Hal ini menggambarkan bahwa memiliki kemampuan memijat saja belum cukup dalam memperoleh pekerjaan. Tidak memiliki wadah yang
jelas membuat tunanetra kalah bersaing dengan para pemberi jasa pijat lainnya. Dengan begitu, tunanetra harus mencari profesi lain yang dirasa
mampu mereka lakukan dan pekerjaan yang mereka pilih adalah berjualan kerupuk.
Keuntungan dari hasil menjual kerupuk tidaklah besar. Mereka hanya mengambil keuntungan sebesar RP.2000 dari setiap satu bungkus
kerupuk yang terjual. Satu harinya mereka mampu menjual 10-20 bungkus kerupuk. Dengan begitu mereka memperoleh penghasilan kurang lebih
sebesar Rp.1.200.000-per bulannya. Meskipun, penghasilan yang didapat tergolong kecil tetapi mereka tetap merasa cukup dengan hasil yang
didapat. Kehidupan yang jauh dari kata mewah terlihat dari tempat tinggal
dan kehidupan sehari-hari tunanetra. Hal ini tergambar dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti saat berkunjung ke rumah Bapak Edi. Bapak
Edi mengontrak disebuah rumah kontrakan kecil yang ditempati oleh istri dan anaknya. Kondisi kontrakan tersebut kurang layak, kontrakan satu
petak itu dipenuhi dengan barang-barang yang berantakan. Kamar tidur, ruang tamu ser
ta dapur menyatu menjadi satu dalam satu ruangan.”
12
12
Catatan lapangan observasi Peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I.
Bapak Edi harus bertahan dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan karena sempitnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra. Meskipun
demikian, Bapak Edi tidak pernah berputus asa dan ia selalu mensyukuri atas rezeki yang diperolehnya. Ia optimis bahwa ia mampu mencukupi
kebutuhan keluarganya. Sedangkan Bapak Setu lebih beruntung, ia telah memiliki tempat
bekerja tetap sebagai juru pijat di panti pijat di daerah Mampang. Di panti pijat itu ada 20 tunanetra yang bekerja bersama Bapak Setu. Penghasilan
yang diperolehnya juga terbilang lebih besar. Seperti yang diutarakan Bapak Setu:
“Penghasilan ga tetap ya, kira-kira 2,5 nyampelah perbulan kira- kira. 2,5 lah iya kira-kira. Ga mesti juga kadang tetap kadang egak.
Kalo lagi rame banyak kalo sepi ya dikit.”
13
Sulitnya dan terbatasnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra masih menjadi permasalahan yang dirasakan oleh mereka. Keterbatasan
pekerjaan di sektor formal membuat tunanetra harus bertahan dengan bekerja di sektor-sektor informal. Dengan segudang permasalahan yang
ada tidak membuat semangat tunanetra menyurut. Mereka memiliki keyakinan tinggi bahwa kehidupan mereka akan lebih baik dimasa yang
akan datang.
13
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V.
d. Analisi Penyebab Masalah Causal Analysis
Seperti dijelaskan oleh Martin Seligman pada BAB II halaman 28 tentang gaya berfikir yang berkaitan dengan causal analysis terbagi
menjadi tiga, yaitu saya-bukan saya, selalu-tidak selalu, semua-tidak semua.
14
Tunanetra dalam menjalani kehidupan melihat segala sesuatu dari sisi positif dimana mereka melihat tidak semua kehidupannya akan
mengalami kegagalan. Dengan konsep keikhlasan, kesabaran dan ketabahan yang dimiliki
oleh tunanetra membuat mereka percaya bahwa mereka dapat keluar dari permasalahan yang ada. Mereka tidak menyerah pada keterbatasan fisik
yang sebenarnya bisa menjadi alasan kuat untuk meminta belas kasihan orang lain. Mereka percaya bahwa mengalami ketunanetraan bukan
merupakan akhir dari kehidupan, tetap berpikir positif karena dibalik derita terdapat makna hidup yang harus digali dengan baik. Kesabaran dan
keikhlasan merupakan hal penting yang dimiliki tunanetra untuk menjalani kehidupan. Konsep kesabaran dan keikhlasan telah ada di dalam diri
tunanetra. Hal ini seperti yang diungkpakan oleh Bapak Edi: “Tapi alhamdulilah seiring berjalannya waktu apa, kaya saya
ikhlas dengan kondisi sekarang, ya saya melihat diatas kekurangan itu dikasih kelebihan saya perhatin ini gitu. Kita dikasih
kekurangan pasti dikasih kelebihan ya dikasih kelebihan yang apa gitu.”
15
14
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles, BAB II hal 28.
15
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
Selain kesabaran dan keikhlasan, tunanetra memiliki konsep tawakal kepada Allah SWT. Dimana mereka berserah diri kepada Allah
SWT, karena mereka percaya bahwa Tuhan telah memberikan yang terbaik untuk diri mereka. Hal ini disampaikan oleh Bapak Setu:
“Kesadaran dari diri kita sendiri tetep memotivasi diri, dari diri sendiri dari iman kita, Allah sudah menakdirkan kalo kita ngeluh
terus berarti kita ga mau menerima pemberian Allah, masa kita masih minder terus.”
16
Dengan motivasi yang dimiliki oleh Bapak Setu menjadikan kehidupannya lebih bermakna bukan hanya bermakna untuk dirinya tetapi
juga untuk banyak orang. Bapak Setu mampu menginspirasi banyak orang dengan menjadi pembicara pada acara seminar motivasi bisnis yang
diadakan oleh Institut Ilmu Al-Quran IIQ. Ini dapat terlihat dari gambar berikut:
Gambar 02 Piagam penghargaan Bapak Setu
16
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V.
Gambar ini adalah sertifikat yang diperoleh oleh Bapak Setu dari acara motivasi bisnis di IIQ. Membuktikan bahwa kisah dan kehidupan
Bapak Setu mampu menginspirasi sekitar, meskipun dengan kekurangan yang dimilikinya.
Dengan kemampuan untuk menganalisis penyebab masalah dan gaya berfikir positif yang dimiliki tunanetra membuat kehidupan mereka
lebih bermakna. Mereka tidak melihat seluruh hidup akan dipenuhi dengan kegagalan tetapi mereka mampu melihat kehidupan dengan cara yang
berbeda. Mereka menghadapi permasalahan dengan keikhlasan, kesabaran dan tawakal kepada Tuhan yang menjadikan diri mereka pribadi mulia di
mata Allah SWT.
e. Empati Empathy
Kemampuan berempati diperlukan oleh setiap individu termasuk tunanetra. Kemampuan tersebut dicirikan sebagai kemampuan untuk
membaca tanda psikologis orang lain dan emosional orang lain. Dengan kata lain kemampuan ini merupakan kemampuan tunanetra dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan empati yang dimiliki tunanetra dapat mempengaruhi
hubungan sosial mereka. Semakin bagus kemampuan empati yang dimiliki oleh tunanetra maka akan semakin bagus hubungan sosial mereka. Karena,
kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan yang dirasakan orang lain dan
memperkirakan maksud dari orang lain. Kemampuan empati yang bagus