meninjau akhlak baik dan buruk terhadap Tuhan dan terhadap manusia dan tidak sampai
membahas akhlak baik dan buruk terhadap makhluk di luar manusia. Maka berikut ini, dapat diuraikan sebagai berikut :
a Akhlak baik, meliputi antara lain: 1. Bertaubat Al-Taubah, yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan
buruk yang pernah dilakukan dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.
Seperti firman Allah:
Dan diantara mereka ada orang yang Telah berikrar kepada Allah: Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada
kami, Pastilah kami akan bersedekah dan Pastilah kami termasuk orang- orang yang saleh. QS. At-Taubah [9]:75.
2. Bersabar Al-Sabru, yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar
itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksudkannya adalah
sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri dengan sikap menerima dan ikhlas, bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan.
27
Seperti firman Allah:
“Kecuali orang-orang yang sabar terhadap bencana, dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang
besar.”QS. Hud [11] :11.
3. Bersyukur Al-Shukru, yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT kepadanya, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi
nikmat, yaitu Allah SWT. Seperti firman Allah:
“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur.”QS. Al-Baqarah [2]: 52.
4. Rasa persaudaraan Al-Ikha’, yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan
batin dengannya. 5. Memberi nasehat An-Nasihah, yaitu suatu upaya untuk memberi
petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan, baik ketika orang yang dinasehati telah melakukan hal-hal
yang buruk, maupun belum. 6. Memberi pertolongan An-Nashru, yaitu suatu upaya untuk membantu
orang lain, agar tidak mengalami suatu kesulitan.
28
7. Sopan santun Al-Hilmu, yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain, sehinnga dalam perkataan dan perbuatannya selalu
mengandung adab kesopanan yang mulia. 8. Ikhlas Al-Ikhlas, yaitu sikap menjauhkan diri dari riya’ menunjuk-
nunjukkan kepada orang lain ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih apabila dikerjakan dengan
ikhlas.
25
Seperti Firma Allah:
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud melakukan perbuatan itu dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud melakukan pula dengan
wanita itu
andaikata Dia
tidak melihat
tanda dari
Tuhannya.Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-
hamba Kami yang terpilih.” QS. Yusuf [12] : 24.
9. Jujur dan dapat dipercaya Al-Amanah, yaitu sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu, rahasia, atau lainnya
yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
10. Pemaaf Al-Afwu, artinya manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. Maka apabila orang berbuat sesuatu terhadap diri seseorang yang karena
25
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, Jakart a: Kalam M ulia, 2009, h.10-15.
29
khilaf atau salah, maka patutlah dipakai sifat lemah lembut sebagai rahmat Allah terhadapnya, maafkanlah kekhilafan atau kesalahannya,
janganlah mendendam serta mohonkanlah ampun kepada Allah untuknya, semoga ia surut dari langkahnya yang salah, lalu belaku baik
di masa depan sampai akhir hayatnya.
26
b Akhlak buruk, yang meliputi antara lain: 1. Takabbur Al-Kibru, yaitu suatu sikap yang menyombongkan diri,
sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya.
2. Musyrik, yaitu suatu sikap yang mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggap bahwa ada suatu makhluk
yang menyamai kekuasaan-Nya. 3. Munafiq, yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan
dengan kemauam hatinya dalam kehidupan beragama. 4. Boros atau berfoya-foya Al-Israf, yaitu perbuatan yang selalu
melampaui batas-batas ketentuan agama. Tuhan melarang bersikap boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak
perekonomian manusia, merusak hubungan sosial, serta merusak diri sendiri.
5. Mudah marah, yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan prilaku yang tidak
menyenangkan orang lain. 6. Mengadu-adu, An-Namimah, yaitu suatu perilaku yang suka
memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan sosial kedunya rusak.
7. Mengumpat Al-Ghibah, yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
26
M . Yat imin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakart a: Amzah, 2008, h. 13.
30
8. Kikir Al-Bukhlu, yaitu suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
9. Berbuat aniaya Al-Zulmu, yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materil maupaun non-materil. Dan ada juga yang
mengatakan, bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain, termasuk perbuatan zalim.
10. Iri hati atau dengki, yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa
hilang sama sekali.
27
11. Egoistis ananiyah, artinya manusia hidup tidaklah menyendiri, tetapi berada di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Ia harus yakin jika
hasil perbuatan baik, masyarakat turut mengecap hasilnya, tetapi jika akibat perbuatannya buruk masyarakatpun turut pula menderita.
Sebaliknya orang tiada patut hanya bekerja untuk dirinya, tanpa memperhatikan tuntutan masyarakat, sebab kebutuhan-kebutuhan
manusia tiada dapat dihasilkan sendiri. Ia sangan memerlukan bantuan orang lain dan pertolongan dari anggota masyarakat. Sifat egoistis tidak
diperdulikan orang lain, sahabatnya tidak banyak dan ini berarti mempersempit langkahnya sendiri di dunia yang luas ini.
12. Pendusta atau pembohong Al-Kadzab, artinya sifat mengada-ada sesuatu yang sebenarnya tidak ada, dengan maksud untuk merendahkan
seseorang. Kadang-kadang ia sendiri yang sengaja berdusta. Orang seperti ini setiap perkataannya tidak dipercayai orang lain. Di dunia ia
akan memperoleh derita dan di akhirat ia akan menerima siksa.
28
27
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, Jakart a: Kalam M ulia, 2009, h.29-34.
28
M . Yat imin Abdullah, St udi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakart a: Amzah, 2008.h.14- 15.
31
5. Kebutuhan Anak Terhadap Pendidikan Akidah-Akhlak