Menjelaskan Hubungan Latar Suatu Cerpen dengan Realitas Sosial

Pelajaran 10 Perdagangan 227 Beberapa hal menarik yang berkaitan dengan realitas kehi- dupan nyata di sekitar kita dari cerpen “Sayuran” di antaranya berikut. a. Tema tanggung jawab kepala keluarga yang besar. Tokoh Sumirat merupakan seorang kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. b. Tokoh Sumirat memiliki semangat kerja yang tinggi, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya dan memikirkan masa depan keluarganya, terutama anaknya. Selain itu, tokoh Sumirat memiliki ketekunan, kesabaran, dan keuletan. Semua itu adalah untuk keluarganya. Hingga tokoh Sumirat tidak mampu menolak keinginan-keinginan anaknya, meskipun usahanya hancur. c. Latar tempat pasar dan rumah. Tempat ini merupakan tempat yang digunakan untuk mencari uang demi menghidupi keluarganya. Latar waktu dan suasana mengingatkan kita pada sebuah desa yang sunyi, pagi yang cerah, dan tanamannya yang subur. Uji Kemampuan 2 Bacalah kutipan cerpen “Ah, Jakarta” berikut Kedatangannya pada suatu malam di rumahku memang mengejutkan. Sudah lama aku tidak melihatnya. Lama sekali, mungkin tiga tahun atau lebih. Selama itu aku hanya mengetahui keadaannya lewat cerita teman yang sering melihatnya di Jakarta. Dari cerita teman itulah aku mengerti bagaimana kehidupannya di Ibu Kota. Bahwa dia tak lagi menjadi sopir sebuah keluarga di Jalan Cim Menteng. Tidak juga berkumpul dengan orang tuanya di Lampung. Dia sudah lain. Malam itu dia datang. Jalannya terpin- cang-pincang. Lima jari kaki kanannya luka. Perbannya sudah kumal. Maka pertama-tama aku membantunya mengganti perban itu. Baru kemudian aku mengajaknya mengobrol. Hati-hati sebab wajah temanku itu jelas gelap. “Aku mau lihat koran kemarin atau hari ini,” pintanya. “Ada apa?” Ah, Jakarta “Nanti aku ceritakan.” “Ceritakan dulu. Kamu harus memulai pertemuan ini dengan keterbukaan. Ingat siapa aku dan siapa kamu.” Matanya menatapku sebentar. Lalu menunduk. Lehernya kelihatan kecil. Masih ada sisa kebagusan wajahnya yang kukenal sejak kami masih anak-anak. Dia mulai cerita. Sedan yang disewanya menabrak tiang listrik di Jalan Matraman. Tiga temannya tidak bisa bangun, mungkin mati. Dia duduk di jok belakang ketika itu. Karena bekas sopir, dia tahu suasana kritis dalam kendaraan. Ketika mobil mulai gontai karena slip, dia meringkuk seperti trenggiling. Benturan dengan tiang listrik terasa begitu hebat. Tidak ada secuil pun dia cedera. Luka di kaki karena tergores kaca belakang ketika dia berusaha lolos keluar. Orang-orang berdatangan. Dan dia menyelinap lalu menjauh. Dia tidak Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 228 mungkin lama di situ. Di dalam mobilnya ada golok, ada gunting kawat buat melumpuhkan kunci gembok sebesar apa pun, dan ada clurit. “Kami baru berang- kat operasi.” “Oh, jadi begitulah kamu sekarang. Mengapa?” “Ah, Jakarta.” “Ya, tapi mengapa justru kamu?” “Ah. Mana koran kemarin?” Kuberikan koran yang diminta, dibukanya langsung halaman ketiga. Tidak ada. Diambilnya koran hari berikutnya. Ada. Dia membaca dengan kening berkerut. Lalu koran itu dilemparkannya kepadaku. “Ini baca sendiri.” Dia tidak bohong. Apa yang telah diceritakannya termuat sepenuhnya. Dadaku menyesak. Di hadapanku kini duduk seorang karib yang pasti buronan. Aku langsung teringat konsekuensi hukum bagi orang yang menyimpan oknum yang sedang dicari polisi. Tapi detik itu juga kuputuskan, menerima karibku seperti biasa. Aku tak ingin kehi- langan rasa persahabatan. Tidak ingin menyi- lakannya pergi, apalagi melaporkannya kepada ketua RT. Kami bertatapan. Aku tahu dia sedang menyidik sikapku, apakah kedatangannya tidak membuatku susah. Sedangkan aku melihatnya untuk melihat masa lampau ketika aku dan dia sama-sama telanjang bulat dan berlarian di pematang sawah. Kami suka mencari telur burung hanyaman, membalut- nya dengan tanah lempung kemudian membakarnya. Enak, tak ubahnya seperti telur rebus. Kami suka menyelam di lubuk mencari udang batu. Membenamnya dalam pasir panas di tepi kali, sampai warnanya jadi me- rah, kemudian mengunyahnya. Enak, gurih, dan manis. Ah, ya. Kami suka mencari belut dalam suatu permainan yang kami namakan rebut pati. Bila seekor belut keluar, kami akan mem- perebutkannya. Kami akan bergulat, adu ke- tangkasan di atas lum- pur. Siapa yang mener- kam belut itu harus se- cepat mungkin memu- kulnya sampai mati. Bila masih terlihat gerakan- nya, permainan harus berlanjut. Acapkali belut itu berpindah-pindah tangan beberapa kali sebelum dia benar-benar mati. Dan karibku yang buronan itu licik. Dulu dia selalu menggigit belutnya agar tidak ada yang bisa merebutnya lagi. Mulut yang penuh lumpur dan belut berdarah di antara giginya. Bagaimana pula aku harus melupakan kenangan itu. “Nah, silakan mandi. Kamu harus menginap di sini,” kataku. Dia menatapku. Sinar matanya berbicara banyak. Rasanya akan terjadi suasana ce- ngeng. Maka aku segera tersenyum, bahkan tertawa. “Nanti dulu. Aku masih payah. Kita ngobrol dulu.” Istriku keluar membawa kopi dan re- bus pisang ambon dan nangka. Dia minum dan makan lahap. Ah, aku salah. Mestinya aku memberinya makan lebih dulu. Kukira dia lapar. Sayang, terlambat. “Untung kamu tidak mati seperti tiga temanmu itu.” “Sudah mati, ya matilah. Aku hanya teringat yang masih hidup.” “Siapa? Anak dan istrimu?” “Ah, kenapa mereka. Istriku sudah pulang ke rumah orang tuanya.” “Cerai?” “Dia mengangguk.” “Anakmu?” “Mereka bersama ibunya. Aku tak perlu susah-susah mengingatnya karena mereka aman. Tetapi si Jabri.” “Jabri?” Pelajaran 10 Perdagangan 229 “Dia yang kusewa mobilnya. Mobil majikannya maksudku. Kasihan, dia harus menghadapi tuntutan ganti rugi. Kasihan dia. Soalnya dia langganan dan temanku yang baik.” ... Tengah malam ketika karibku itu sudah nyenyak dalam kamar yang kusediakan, istriku bertanya banyak tentang dia. “Dia anak sini asli, teman sepermainan- ku dulu.” “Ceritanya mengesankan. Gila ya?” “Seperti yang kamu dengar sendiri.” “Nah, awas kamu. Aku tidak ingin ada bangkai manusia yang pernah menginap di rumah ini. Kau tahu orang-orang macam dia yang kini mayatnya tercampak di mana- mana?” Aku menutup mata dengan bantal. Istri- ku masih nyerocos. Tetapi akhirnya dia me- ngalah, diam setelah berkali-kali mendesah panjang. Pagi-pagi setelah subuh, kubuka pintu kamar karibku. Dia sudah lenyap. Hanya ada tulisan di atas bekas bungkus rokok: “Terima kasih. Aku segera pergi supaya tidak mere- potkan kamu.” Entahlah, sejak saat itu aku jadi senang pergi ke pasar. Di depan pasar kecil di kotaku yang kecil ada terminal colt. Berita pertama tentang penemuan mayat kebanyakan berasal dari terminal itu. Bila ada berita aku segera mengeceknya. Aku sungguh berharap setiap kali melihat mayat, maka dia bukan mayat karibku. Moga-moga dia sudah kembali ke Jakarta, bersembunyi di sana atau tempat lain. Mudah-mudahan dia sudah menyerahkan diri secara baik-baik dan diadili secara baik pula. Dalam seminggu sudah banyak mayat yang kuperiksa. Syukur tak satu pun ternyata mayat karibku. Tapi akhirnya yang kukha- watirkan tak urung terjadi juga. Karibku mengapung di belokan Kali Serayu di bawah jalan raya. Dia sudah mengembung, wajahnya tak karuan. Puluhan orang yang berkerumun tak seorang pun mengenalinya. Akupun nyaris demikian pula bila tidak karena simpul perban di kaki karibku. Ah, Jakarta. Ucap karibku terngiang kembali. “Ini mayat karibku,” kataku kepada dua orang polisi yang sedang mencatat-catat. Keduanya terbelalak. Orang-orang pun terbelalak. “Betul?” tanya polisi. “Ya, Pak.” “Nah, siapa namanya?” Kusebut nama seenak perutku. Kuberi alamat di Jakarta sekenanya. ... Lama aku berdiri bingung tak tahu harus berbuat apa. Mayat karibku teronggok hanya dengan cawat Casanova. Ah, Jakarta. Ucapan itu lagi- lagi terngiang. Aku masih bingung. Bila bukan karena sebuah tempurung yang tergeletak di tempat itu, mungkin aku masih diam. Tetapi karena tempurung itu, aku bisa berbuat sesuatu. Mayat karibku kusirami. Aku memandikannya. Lalat beterbangan. Kemu- dian dengan tempurung itu pula aku menggali pasir membujur ke utara. Dia kutarik dan kumasukkan ke dalam lubang pasir sedalam lutut. Kusembahyangkan kemudian kumi- ringkan ke barat. Daun-daun jati kututupkan, lalu pasir kutimbunkan. Sebuah batu sebesar kepala kubuat nisan. Ketika kutinggalkan tepian Kali Serayu yang berjarak dua puluh kilometer dari rumahku itu, ternyata ada beberapa orang yang menonton. Dua di antaranya adalah anak pencari rumput. Entahlah. Boleh jadi mereka heran ada orang yang berani berterus terang mengaku karib seorang gali, mengurus mayatnya dengan lengkap mesti bersahaja. Sepeda motor yang kupacu berbunyi, ah Jakarta. Mengapa bila diucapkan dengan tekanan tertentu kata-kata itu menampakkan sisi compang-camping dan berlepotan. Karibku ikut berlepotan. Dan kini aku tidak berguna menyalahkannya. Apalagi sebentar lagi Kali Serayu akan banjir. Kuburan karibku akan tersapu air bah. Belulangnya akan jadi antah berantah. Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 230 Sumber: Dok. Penerbit Jawablah soal-soal berikut dengan benar di buku tugasmu, kemudian lisankan 1. Jelaskanlah latar cerita pada cerpen di atas 2. Ungkapkanlah hal-hal yang berkaitan dengan latar cerita sebagai bukti bentuk latar yang kamu jelaskan 3. Tulislah nilai-nilai kehidupan dan amanat yang terkandung dalam kutipan cerpen tersebut 4. Tunjukkanlah bentuk penerapan nilai-nilai kehidupan pada kutipan cerpen dalam kehidupan realita di sekitarmu

C. Menemukan Informasi dari Tabel atau Dia- gram

Penyajian sebuah informasi tidak mutlak disampaikan dalam teks atau wacana yang berbentuk paragraf. Tabel, grafik, dan bagan merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi yang biasanya memuat hal yang berkaitan dengan angka, urutan atau tingkatan secara periodik, perbandingan, serta data-data dalam ruang lingkup dan waktu tertentu. Kemampuan membaca tabel atau diagram memang akan sangat membantu pemahaman kita terhadap informasi yang sedang kita baca. Tidak semua informasi disajikan dalam bentuk paragraf. Penggunaan tabel atau diagram terkadang sangat diperlukan untuk menyajikan data-data atau informasi yang berkaitan dengan perincian tertentu. Untuk mendapatkan kemampuan itu, diperlukan kemauan yang kuat dan konsentrasi yang sungguh-sungguh. Selain itu, diperlukan juga kejelian pengamatan terhadap tabel yang terpampang di dalam wacana. Kemampuan kalian akan makin baik jika disertai latihan yang konsisten. Tujuan Pembelajaran Tujuan belajar kalian adalah dapat menemukan informasi secara cepat dari tabel atau diagram yang dibaca dan menjelaskan isi tabel atau diagram. Jawablah soal-soal berikut secara lisan 1. Bacalah sebuah cerpen 2. Bagaimanakah latar yang terdapat di dalam cerpen tersebut? 3. Bagaimanakah keterkaitan antara latar yang terdapat di dalam cerpen tersebut dengan realitas kehidupan masa kini? TAGIHAN Pelajaran 10 Perdagangan 231 Bacalah wacana berikut dengan cermat Indahnya Bunga Hias Memiliki hobi merawat tanaman, dapat juga memberi penghasilan tambahan yang lumayan. Hal ini sudah dibuktikan oleh Bapak Sri Hartoyo dari Jalan Kukusan, Beji, Depok yang memiliki usaha jual beli tanaman hias. Sebagai langkah awal, kamu cukup membeli tanaman jadi yang sudah ditanam dalam pot. Selain langsung dijual, tanaman hias ini dapat juga diregenerasikan dengan cara dipecah dua atau dicangkok hingga tergandakan setelah empat bulan. Keterbatasan lahan dalam usaha ini, dapat disiasati dengan cara penanaman hidroponik. Tabel 10.1 Usaha tanaman hias ini sangat baik, jika berada di lokasi pinggir jalan utama. Apabila tidak, kamu perlu menambah sedikit usaha ekstra dalam melakukan promosi. Sumber: Ummi, Edisi khusus Desember 2004 Analisis Usaha Modal Awal Beli 400 pot tanaman hias jadi untuk diregenerasi 5.000 400 2.000.000,00 Beli pot kosong antara 1.000 – 5.000, rata-rata Rp 1.500 400 600.000,00 Membeli 5 karung pupuk untuk 400 pot 5.000 5 25.000,00 Alat-alat perawatan bunga 1 50.000,00 Total 2.675.000,00 Biaya Operasional Membeli pot 400 pcs, obat dan pupuk 5 karung 1 700.000,00 Listrik dan air 1 100.000,00 Pegawai perawat tanaman 2 600.000,00 Total 1.400.000,00 Pemasukan Rata-rata menjual 20 pot sehari 7.000 selama 30 hari 600 4.200.000,00 Keuntungan Total pemasukan – total biaya 2.800.000,00 Berdasarkan wacana di atas kalian dapat menyimpulkan adanya dua model informasi yang hendak disampaikan. Informasi pertama berasal dari wacana yang berupa paragraf, yaitu hobi tanaman hias sebagai upaya menambah penghasilan. Informasi kedua terdapat pada tabel yang tercantum, yaitu uraian mengenai usaha berkaitan dengan biaya modal, operasional, hingga ke- untungan yang didapatkan. Sumber: Dok. Penerbit Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 232 Apabila mengalami kesulitan dalam membaca sebuah tabel atau diagram, kalian dapat bertanya kepada teman atau guru kalian, untuk mendapatkan kejelasan dan ketepatan informasi yang terkandung. Pertanyaan-pertanyaan terhadap isi tabel atau dia- gram dapat kalian gunakan untuk menguji pemahaman kalian terhadap isi tabel atau diagram. Berkenaan dengan wacana di atas, beberapa pertanyaan untuk memperjelas informasi dapat kalian kemukakan sebagaimana contoh berikut. 1. Berapakah modal yang diperlukan untuk dapat memulai usaha tanaman hias? 2. Bagaimanakah rincian keperluan modal awal untuk usaha ini? 3. Bagaimanakah rincian pengeluaran biaya operasionalnya? 4. Mengapa harus membeli tanaman hias yang sudah jadi sebagai modal awal? 5. Berapa banyak keperluan pegawai yang menjaga dan merawat tanaman hias ini? Jelaskan 6. Berapa banyak keperlukan pupuk untuk menjaga dan merawat agar tanaman hias ini tetap segar? Jelaskan 7. Berapa besar dana yang dikeluarkan untuk biaya listrik dan air? Jelaskan 8. Berapa rata-rata penjualan minimal dalam sehari agar usaha ini tidak merugi dengan harga pot Rp7.000,00? Jelaskan 9. Berapa total keuntungan jika dalam sehari hanya mampu menjual 15 pot Rp10.000,00? 10. Berapa dana cadangan yang diperlukan apabila regenerasi tanaman hias ini memerlukan waktu 4 bulan? Jelaskan Selain bentuk pertanyaan, pemahaman kalian terhadap se- buah tabel atau diagram dapat diketahui dengan cara menarasikan isi tabel atau diagram. Untuk dapat menarasikan tabel, diperlukan kejelian dalam pengamatan atas informasi yang disampaikan melalui tabel. Agar lebih lengkap, dalam menarasikan tabel perlu juga kalian sertakan acuan lain atau pengamatan secara langsung di lapangan. Dengan demikian, akan diperoleh setidaknya gambaran abstrak tentang peluang dan jenis usaha yang dimaksudkan dalam tabel tersebut. Berangkat dari hal itulah, kita dapat membuat bentuk narasinya. Berikut ini adalah contoh hasil narasi dari tabel di atas. Sumber: Indonesian Heritage 4 Sumber: Indonesian Heritage 4