Memiliki sikap sopan-santun Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Psikis
68 Walau dilingkungi kejorokan, keadaan serbakurang termasuk makanan yang menyebabkan aku selalu merasa lapar, tetapi bagiku kampung-kampung itu
merupakan taman firdaus yang menyebabkan aku pergi dari Hollywood. Bagiku, kampung-kampung mengandung kedamaian yang tidak kujumpai di puri raja-raja
hlm. 82.
K’tut Tantri merasakan hal yang belum pernah dirasakannya di puri raja-raja, yaitu kedamaian. Sejak awal, K’tut Tantri pergi untuk mencari kedamaian seperti
yang ditonton melalui film Bali, Surga Terakhir. Dari kutipan di atas yang mendeskripsikan tentang citra diri wanita tokoh
K’tut Tantri dalam aspek psikis, dapat disimpulkan bahwa K’tut Tantri bukan orang asing yang hanya akan menjadi
turis di Pulau Bali. Ia benar-benar akan tinggal dan menyatu dengan penduduk serta kehidupan di Bali. Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa K
’tut Tantri memiliki keberanian yang sangat besar untuk tinggal di pedalaman Bali.
Selain keberanian, K’tut Tantri juga selalu berfikir positif. Setelah perlakuan Jepang terhadapnya, itu
tidak membuat K’tut Tantri untuk membenci Jepang. Hal ini terdeskripsi dalam kutipan berikut:
69 Kisahku yang panjang lebar tentang kehidupanku menjadi tahanan Kempetai ini tidaklah lantas berarti bahwa aku membenci orang Jepang. Kesimpulan demikian
tidak tepat. Memang, aku sangat membenci para penyiksaku. Tetapi setiap Jepang berwatak kejam yang kujumpai, diimbangi dua atau tiga yang baik budi. Aku yakin
manusia Jepang yang baik jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang jahat. Sama saja halnya seperti bangsa-bangsa lain hlm. 196.
Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa citra diri wanita tokoh K’tut Tantri
dalam aspek psikis adalah orang yang mengerti keadaan dan selalu berpikir positif. Ia
beranggapan tidak semua orang Jepang jahat, hanya orang-orang tertentu yang memiliki sifat jahat seperti para penyiksan
ya. Hal ini menunjukkan bahwa K’tut Tantri dapat berpikir jernih dalam keadaan yang seperti apa saja.
Keberanian selanjutnya yang terdeskripsi adalah mengenai K’tut Tantri
mengambil tindakan yang tidak diketahui akibatnya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:
70 Aku menyadari bahwa kataku itu dipercaya mengingat ketenaran namaku, begitu pula karena artikel-artikelku mengenai para pemimpin Indonesia. Pihak Inggris
menyadari bahwa aku kenal baik dengan tokoh-tokoh itu. Tetapi aku sendiri agak gelisah, karena tidak tahu apa kata mereka nanti tentang tindakanku yang lancing itu.
Kalu Bung Amir, pasti ia mau mengerti. Tetapi bagaimana dengan yang lain-lainnya? Aku tidak punya hubungan resmi dengan kementrian yang mana pun di Indonesia
hlm. 341.
Dalam kutipan di atas, mendeskripsikan citra diri wanita dalam aspek psikis tentang keberanian K’tut Tantri membawa nama kementrian Indonesia. Namun, ia
juga gelisah membayangkan kemungkinan yang akan terjadi jika tindakannya diketahui kementrian Indonesia. K
’tut Tantri menyadari bahwa dirinya tidak memiliki hubungan resmi dengan kementrian Indonesia. Ia berani mengambil resiko itu karena
untuk Indonesia juga. Dalam keadaan apa saja, K’tut Tantri tetap seorang wanita asing yang mencintai Indonesia.