22
BAB II KERANGKA TEORI
A. Resiliensi
1. Definisi Resiliensi
Menurut Revich dan Shatte resiliensi adalah kemampuan untuk merespon
secara sehat
dan produktif
ketika menghadapi
kesulitantrauma dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.
Orang yang memiliki resiliensi baik adalah orang yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka,
tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan.
1
Menurut Sibert, resiliensi mengacu pada kemampuan individu mengatasi tekanan dengan baik untuk melakukan perubahan yang
signifikan mengganggu dan berkelanjutan, mempertahankan kesehatan dengan baik dan tetap kuat ketika berada dibawah tekanan, bangkit
kembali dengan mudah dari keterpurukan yang dihadapinya, mengatasi kemalangan, mengubah cara kerja dengan yang baru dan
meninggalkan cara lama ketika cara tersebut tidak memungkinkan lagi digunakan, dan melakukan semua itu tanpa bertindak dengan cara yang
disfungsional ataupun berbahaya.
2
1
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles New York: Broadway Book, 2002, h. 19 dan 26.
2
Al Siebert, The resiliency advantage San Fransisco: Berret-Koehler, 2005. h.5.
Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan yang bersifat universal dimana memungkinkan individu, kelompok, atau masyarakat
untuk mencegah, menguranggi atau mengatasi pengaruh yang dapat merusak dirinya setelah mengalami kesulitan.
3
Menurut Grotberg memang tidak ada satu orangpun yang terlepas dari cobaan. Sekitar
sepertiga dari orang-orang di berbagai belahan dunia secara konsisten menunjukan
resiliensi yang
baik yaitu
mereka mengalami
kesengsaraan, lalu mengatasinya dan memperkuatnya dengan mengubah cara yang lebih baik.
4
Pernyataan Wilhelm Nietzshe’s, resiliensi berarti mampu bangkit kembali dari perkembangan kehidupan yang mungkin terasa
sangat luar biasa pada awalnya. Orang yang tangguh ketika kehidupan mereka terganggu, mereka akan menanggani perasaan mereka dengan
cara yang sehat. Mereka membiarkan diri mereka merasa sedih, marah, kehilangan, dan kebingungan ketika sakit atau tertekan, tetapi mereka
tidak membiarkan semua itu menjadi sebuah perasaan yang permanen. Sebuah hasil yang tak terduga, mereka tidak hanya menyembuhkan
keterpurukannya tetapi mereka juga sering kali bangkit menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa orang tangguh
biasanya mengatasi kesulitan lebih mudah dari pada yang lainnya. Mereka berharap untuk membangun kembali kehidupan dengan cara
3
Paul Barnard, dkk, Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999, h. 54.
4
Henderson Grotberg, Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity United States of America: Contemporary psychology, 2003, h.3.