Peningkatan Aspek Positif Reaching out

2. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Ketahanan pada tunanetra selain diperoleh melalui 7 aspek resiliensi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar diri tunanetra. Dimana dalam BAB II halaman 30 Grotberg menggemukakan faktor-faktor resiliensi yang didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk dukungan eksternal dan sumber- sumbernya digunakan istilah „I Have’, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah ’I Can’. 26

1. I Am Inner Strength

I am merupakan kekuatan individu yang ada di dalam diri pribadi. Dimana meliputi tingkah laku, perasaan dan kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Bapak Edi memiliki faktor I am di dalam diri yang membuatnya dapat bangkit serta percaya terhadap kemampuan dirinya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Edi: “ya saya melihat diatas kekurangan itu dikasih kelebihan saya perhatin ini gitu. Kita dikasih kekurangan pasti dikasih kelebihan, ya dikasih kelebihan yang apa gitu .” 27 Dari pernyataan tersebut tergambar bahwa Bapak Edi percaya dibalik kekurangan yang dimilikinya tersimpan sebuah kelebihan. Bapak Edi percaya terhadap kemampuan yang ada pada dirinya, ia yakin bahwa ia memiliki kelebihan dalam berbagai hal. Begitupun Bapak Setu yang 26 Paul Barnard, dkk., Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience, h. 57-58. 27 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran IV. memiliki faktor I Am di dalam dirinya dan membuat ia dapat bertahan di kehidupan. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Setu: “Kesadaran dari diri kita sendiri tetep memotivasi diri, dari diri sendiri dari iman kita, Allah sudah menakdirkan, kalo kita ngeluh terus berarti kita gak mau menerima pemberian Allah, masa kita masih minder terus. 28 Bapak Setu memiliki faktor I am dimana ia menghargai diri sendiri dengan menerima kondisi yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada dirinya. Tunanetra percaya terhadap kemampuan diri sendiri, dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka cukup percaya diri dengan melakukan banyak aktifitas seorang diri. Banyak hal yang dapat mereka lakukan sendiri meski dengan keterbatasan yang ada. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Astuti: “Udah bisa ngapa-ngapain sendiri, sekarang kalo pergi juga naik angkot sendiri udah biasa gitu.” 29 Selain dapat melakukan kegiatan secara mandiri tunanetra mampu melakukan fungsi sosial di masyarakat dengan baik. Peran sosial tunanetra di masyarakat tetap berjalan meskipun dengan kekurangan yang dimilikinya. Seperti, peran sosial sebagai ibu rumah tangga mampu Ibu Astuti kerjakan tanpa mengalami kesulitan. Pekerjaan umum yang ibu rumah tangga lakukan dapat Ibu Astuti kerjakan dengan sangat baik seperti 28 Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 15 April 2015, lihat lampiran V. 29 Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 15 April 2015, lihat lampiran VI. berbelanja sayur, memasak dan membersihkan rumah. Hal ini disampaikan oleh Ibu Astuti: “Ngurus rumah juga sendiri bisa iya kalo masak ya sendiri, bersih- bersih juga, nyuci semuanya deh, ya namanya ibu-ibu kan begitu kerjaannya.” 30 Peneliti melihat secara langsung saat melakukan kunjungan ke rumah Ibu Astuti. Ibu Astuti mengurus rumah dengan baik tanpa mengalami kesulitan. Peneliti melihat Ibu Astuti menyapu rumah, cara menyapunya memang sedikit berbeda karena ia tidak dapat melihat maka ia menyapu dengan posisi jongkok dan meraba-raba lantai yang akan disapunya. Setelah itu Ibu Astuti berbelanja sayur, ia membeli kelapa parut dan beberapa sayuran.” 31 Dengan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri membuat tunanetra lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak menyerah dan berputus asa melainkan mencari celah dengan kelebihan yang ada di dalam diri mereka.

2. I Have

External Support ‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur dukungan eksternal. Faktor I have lebih bersifat eksternal dimana ketahanan tunanetra dipengaruhi dari lingkungan sekitarnya. Dukungan eksternal merupakan modal yang sangat penting dalam ketahanan tunanetra di kehidupan. Dimana dengan dukungan dari lingkungan sekitar 30 Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. 31 Catatan lapangan observasi peneliti pada 19 Mei 2015, lihat lampiran I.