Menceritakan Kembali Cerita Anak
Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1
16
Sumber: Dok. Penerbit
Oleh karena itu, mereka mengajukan permohonan supaya mereka menjadi anjing.
Dan sebagaimana keinginan sebelumnya, keinginan mereka dikabulkan.
Ketika anjing jadi-jadian itu mendekati gadis-gadis yang sedang menumbuk padi,
mereka dipukul dengan alu dan keduanya diusir. Mereka berpikir bahwa menjadi
manusia pastilah sangat menguntungkan dan menyenangkan. Kali ini pun keinginan mereka
dipenuhi.
Setelah menjadi manusia, keduanya dipanggil oleh kepala desa untuk melakukan
berbagai tugas berat. Kekecewaan mereka semakin menjadi. Dalam waktu singkat,
mereka telah menjadi punggawa raja. Ke- duanya bertugas menyampaikan titah Raja
siang dan malam. Bahkan mereka sengaja dibangunkan dari tidur lelap mereka untuk
menunaikan tugas dari sang Raja.
Tentunya kedua punggawa itu berpikir betapa menyenangkan jika menjadi Pangeran
dan Putri, karena tak ada yang berani me- merintah mereka. Dan jadilah mereka Pa-
ngeran dan Putri. Tetapi ternyata mereka hidup dalam kecemasan, karena Pangeran dari
kerajaan seberang menyerang kerajaan mereka. Dan mereka terus-menerus dikecam oleh
musuh.
“Aku sangat cemas bagaimana jika kita kalah. Jika itu terjadi, kita akan dikurung
dalam penjara dan harus mencari rumput untuk makanan kuda. Apa yang mesti kita
lakukan? Jika aku bisa menjadi Tuhan, kita tidak akan punya musuh dan akan menjadi
Maha Penguasa.”
Si istri menjawab sebagaimana biasa- nya, “Apa pun keinginanmu, Suamiku.”
Tetapi itulah tampaknya batas akhir permintaan mereka. Dalam sekejap, setelah
si suami mengucapkan keinginannya untuk menjadi Tuhan, suami dan istri itu kembali
menjadi selop seperti sediakala, berada di rak dapur tempat cerita mereka bermula.
Sumber: 21 Cerita Moral dari Negeri Dongeng, 2005
Sebelum kalian menceritakan kembali isi cerita tersebut, kalian dapat menuliskan pokok-pokok isi cerita tersebut. Pokok cerita
yang kalian tentukan dapat kalian sarikan dari setiap paragraf cerita. Perlu kalian ingat bahwa dalam menentukan pokok-pokok cerita,
kalian harus benar-benar menyarikan hal atau bagian yang sifatnya penting. Contoh pokok-pokok cerita dari cerita di atas dapat kalian
perhatikan sebagai berikut.
1. Tersebutlah kisah sepasang selop yang dikenakan oleh seorang pangeran. Jika tidak dipakai, mereka diletakkan
di rak dapur istana. Segerombolan tikus memelototi mereka seolah-olah ingin memangsa kedua selop itu.
2. Suatu hari sepasang selop berbincang-bincang persis seperti suami istri. Selop suami berkata kepada istrinya bahwa
mungkinkah mereka berubah menjadi tikus. Karena doanya kepada Tuhan, mereka berubah menjadi tikus.
3. Saat menjadi tikus sekalipun, mereka merasa tidak aman karena diawasi oleh kucing. Akhirnya mereka ingin menjadi
kucing.
Pelajaran 1 Peristiwa
17
4. Saat menjadi kucing, mereka merasa menjadi incaran anjing. Karena permohonannya dikabulkan, mereka
menjadi anjing. Ketika menjadi anjing, mereka berpikir bahwa menjadi manusia pastilah sangat menguntungkan
dan menyenangkan.
5. Setelah menjadi manusia, mereka terbebani untuk melakukan berbagai tugas berat. Kekecewaan mereka
makin menjadi ketika menjadi punggawa raja. Lalu mereka ingin menjadi Pangeran dan Putri. Mereka pun tetap merasa
hidup dalam kecemasan.
6. Mereka lalu ingin menjadi Tuhan. Namun, itu justru menjadi batas akhir permintaan mereka. Dalam sekejap, mereka
kembali menjadi selop seperti sediakala, berada di rak dapur tempat cerita mereka bermula.
Berdasarkan pokok-pokok cerita di atas, kalian dapat menyampaikan kembali menjadi sebuah cerita. Cerita yang kalian
sampaikan dapat dengan bahasa kalian sendiri. Hal yang perlu kalian ingat saat menyampaikan kembali cerita adalah keutuhan
dan urutan jalan cerita. Keutuhan urutan jalan cerita harus tetap terjaga. Contoh penceritaan kembali dari cerita Do’a Sepasang
Selop adalah berikut.
Pada zaman dulu, tersebutlah kisah sepasang selop yang dikenakan oleh seorang pangeran. Karena perasaannya, mereka
selalu merasa tidak aman dengan keadaan yang dialaminya. Mereka lalu ingin mengubah dirinya menjadi bentuk lain agar merasa aman
dan nyaman. Dari bentuk sepasang selop, mereka ingin berubah menjadi tikus, lalu ingin berubah lagi menjadi kucing, lalu menjadi
anjing, menjadi manusia, menjadi punggawa, dan kemudian menjadi Pangeran dan Putri.
Dalam setiap keadaannya, mereka selalu saja masih merasa tidak aman dan nyaman. Lalu pada akhirnya, mereka ingin menjadi
Tuhan agar dapat merasa aman dan nyaman. Namun, hal itu justru menjadi akhir dari segala perubahan mereka. Mereka tidak mungkin
menjadi Tuhan. Karena ketidakterimaannya, mereka kembali pada ujud semula, yaitu sepasang selop yang berada di rak dapur tempat
cerita mereka bermula.
Uji Kemampuan 3
Untuk menguji kemampuanmu berkenaan dengan menceritakan kembali sebuah cerita, bacalah cerita anak “Pengorbanan Seorang
Putri” dengan cermat. Setelah membacanya, coba kamu kerjakan perintah soal di bawahnya.
Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1
18 Pengorbanan Seorang Putri
Dahulu ada sepasang suami istri yang dikenal
dengan sebutan Pan Tu- wung Kuning dan Men
Tuwung Kuning. Pan adalah sebutan bagi seorang bapak
dan men adalah sebutan bagi seorang ibu. Karena
mereka hanya mempunyai satu anak perempuan
bernama Tuwung Kuning, maka suami istri itu disebut
Pan Tuwung Kuning dan Men Tuwung Kuning.
Pan Tuwung Kuning mempunyai kegemaran mengadu jago. Jumlah ayam
aduannya banyak sekali, sehingga memaksa istrinya untuk mengurus binatang peliharaan
suaminya itu. Setiap siang suaminya hanya mengadu jago dan setiap kali selalu kalah.
Hal ini membuat keadaan rumah tangga mereka menjadi kacau. Suasana menjadi tidak
tenteram akibat pertikaian suami istri.
Keadaan ini sukar diperbaiki, apalagi anak yang mereka idam-idamkan tidak
kunjung datang. Pada suatu hari, Pan Tuwung berkata
kepada istrinya, “Istriku, jika engkau mela- hirkan anak kelak dan ternyata anak kita laki-
laki pula, ia akan kujadikan penggantiku. Ia akan meneruskan pekerjaanku mengadu
ayam. Akan tetapi, jika anak kita itu perem- puan, ia akan kusembelih dan kujadikan
makanan ayam jagoku yang tersayang.”
Habis berkata demikian, hamillah istri- nya. Keadaan yang seharusnya mendatangkan
kegembiraan ini, justru menyebabkan istrinya menjadi sangat kuatir dan was-was. Ia takut
bahwa anak yang akan dilahirkannya seorang anak perempuan.
Setiap hari selama mengandung, Men Tuwung Kuning terus berdoa kepada para
Dewata agar anak yang dilahirkannya kelak adalah seorang anak laki-laki.
Namun, rupanya kehen- dak Dewata lain. Setelah tiba
waktunya, Men Tuwung Ku- ning melahirkan bayi perem-
puan yang manis.
Kebetulan Pan Tuwung Kuning sedang bepergian jauh.
Orang yang mendampingi Men Tuwung Kuning pada
waktu itu hanyalah ibunya.
“Bagaimana kalau bayi ini disembunyikan saja di
rumah saya?” kata ibu Men Tuwung Kuning. “Dengan cara itu, Pan Tuwung Kuning tidak
melihat anaknya ini.” “Saya setuju saja, Bu. Bawalah dan sem-
bunyikan dia di rumah Ibu,” jawab Men Tu- wung Kuning.
Bayi itu dibawa pergi ke rumah ibu Men Tuwung Kuning, sedangkan yang diberikan
kepada ayam jago kesayangan suaminya hanyalah ari-arinya.
Malam hari suaminya baru pulang. “Ba- gaimana? Anak kita laki-laki atau perempuan?”
“Perempuan,” jawab istrinya. “Di mana dia sekarang?“ sambung
suaminya. “Sudah kusembelih dan kuberikan
kepada ayam jagomu.” Mendengar jawaban ini, puaslah hati
suaminya. Namun, malam harinya ayam jago kesayangannya berkokok, “Plak plak Ku-
kuruyuk ... Men Tuwung Kuning punya anak perempuan, tetapi aku hanya diberi makan
ari-arinya saja.”
Ayam jago itu berkokok berulang-ulang. Mendengar itu, Pan Tuwung Kuning menjadi
sangat marah dan ingin membunuh istrinya. Akan tetapi sebelum niatnya dilaksanakan,
ia kembali mendengar kokok ayam jagonya.
“Plak plak Kukuruyuk ... Anak Men Tuwung Kuning disembunyikan di rumah
neneknya.”
Pelajaran 1 Peristiwa
19
Mendengar itu, Pan Tuwung Kuning benar-benar naik darah. Ia lalu memerintah-
kan istrinya agar membawa kembali putrinya dari rumah neneknya.
“Jika tidak engkau lakukan,” ancamnya kepada istrinya, “sebagai gantinya engkaulah
yang harus disembelih untuk makanan ayam jago kesayanganku.”
Keesokan harinya Men Tuwung Kuning pergi ke rumah ibunya. Setiba di sana
tercenganglah dia, karena didapati putrinya secara gaib telah menjadi seorang anak gadis
remaja yang cantik dan pandai menenun kain. Ketika Tuwung Kuning mengetahui ibunya
datang menjemputnya, ia berkata kepada ibunya, “Ibu, tunggu dulu sampai lusa, karena
aku sedang menenun kain untuk pembungkus jenazahku nanti”
Dengan perasaan yang luluh, Men Tuwung Kuning pulang dengan tangan
hampa. Setibanya di rumah, ia segera dimaki- maki suaminya yang sudah gelap mata.
Dua hari kemudian, dengan berat hati terpaksa Men Tuwung Kuning kembali
menjemput putrinya. Di depan putrinya, Men Tuwung Kuning berkata, “Wahai, putriku
Tuwung Kuning, cepat-cepatlah engkau menenun kain. Ayahmu sudah selesai
mengasah pedang dan mengasah parang untuk mencabut nyawamu.”
Tuwung Kuning menyambutnya dengan suara lembut, “Ibuku sayang, tunggulah dua
hari lagi agar aku dapat menyelesaikan sehelai selendang untuk bekal matiku.”
Dengan perasaan sedih Men Tuwung Kuning pulanglah. Setibanya di rumah, dia
langsung dimaki-maki oleh suaminya, sebab tidak berhasil membawa putrinya pulang.
Dua hari kemudian, pagi-pagi sekali, suaminya berangkat sendiri ke rumah
mertuanya. Ia membawa sebilah pedang yang telah diasah tajam-tajam. Setiba di rumah itu,
ia menjadi sangat tercegang karena melihat putrinya amat cantik, lagi pula pandai
menenun kain.
“Ayahku yang tercinta,” sambut Tu- wung Kuning melihat kedatangan ayahnya,
“Kini Ananda telah siap memenuhi keinginan Ayah, tetapi dengan syarat sebagai berikut:
Ayah harus membawa Ananda ke hutan. Setelah bertemu dengan pohon yang terbesar,
di situlah Ayah boleh mencabut nyawa Ananda.”
Sebelum berangkat, Tuwung Kuning mengenakan pakaian baru hasil tenunannya.
“Sekarang, berhentilah. Ini pohon besar itu,” demikian perintah ayahnya. Akan tetapi,
putrinya menolak. Katanya, “Ayah, Ananda tidak mau mati di sini. Pohon ini bukan yang
terbesar di hutan ini.”
Ayahnya menerima penolakan putrinya. Kini mereka pun meneruskan perjalanan
mereka sampai mereka menemukan batang pohon yang terbesar di dalam hutan itu.
“Nah, Ayah, saya sekarang sudah siap untuk mati,” kata Tuwung Kuning. “Tolong
ambilkan batang pisang untuk bantal Ananda.”
Permintaan putrinya itu segera dilaksa- nakan ayahnya. Setelah berbaring dengan ber-
bantalkan batang pisang, Tuwung Kuning ber- kata, “Ayah, sekarang sudah dapat dimulai.”
Dengan mata yang berapi-api, dihunus pedangnya untuk mulai menyembelih
putrinya. Tetapi, tiba-tiba tubuh putrinya lenyap dari pandangannya dan yang terkena
pedangnya hanyalah batang pisang itu.
Melihat kenyataan ini, segera timbullah penyesalannya dan ia pun menangis tersedu-
sedu. Sambil membawa potongan-potongan batang pisang, ia pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, ia bertobat kepada istri dan mertuanya. Potongan batang
pisang diberikan kepada ayamnya yang tersayang, tetapi ayamnya tidak mau makan.
Seketika itu, timbullah kekecewaan terhadap semua ayam jago aduannya. Semua
ayam kebanggaannya dibuang. Sejak itu, ia berjanji tidak akan berjudi dan mengadu ayam
lagi. Jelas, judi hanya menyengsarakan hidupnya hingga anak kandung sendiri
menjadi korban.
Sumber: 21 Cerita Moral dari Negeri Dongeng, 2005
Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1
20 Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar kalian adalah dapat
menuliskan pokok- pokok pengalaman
pribadi serta menuliskannya dalam
buku harian dengan bahasa yang menarik,
baik, dan benar.
Kerjakanlah perintah soal berikut dengan cermat dan teliti di buku tugasmu
1. Tuliskanlah tema dari cerita di atas
2. Tuliskanlah pokok-pokok cerita tersebut secara urut dan utuh
3. Susunlah pokok-pokok cerita tersebut menjadi sebuah
rangkaian cerita yang utuh dari awal sampai akhir 4.
Ceritakanlah kembali cerita tersebut berdasarkan rangkaian pokok cerita yang kamu susun dengan bahasamu sendiri yang
menarik secara tertulis
5. Ceritakanlah kembali cerita tersebut secara lisan
6. Diskusikanlah dengan teman dan gurumu berkaitan dengan
penceritaan kembali yang kamu lakukan
Kerjakan tugas berikut dengan cermat
1. Carilah sebuah cerita anak di dalam buku cerita anak atau majalah
anak 2.
Bacalah cerita anak tersebut dengan saksama 3.
Tentukanlah tema cerita anak tersebut 4.
Tuliskanlah pokok-pokok cerita tersebut secara urut dan utuh 5.
Ceritakanlah kembali cerita tersebut berdasarkan pokok-pokok cerita yang telah kamu susun secara lisan di depan teman-teman
dan bapakibu gurumu
Tulislah tema dan pokok-pokok cerita di buku tugas
TAGIHAN