Menyimpulkan Pikiran, Pendapat, dan Gagasan dari Narasumber
Pelajaran 9 Pariwisata
197
3. Kemungkinan ke arah tersebut makin menggejala karena kota-kota besar di Indonesia tidak memiliki aturan hukum
kuat yang mengatur sanksi bagi mereka yang jelas-jelas merusak nilai sejarah sebuah bangunan atau kawasan.
4. SK wali kota kurang berarti, peraturan daerah perda yang mengatur sanksi masih dalam konsep, dan bahkan UU No.
51992 sangat lemah praktiknya di lapangan. 5. Poin-poin penting dalam mempertahankan bangunan cagar
budaya, termasuk detail alasan sebuah bangunan atau kawasan dapat ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya,
telah dituliskan dalam undang-undang.
6. Kemampuan memadukan nilai-nilai sejarah dalam kekinian merupakan ide yang sangat brilian. Betapa tidak, kota-kota
di negara-negara maju di berbagai belahan dunia mampu menyuguhkan eksotisme kekinian dari benda-benda cagar
budaya yang berusia ratusan tahun.
7. Komitmen kuat yang tertransfer dengan baik dalam setiap pemegang kebijakan kota menjadi jalan keluarnya.
Kesimpulan mengenai pikiran, pendapat, dan gagasan dari narasumber di atas dapat kalian kemukakan kembali secara tertulis,
sebagaimana berikut. Pembangunan kota menuju kota metropolitan atau
megapolitan, di sisi lain telah membuktikan sebagai ancaman bagi berdirinya bangunan atau kawasan yang telah ditetapkan
sebagai cagar budaya. Kemungkinan ke arah tersebut makin menggejala karena kota-kota besar di Indonesia tidak memiliki
aturan hukum kuat yang mengatur sanksi bagi mereka yang jelas-jelas merusak nilai sejarah sebuah bangunan atau kawas-
an. Padahal, mereka tidak sadar bahwa kemampuan memadu- kan nilai-nilai sejarah dalam kekinian merupakan ide yang sangat
brilian. Betapa tidak, kota-kota di negara-negara maju di ber- bagai belahan dunia mampu menyuguhkan eksotisme kekinian
dari benda-benda cagar budaya yang berusia ratusan tahun.
Selain mampu menampilkan ciri khas dan sejarah kota itu sendiri, ternyata benda-benda cagar budaya mampu
mendatangkan keuntungan lain yang mengalir dalam jangka panjang dari meningkatnya kunjungan wisata sejarah sebuah
kota. Untuk itu, perlu adanya komitmen kuat yang tertransfer dengan baik dalam setiap pemegang kebijakan kota.
Persoalannya, sejauh mana kesadaran ini menjadi kesadaran kolektif, baik birokrat maupun masyarakat. Selain itu, perlu
juga konsistensi penegakan hukum.
Selintas Makna
Wawancara merupakan salah satu teknik tanya-
jawab dengan seseorang pejabat, tokoh, dan
sebagainya yang diperlukan untuk
dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai
suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar,
disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada
layar televisi. Tanya- jawab tersebut dapat
dilakukan oleh direksi kepala personalia atau
kepala humas perusahaan dengan
pelamar pekerjaan; tanya-jawab peneliti
dengan narasumber.
Bingkai Bahasa
Pada teks wawancara terdapat banyak kata
berimbuhan ke--an. Beberapa makna
imbuhan ke--an di antaranya menyatakan:
1. tempat – kecamatan
– kelurahan 2. terlalu
– kebesaran – kesempitan
3. bersifat – keadilan
– kemanusiaan 4. mengalamimenderita
terkena – keracunan
– kemalaman 5. agak
– kemerahan – kehijauan
6. mirip – kekanak-kanakan
Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1
198
Uji Kemampuan 1
Simaklah petikan wawancara berikut
Wawancara dengan Kepala Balai TNBT Wilayah Riau, Ir. Moh. Haryono, M. Si.
Ada anekdot yang menyatakan bahwa Bukit Tigapuluh telah menjadi Bukit
Duapuluh Delapan karena berkurang dua. Tanggapan Anda?
Bukit Tigapuluh tidak berkurang sedikit pun. Masih seperti biasa. Menurut legenda,
nama Bukit Tigapuluh diambil dari nama salah satu bukit yang ada di perbatasan Riau-
Jambi. Untuk dapat mencapai puncak bukit tersebut, harus menempuh lima belas bukit
dari Riau dan Lima belas bukit dari Jambi. Namun, secara fisik jumlah bukitnya lebih
dari tiga puluh. Apabila dilihat di peta Sumatra, Bukit Tigapuluh ini berada dalam
kawasan perbukitan curam di tengah ham- paran dataran rendah sebelah timur Sumatra
yang terpisah sama sekali dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan.
Namun, ada juga yang mengatakan Bukit Tigapuluh berasal dari bukit tiga jurai,
karena letaknya diapit tiga sungai besar, yaitu Sungai Batang Gansal, Sungai Batang Cinaku,
dan DAS Batanghari di Provinsi Jambi.
Bagaimana dengan potensi alam dan nilai ekowisatanya?
Dilihat dari segi biologi, keaneka- ragaman hayatinya cukup tinggi. Mulai dari
flora-fauna hingga hutan hujan dataran rendah. Menurut penelitian, hutan hujan di
sini salah satu yang terbaik di Sumatra. Sementara untuk jenis satwa lindung, seperti
harimau dan tumbuhan
Raflesia hasseltii atau Cendawan Muka Rimau, hanya ada di sini.
Secara geofisik, Taman Nasional ini meru- pakan hamparan perbukitan yang layak dibu-
didayakan. Karena itu, apabila tidak dijadi- kan kawasan nasional, maka harus menjadi
kawasan yang dilindungi.
Berkaitan dengan pemanfaatan potensi, telah dilakukan berdasarkan konsep
Pemanfaatan Lestari. Pemanfaatan Lestari yaitu pemanfaatan yang benar-benar berguna
dan diizinkan melalui hasil hutan nonkayu. Rotan, jernang, buah, dan madu, misalnya
yang telah dimanfaatkan masyarakat tradisional. Begitu juga ekowisata. Kita telah
memberlakukan tiket masuk untuk lokasi wisata yang kini terus ditata, dikembangkan,
dan dipromosikan. Termasuk melalui leaflet, buklet, CD film, internet, hingga pameran
di Jakarta. Hal ini sengaja dilakukan, mengingat masih belum banyak masyarakat
yang mengetahui keberadaan Taman Nasional ini. Bahkan penduduk Provinsi Riau sekali-
pun.
Secara signifikan, bentuk TNBT tidaklah kompak. Apakah memang seperti itu?
Idealnya, bentuk kawasan konservasi itu kompak, baik lingkaran atau segi empat.
Tentunya dengan luasan yang besar dan batas luar yang kecil atau kelilingnya yang kecil.
Awalnya, saat diusulkan menjadi Taman Nasional, luasan itu sekitar 250 ribu ha
dengan bentuk kompak. Apabila dilihat di peta, kawasan ini terdiri atas hutan dengan
kondisi topografi yang bagus, tinggi, dan curam. Namun, saat itu sebagian kawasan
hutan dikelola oleh HPH dengan berbagai kepentingan di sana. Akhirnya, Taman
Nasional sekarang adalah gabungan dua hutan lindung Jambi dan Riau
plus beberapa hutan produksi di sekitarnya yang memungkinkan
menjadi Taman Nasional. Nah, luasan itulah yang dapat ditetapkan, meskipun secara fisik
di luar dan di dalam layak ditetapkan.
Ada upaya maksimal untuk menjadi- kannya ideal, sebut saja rasionalisasi?
Tentu ada. Usaha rasionalisasi sebenar- nya telah dirintis KKI Warsi. Apabila awalnya
berkutat di Tebo, kini melebar ke Provinsi Riau. Targetnya, Teluk Keritang di eks-HPH
PT Dalex yang potensinya cukup bagus dan tidak ada aktivitas pengelolaan hutan di sana.
Kegiatan ini telah mendapat dukungan pemerintah setempat Jambi dan telah
digulirkan ke pusat. Terakhir, pusat masih menunggu rekomendasi Gubernur Jambi.
Pelajaran 9 Pariwisata
199
Dalam rasionalisasi ini, pihak balai taman sangat mendukung, karena selain
bentuknya bertambah kompak. Maka itu, potensi yang sebelumnya ada di luar
kawasan, akan ada kewenangan pihak balai untuk mengelolanya secara hukum.
Anda tidak resah dengan reaksi masyarakat apabila rasionalisasi terwujud?
Apa yang masyarakat dapatkan? Rasionalisasi harus dilakukan bertahap
melalui skala prioritas, seperti lokasi yang baik, hutannya eks-HPH dan tidak dikelola
lagi, serta jauh dan tidak ada hunian masyara- kat. Inilah prioritas utama dengan risiko mini-
mal. Tentunya, masyarakat sekitar kawasan
masih dapat menggantungkan hidupnya dari hasil hutan nonkayu. Jadi, mereka masih
dapat memanfaatkan buah, getah, jernang, dan hasil lainnya untuk jangka panjang.
Permasalahan sekarang, mereka diiming-iming pihak luar untuk menebang
kayu guna mendapatkan hasil yang lebih cepat. Ataupun, ikut menebang karena takut
kehabisan. Padahal, ketika timbul kerusakan, mereka tidak dapat memanfaatkan hutan lagi.
Sumber: www.warsi.or.id, 2006, dengan
pengubahan
Kerjakanlah sesuai dengan perintah di buku tugasmu
1. Tuliskan gagasan dari narasumber yang terdapat dalam
wawancara yang kalian simak 2.
Apakah kesimpulan isi wawancara tersebut? 3.
Tulislah kesimpulan mengenai gagasan narasumber dalam wawancara tersebut
4. Diskusikan hasil kerjamu bersama teman-temanmu