Hal lain yang perlu dijelaskan adalah pengetahuan dan ilmu dan atau ilmu pengetahuan. Menurut Jujun S. Suriasumantri pengetahuan
dapat diartikan sebagai segala hal ynag kita ketahui tentang suatu obyek tertentu. Pengetahuan didapat lewat proses berpikir, merasa dan
,mengindra atau melalui intuisidan wahyu dari Tuhan. Terdapat tiga jenis penetahuan: etis, estetis, dan logis. Pengetahuan etis membicarakan
pengetahuan yang baik dan buruk, estetis yang indah dan jelek, dan logis yang benar atau salah. Dalam kerangka ini, menurut Jujun, ilmu termasuk
pada penegtahuan logis. Sementara ilmu adalah “organized knowledge especially when obtained by observation and testing of facts, about
physical world, natural laws and society; study leading to such knowledge.” pengetahuan yang terorganisir, khususnya ketika didapat
melalui observasi dan pengujian fakta-fakta tentang dunia fisik, hokum alam dan masyarakat; suatu kajian yang mengarahkan pada peraihan
pengetahuan seperti itu. Jujun mendefinisikannya sebagai “ suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah
tersebut tidak lagi merupakan misteri.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika disebut ilmu atau ilmu pengetahuan, maka yang
dimaksud adalah satu cabang pengetahuan yang dicirikan dengan sifat sistematis atau terorganisir, dapat diuji kembali, dan dapat didapat melalui
pikiran, perasaan, indera, intuisi dan wahyu.
28
b. Integrasi Sains dengan Agama Kesadaran Ketuhanan
Upaya untuk menegakkan obyektivitas ilmu, dan melepaskannya dari dogma agama kristen dalam sejarah Eropa mengalami pergulatan
yang sangat panjang. Setelah ilmu mendapatkan otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang bersifat dogmatic, ilmu dengan leluasa dapat
mengembangkan dirinya baik dalam bentuk abstrak maupun konkret seperti teknologi. Perkembangan ilmu berbanding terbalik dengan
28
Kusmana et.al., Integrasi Keilmuan, Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press, 2006, h. 47-49
kepercayaan agama, seperti dalam tradisi positivisme. Satu-satunya kebenaran ialah kebenaran ilmiah yang bersifat obyektif, dapat diobservasi
observable dan terukur measurable. Penemuan-penemuan ilmiah hanya dapat dilakukan oleh mereka yang sudah meninggalkan keyakinan agama
yang bersifat dogmatis. Perkembangan ilmu dan teknologi yang merupakan puncak
intelektualitas manusia yang tidak terkait dengan persoalan moral dan agama, ternyata menimbulkan ekses negatif yang cenderung menimbulkan
fenomena dehumanisasi. Dihadapkan masalah moral dan ekses sains dan teknologi yang bersifat merusak, pendapat para ilmuan terbagi kedalam
dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologism maupun aksiologis.
Dalam hal ini hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan digunakan untuk tujuan
yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Kelompok ini ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada masa
Galileo. Kelompok kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral. Kelompok ketiga mendasarkan pendapatnya pada realitas bahwa: a ilmu menimbulkan
ekses yang bersifat destruktif, seperti munculnya senjata pemusnah missal; b Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin eksoterik hingga kaum
ilmuan lebih mengetahui ekses-ekses yang mungkin terjadi dalam kasus penyalahgunaan ilmu; dan c ilmu dapat mengubah manusia dan
kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika.
29
Bagaimana memasukan nilai-nilai, etika, dan moral Islam ke dalam bangunan sains? Hal ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, ditinjau dari
hasil proses sains dan teknologi yang dapat dilihat dalam dua bentuk, yakni: a teori, gagasan, rumusan-rumusan tentang nilai dan etika yang
dibangun berdasarkan realitas empiris, laboratories dilakukan
29
Kusmana et.al., Ibid, h.91
dilaboratorium, replicable dapat diulang, measurable dapat diukur, dan adanya kemungkinan kesalahan yang diketahui melalui rumus-rumus
dan perhitungan statistic. Kedua, ditinjau dari kerangka berpikir yang menghasilkan teori.
30
Dalil-dalil yang melahirkan ide-ide keilmuan Scientific Ideas al- Qur’an dan sunnah adalah rujukan ilmu-ilmu Islam. Al-Qur’an adalah
himpunan wahyu yang merupakan dalil ilmu-ilmu. Dalil disini mengandung arti petunjuk adanya ilmu-ilmu, bukan ilmu itu sendiri. Oleh
karena itu, sejarah menunjukan adanya fakta bahwa al-Qur’an mendorong umatnya untuk menciptakan ide-ide sains yang menjadi dasar bagi
perkembangan ilmu dikemudian hari.
31
c. Signifikansi Pembelajaran Sains dengan Agama bernuansa IMTAQ