2.1.1 Tahap Situation tahap penyituasian
Novel Revolusi di Nusa Damai menggunakan sudut pandang orang pertama atau “Aku-an”, dengan “aku” sebagai tokoh utama, yaitu K’tut Tantri.
Tahap situation berisi gambaran mengenai keluarga dan nenek moyangnya K’tut
Tantri. Ia menceritakan perihal nenek moyangnya, perempuan yang dimasukkan ke dalam tong dan digulingkan ke dalam lereng Snaefell. Nenek moyangnya
dituduh atau diduga sebagai seorang penyihir. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:
6 Salah satu kisah yang pertama-tama kudengar dari ibuku semasa aku masih kanak- kanak, ialah tentang tong yang jatuh berguling-guling sampai ke dasar lereng
Snaefell. Sisi dalam lorong itu penuh paku yang tertancap mengarah ke dalam. Tong itu tidak kosong. Moyangku yang perempuan meringkuk di dalamnya. Ia
dimasukkan ke situ hidup-hidup, karena didakwa bahwa ia penyihir. Menurut kisah orang Man, di tempat tong itu berhenti berguling, dimana tanah gersang tak berair,
tiba-tiba terjelma sebatang pohon yang indah sekali. Ketika masih kanak-kanak, aku merasa bisa melihat pohon itu. hlm. 9.
Dalam kutipan di atas terdeskripsikan jika nenek moyang K’tut Tantri
diduga sebagai seorang penyihir. Dalam kutipan di atas, terdeskripsikan juga peristiwa dimasukkannya si nenek ke dalam tong. Dalam bercerita, penulis tidak
memaparkan nama asli tokoh utama. Setelah bercerita tentang keluarga dan nenek moyangnya, K’tut Tantri bercerita tentang bagaimana ia bisa tertarik dengan
Bali. Dalam novel, dideskripsikan jika suatu sore saat hujan pada tahun 1932, K
’tut Tantri berjalan di depan sebuah gedung bioskop kecil yang saat itu sedang memutar sebuah film luar negeri yang berjudul Bali, Surga Terakhir. Ia tertegun
dan tertarik untuk menonton. Setela h menonton, K’tut Tantri memberikan suatu
komentar. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:
7 Aku terpesona. Film itu penuh dengan kedamaian, kelegaan hati, keindahan, dan rasa kasih yang dipancarkan kehidupan petani di desa. Ya, saat itulah aku
menemukan bentuk kehidupan yang kudambakan. Saat itu kukenali kehidupan yang kuidamkan. Keputusanku datang dengan tiba-tiba, tetapi tidak bisa diubah
lagi. Saat itu aku merasa bahwa takdirku sudah menentukan demikian. Aku merasakan adanya suatu dorongan, yang sama sekali tak ingin kuelakkan hlm. 11.
K’tut Tantri benar-benar tertarik untuk pergi ke Bali. Akhirnya ia berangkat menuju Bali. Dari New York ia berangkat dengan menumpang kapal
menuju Batavia. Kisah perjalanan dimulai dengan mengendarai mobil seorang diri menyusuri jalan di Pulau Jawa yang gelap dan rawan dengan perampok yang
kapan saja siap merampok. Beruntung K’tut Tantri bertemu dengan seorang anak
kecil yang bernama Pito, seorang anak yang menjadi penunjuk jalannya menuju pulau dewata, Bali.
Namun, Pito tidak bisa menemani perjalanan K’tut Tantri sampai di Pulau
Bali. Pito hanya mengantar sampai pelabuhan, ia merasa Bali bukan tempatnya dan Bali tidak pantas untuknya. K’tut Tantri melanjutkan perjalanan menuju Bali
seorang diri dengan menumpang sebuah kapal. K’tut Tantri melanjutkan perjalanan dengan mengendarai mobil.
Sepertinya kehidupan K’tut Tantri sudah ditentukan oleh dewa-dewa Bali ketika bahan bakar mobilnya habis dan berhenti di sebuah puri Kerajaan di Bali. Seperti
yang tergambar berikut:
8 Akhirnya mobilku terbatuk-batuk sebentar, lalu berhenti meluncur. Saat itu aku berada di sebuah desa kuno yang indah, tinggal di atas daerah berbukit, di sisi luar
tembok batu bata merah berukir-ukir, dengan gerbang tak berambang yang kedua sisinya dijaga empat patung dewa Bali yang terbuat dari batu. Di balik tembok batu
bata itu tampak bangunan yang kelihatannya seperti pura misterius, terlindung di balik dedaunan rimbun. Sambil tersenyum aku berkata dalam hati, pasti aku sudah
ditakdirkan hidup bersama dewa-dewa dalam swargaloka hlm. 34-35.