Tahap climax tahap klimaks

Pawai protes itu berlangsung. Namun, campur tangan polisi yang datang karena dipanggil oleh pihak konsulat Belanda mengakibatkan huru-hara. Peristiwa itu ternyata membawa akibat yang merugikan Belanda. Pers Australia dengan tajam mengutuk tindakan keras yang dilancarkan polisi. Orangtua para mahasiswa marah besar. Di antara mereka ada beberapa tokoh penting Australia. Mereka mendukung tuntutan agar Australia mengajukan masalah Indonesia ke depan sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari India, Nehru megajukan seruan senada. Tidak lama setelah itu Belanda diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa agar menghentikan aksi bersenjatanya di Indonesia, dan seluruh persoalan Indonesia diajukan ke hadapan mejelis Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dibahas. Suatu hari setelah pawai protes itu berlangs ung, K’tut didatangi seorang Belanda kolonialis reaksioner. Ia mengatakan bahwa, K’tut harus segera meninggalkan Australia dan pergi ke Amerika atau Inggris. Orang Belanda itu juga menegaskan, K’tut tidak diizinkan lagi untuk ikut dalam urusan Indonesia. K ’tut ditawari upah seratus ribu gulden jika mau menuruti. 38 Anda harus sadar bahwa Anda hanya diperalat saja oleh orang-orang Indonesia itu. Begitu mereka sudah merdeka, Anda pasti akan mereka lupakan. Kalau sudah begitu, bagaimana dengan Anda? Tetapi mereka takkan lama memperoleh kemerdekaan yang mereka teriak-teriakkan. Sebentar lagi kami orang Belanda akan berkuasa lagi di sana. Anda boleh yakin bahwa kami takkan mengizinkan Anda tinggal di Indonesia nanti hlm. 355. Namun, K’tut sama sekali tidak menghiraukan yang diutarakan oleh orang Belanda itu. Semula, K’tut hanya diam saja ketika orang Belanda itu menggebu- gebu dengan pembicaraannya. K’tut merasa bahwa orang Belanda itu hanya menggeretak saja dan akhirnya K’tut mengusir orang Belanda itu. Beberapa hari setelah kejadian itu, K’tut akhirnya memutuskan untuk kembali ke negara asalnya Amerika. Namun, ia hendak ke Singapura untuk berpamitan dengan kawan-kawannya dan mendapatkan paspornya. Setelah tiba di Singapura, K’tut langsung pergi untuk mendapatkan paspor dan berpamitan dengan kawan- kawannya. Namun, K’tut saat itu hanya memiliki uang yang cuma cukup untuk membeli tiket kapal. Dengan tekad yang bulat dan ingin mendapatkan ketenan gan, K’tut berangkat pulang ke negara asalnya. Dua kawan baik K’tut yang orang Inggris dan seorang reporter harian Straits Times beserta istrinya mengantarkan ke pelabuhan. Saat kapal mulai perlahan berlayar, hanya mereka yang mengantar keberangkatan. Ketika melintasi Samudra Atlantik, berhari-hari kapal dilanda badai. Akibatnya kapal terlambat masuk ke pelabuhan Boston. Ketika kapal berlabuh didermaga, K’tut menyadari semua telah berubah. K’tut meninggalkan Amerika sudah lima belas tahun dan saat itu adalah malam menjelang natal. Pelabuhan sangat sepi, semua menyambut datangnya hari natal. Taksi sama sekali tidak kelihatan, akhirnya K’tut menemukan bilik telepon dan memesan taksi untuk pergi ke stasiun kereta api. Saat itu uang tinggal lima dolar dan yang tiga dolar untuk membayar taksi termasuk persen untuk sopir taksi. Setibanya di stasiun kereta api, semangat K’tut lenyap. Ia tidak mengenal siapa-siapa dan tidak bisa menghubungi siapa pun untuk meminta tolong. Namun, keadaan saat itu berubah ketika seorang Cina mengenalinya. Seorang Cina itu bermaksud baik akan menolongnya dan membelikan karcis kereta api. 39 “Izinkan saya membelikan karcis Anda,” katanya. “Saya kesepian, karena baru sekali ini ke Amerika. Saya akan senang sekali apabila Anda mau menemani saya.” Aku dipandangnya sambil tersenyum lebar. “Kita orang Asia harus bersatu” hlm. 362. Lewat tenggah malam kereta yang mereka tumpangi memasuki Stasiun Grand Central. Orang Cina itu mendatangi sebuah hotel, namun ia mendapat keterangan bahwa tidak ada kamar kosong. Hotel yang berikutnya sama saja. Saat itu, K ’tut menduga bahwa penolakan itu karena ada hubungannya dengan warna kulit orang Cina itu. Setelah K’tut yang bertanya, akhirnya dengan mudah mendapatkan dua kamar. Bagi K’tut, natal bersama orang Cina itu merupakan pengalaman yang membangkitkan semangat. Hari natal ke dua, K’tut berhasil mengusahakan uang untuk menukar orang Cina itu karena telah membelikan karcis. K’tut juga membelikan sebuah tas kerja, itu sebagai hadiah natal untuk orang Cina yang menolong. Setelah memberikan uang dan tas hadiah natal, K’tut langsung pergi. Ia merasa rindu pada Indonesia, merasa kehilangan hangatnya sinar matahari dan warna-warna yang serba manyala. Bintang berkelip jauh di atas gemerlap lampu- lampu kota. K’tut terkenang pada suatu dongeng Cina yang pernag didengarnya semasa kanak-kanak. Menurut dongeng itu, barang siapa yang ingin mencari kedamaian, sebelumnya harus berani meninggalkan segala kenikmatan dan harta milik duniawi. Setelah itu pergi mencarinya di negeri bintang lembayung. Pencarian itu akan berakhir ketika bintang lembayung muncul di atas kepala. Namun, hanya yang sudah berkorban