Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Fisik

K’tut Tantri merasa bahwa takdirnya telah ditentukan. Film itu telah membawa K’tut Tantri sampai di Pulau Bali. Citra diri wanita dalam aspek psikis terdeskripsi juga ketika K’tut Tantri mengendarai mobilnya di daerah terpencil yang berada di Bali, mobilnya terhenti di depan sebuah puri raja Bali karena kehabisan bahan bakar. Ia memutuskan untuk memasuki puri. K’tut Tantri melihat dengan heran dan kagum akan sebuah pesta. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 49 Aku menjadi saksi suatu pesta dunia Timur yang bergelimang kemewahan. Genta- genta berdenting, sementara musik gamelan terdengar lirih, memperdengarkan nada- nada kuno yang memesona. Para pedanda duduk bersila di atas panggung bambu yang tingginya sekitar dua meter dari tanah, dikelilingi tumpukan buah tersusun rapi serta bunga dan dedaunan pakem yang dibentuk serbaneka. Semuanya sesajen berbentuk fantastis, untuk para dewa. Di belakang setiap pedanda, duduk seorang perempuan yang menyodorkan bermacam-macam bunga yang diperlukan untuk memurnikan air suci. Para pedanda bertelanjang dada hlm. 35. K’tut Tanti terdeskripsi merasakan keheranan dan kekaguman yang sangat besar. Ia merasakan bahwa pesta yang begitu mewah ternyata ada di pedalaman Bali. Kutipan di atas menunjukkan bah wa, K’tut Tantri sangat tertarik pada Pulau Bali yang baru didatanginya. Kekaguman dan keheranan yang dialami membawanya semakin mengenal Pulau Bali. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi lagi ketika K’tut Tantri dipenjarakan lagi ke penjara Surabaya dan mendapatkan sel sendiri. Kesendirian yang dialami K’tut Tantri membuat dirinya merasa tenang. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 50 Lebih dari dua tahun lamanya aku terkurung sendiri dalam sel itu. Aku boleh dibilang tak pernah melihat orang lain, kecuali seorang babu yang biasa datang dua kali sehari, membawakan nasi sepiring serta secangkir cairan yang dikatakan kopi. Kesendirian yang bagi tawanan lainnya mungkin dirasakan sangat menyiksa, bagiku malah merupakan idam-idaman. Dalam kesendirian itu aku bisa menemukan ketenangan, yang didambakan jiwaku yang tersiksa. Saat itu aku membenci seluruh umat manusia. Tubuhku terlalu menderita, sehingga tidak lagi terganggu kesepian. Bagiku merupakan rahmat bahwa aku takkan dipanggil lagi untuk diperiksa Kempetai, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Aku tidak lagi harus mendengar teriakan kesakitan yang datang dari arah ruang penyiksaan. Aku takkan lagi menjadi saksi bisu, betapa seorang ditendangi sampai mati. Aku takkan lagi hanya bisa menatap tanpa daya, sementara tahanan demi tahanan terkapar mati di depan hidungku. Aku mengucapkan sukur bahwa aku dimasukkan ke dalam sel yang terpisah, dan bukan dijebloskan dalam kamp tawanan bersama wanita-wanita Belanda. Kalu itu yang terjadi, kuduga aku pasti akan edan hlm. 182. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi pada kutipan di atas merasakan ketenangan karena berada di dalam sel sendiri dan tidak disiksa lagi. Ia sangat mendambakan ketenangan, dan memperolehnya di dalam sel tahanan itu. Hal ini terdeskripsi sangat jelas dalam kutipan di atas. K’tut Tantri sangat bersyukur karena berada dalam sel tahanan sendiri tanpa harus mendengar dan melihat penyiksaan lagi. Dalam kesendiriannya selama dua tahun di dalam sel penjara, K’tut Tantri mendapatkan ketenangan yang diidamkannya. Selain itu, K’tut Tantri kagum atas rencana yang disusun oleh teman- temannya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 51 Aku merinding mendengar rencananya itu. Aku sudah sering menyaksikan sendiri atau mendengar kabar tentang berbagai rencana, atau “operasi”, menurut istilah yang digemari kalangan geriliawan. Tetapi belum ada yang kedengarannya begitu luar biasa. Aku menatap para pejuang itu dengan heran bercampur kagum hlm. 235. Kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis tentang kekaguman yang bercampur perasaan heran. Ia sangat terpukau dengan rancana yang disusun oleh para pejuang Indonesia, hal ini terlihat jelas pada kutipan di atas. K’tut Tantri terkejut ketika mengetahui bahwa yang didatanginya adalah sebuah Istana raja Bali, bukan sebuah pura. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 52 Istana? Kataku kaget. Ini kan pura? Saya tadi masuk karena mendengar bunyi genta pura dan melihat sedang ada upacara agama disini. Saya dengar, orang Bali tidak merasa berkeberatan apabila pura mereka dimasuki orang asing. Saya tadi masuk karena ingin mendengar musik yang indah, serta mengagumi sesajen yang bagus- bagus. Rasanya seperti memasuki alam dongeng atau kayangan hlm. 37. Kutipan yang terdeskripsi diatas menunjukkan rasa keingintahuan tokoh utama, yaitu K’tut Tantri dan pengetahuan yang belum cukup banyak tentang Pulau Bali. Citra wanita dalam aspek psikis yang tergambar di sini adalah citra seorang wanita pendatang yang takjub dalam melihat keunikan budaya di Pulau Bali. K’tut Tantri merasa jika bangunan dan kebudayaan di Bali tampak seperti kehidupan di alam dongeng. Citra diri w anita dalam aspek psikis tokoh K’tut Tantri kembali terlihat ketika zaman pergerakan kemerdekaan. Perjuangan K’tut Tantri di Surabaya harus berakhir, karena ia harus pindah ke Yogya. Sebenarnya, K’tut Tantri lebih memilih di Surabaya