17 Saya akan tetap menjadi tamu di puri. Dan percayalah, saya akan menjaga tutur bahasa saya sebaik-baiknya. Karena itu, Tuan kontrolir, saya anjurkan agar Anda
tidak menyulitkan saya atau tuan rumah saya, karena apabila itu terjadi, saya akan menghadap konsul Amerika di Surabaya. Ia akan mengatakan pada Anda
bahwa saya tidak bisa diusir tanpa alasan. Dan saya takkan membuat Anda mendapat alasan hlm. 48.
Setelah mengatakan seperti itu kepada kon trolir, K’tut Tantri lalu
meninggalkan kantor kontrolir Klungkung. K’tut Tantri bergegas pulang ke puri. Ternyata raja dan putranya telah menunggu kedatangan K’tut Tantri dari kantor
kontrolir Klungkung. Raja dan anaknya tidak sabar ingin mendengar cerita K’tut
Tantri. K’tut Tantri menceritakan semua percakapannya dengan kontrolir Klungkung tanpa menambah dan menguranginya.
Mendengar cerita dari K’tut Tantri, raja mengutarakan keinginanya agar K’tut tetap mau tinggal di puri. Seluruh keluarga raja berpikiran seperti itu,
mereka berharap K’tut tetap mau tinggal di puri dan tidak perlu merasa takut. Jika kontrolir mengusir
K’tut dari puri, raja sendiri yang akan menghadapi dan akan menghadap Gubernur untuk membicarakan hal ini.
Raja juga menjelaskan bahwa seluruh masyarakat kulit putih akan memperlakukan raja sebagai sesuatu yang hina. Bangsawan Bali sekali pun tidak
akan diterima sebagai tamu di rumah orang Belanda. Orang Bali tidak bergaul dengan bangsa kulit putih, kecuali beberapa seniman asing.
Anak Agung Nura menambahkan ucapan ayahnya dengan mengatakan K’tut nantinya akan merasa sepi, karena tidak bergaul dengan bangsa kulit putih
lainnya. Namun, saat itu K’tut tahu, bahwa ia tidak akan pernah sepi. K’tut merasa
mempunyai teman-teman yang begitu baik seperti mereka, raja, Anak Agung Nura, dan keluarganya.
Setelah kejadian di Klungkung, K’tut mulai mempelajari bahasa, adat istiadat, dan terutama
agar K’tut bisa menerima cara hidup yang asing baginya. Selain itu, Nura juga memaksa K’tut untuk mempelajari bahasa Kawi dan
kesusastraan kuno.
18 Nura juga mendesak agar aku mempelajari bahasa Kawi sedikit-sedikit, serta kesusastraan kuno. Menurut pendapatnya, agar bisa memahami suatu bangsa, aku
harus mengenal kebudayaan mereka. Ia menerjemahkan untukku catatan dan kisah-kisah yang tertulis pada daun lontar. Dengan segera aku sudah mendalami
sejarah negeri itu, begitu pula buah karya pujangganya. Ternyata kisah-kisah rakyat Bali mirip sekali dengan dongeng-dongeng Barat hlm. 52.
Ada pula tentang pakaian adat Bali. Semula K’tut ingin sekali memakainya, namun K’tut segan untuk mengatakan hal tersebut. Kedua adik Nura
datang membawakan kain, setagen, serta sandal dan kebaya sesuai dengan keinginan K’tut. Putri Ara membantu K’tut memakai kain, menyusul setagen yang
terbuat dari kain sutra tebal sepanjang empat atau lima meter. K’tut merasa sesak nafas karena kencangnya lilitan kain sutra itu.
Kedua adik Nura mengatakan bahwa memang harus erat memakai kain sutra, karena semuanya harus serba datar, tidak boleh ada yang menonjol. Selain
itu, bagian belakang K’tut tidak selurus kedua adik Nura. Dengan cepat Agung Ara mengatakan, “tetapi iti bagus,” masih kelihatan dan itu yang dikagumi kaum
pria seperti tergambar berikut:
19 “Tetapi itu bagus, kata Agung Ara cepat-cepat, dan masih tetap kelihatan, walau
sudah dibalut erat-erat. Itu yang paling dikagumi kaum pria kami. Kalau kami berjalan, tidak ada yang bisa merangsang. Kalau wanita kulit putih, lain hlm.
52.”
Tahap pemunculan konflik diceritakan penulis mengenai tokoh utama yang menghadapi kontrolir Belanda. Konflik cerita ini dimulai ketika pemerintah
Belanda yang tidak menyetujui tokoh utama berbaur dengan masyarakat pribumi. Selai itu, penulis mengisahkan tokoh utama yang tetap ingin tinggal di puri raja
Bali.
2.1.3 Tahap rising action tahap peningkatan konflik
Impian K’tut Tantri mulai terlaksana untuk memiliki hotelnya sendiri. Ia dibantu tiga temannya, yaitu Wayan, Nyoman, dan Made. Dana untuk
membangun hotel diperoleh dari sumbangan masyarakat Bali yang sangat mengenal K’tut Tantri. Dalam pembangunan hotel, K’tut juga dibantu oleh
seorang yang paling pintar di Bali, yaitu Bagus. K’tut dan Wayan mendatangi Bagus untuk meminta bantuan membangun hotel. Wayan yang sudah mengenal
Bagus mengatakan tanpa basa-basi seperti yang tergambar berikut:
20 Kami sangat memerlukan bantuanmu, Bagus. Terus terang saja, aku tak tahu apa yang harus kami lakukan, apabila kau tidak ada. Wayan pandai sekali membujuk
orang. Kami tidak memintamu agar merencanakan bangunan hotel yang biasa, seperti kepunyaan Belanda di Denpasar, melainkan bangunan istimewa yang
akan bisa memamerkan bakatmu yang sesungguhnya hlm. 100.
Setelah pengerjaan hotel yang dibantu oleh Bagus selesai, hotel itu dinamakan Swara Segawa. Suasana persahabatan tercipta di Swara Segawa, tamu-
tamu bebas berkeliaran di mana saja. Di dapur, tamu dapat belajar masak masakan Bali.
Pihak Belanda merasa tidak senang dan sudah waktunya bertindak tegas. Suatu hari ketika hotel sedang penuh, polisi Belanda datang untuk menangkapi
para pelayan tanpa terkecuali. Dengan segera K’tut mengirimi surat ke konsul
Amerika berharap bantuan. Pihak Belanda sel alu ingin memulangkan K’tut ke
negara asalnya dan selalu bertindak apa saja agar K ’tut tidak betah di Bali.
Konsul Amerika menaggapi sura t yang dikirim oleh K’tut. Tidak sampai
24 jam, para pelayan sudah dipulangkan. Para pelayan mengatakan bahwa mereka dipaksa oleh polisi Belanda agar mengaku bahwa hotel milik K’tut adalah tempat
percabulan. Segala usaha dilakukan Belanda, pihak Belanda kemudian memutuskan
untuk melancarkan berbagai tindakan. Langkah awal yang dilakukan adalah untuk pembersihan kaum homo yang diperintah oleh Gubernur Jendral Belanda di
seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda. Semua orang diperiksa tanpa terkecuali. Dengan segera pemeriksaan sampai di Bali, beberapa orang lari meninggalkan
pulau. K’tut bersama kawan-kawannya dan para tamu hotel diperiksa, tetapi iklim moral di hotel tanpa cacat cela. Polisi tidak dapat menemukan sesuatu yang tidak
beres. Akhirnya untuk sementara Belanda tidak mengganggu lagi. Untuk sementara waktu semua berjalan lan
car. K’tut tidak diganggu lagi dan kepercayaan dirinya pulih. Namun, suatu hari seorang polisi Belanda Indo
data ng ke hotel K’tut dan membawa surat dengan sampul yang besar. Awalnya
K’tut mengira ada kontrolir yang memintanya menghadap, tetapi itu keliru. Surat itu berisi perintah pengusiran K’tut. Jika dalam batas waktu satu minggu tidak
meninggalkan Bali, K’tut akan ditangkap dan ditaruh di atas kapal pertama yang berangkat ke Amerika Serikat. Surat pengusiran itu sama sekali tidak disertai
penjelasan. Dengan segera K’tut mendatangi kantor kontralir di Denpasar. Ia
menanyakan, alasan pengusiran K’tut. Kontrolir tidak dapat menjelaskan alas an
pengusiran. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut:
21 “Pemerintah Belanda tidak berkewajiban untuk mengemukakan alasan. Anda
orang asing di sini, dan kami pasti berhasil mengusir Anda dari pulau ini.” K’tut menjawab, Silahkan mencobanya. Sama-sama tidak akan berniat pergi, kalau
tidak ada alasan sama sekali. Ini namanya tindakan sewenang-wenang. Coba saja menaikkan diri saya ke kapal dengan jalan paksa. Anda pasti menyesal, lihat saja
nanti hlm. 107.
Keesokan harinya, K’tut terbang ke Jawa untuk menemui konsul Amerika di Surabaya. Di
sana dijelaskan bahwa K’tut tidak mungkin bisa diusir begitu saja tanpa alasan. Kecuali memang
di hotel K’tut terbukti biasa terjadi hal-hal yang melanggar tindakan tata susila atau ketahuan menyebarkan paham komunisme. Di
akhir nasehatnya, konsul Amerika mengatakan bahwa K’tut harus mengusahakan
pembela dan persoalan ini harus segera diajukan pada Gubernur Jenderal di Batavia.
Awalnya, K’tut ingin memakai pengacara bangsa Indonesia. Namun, ketika ditanyakan ke Agung Nura tentang pengacara yang akan dipakai K’tut,
Agung Nura menyarankan untuk memakai pengacara Belanda. Kalau pengacara
Indonesia pasti tidak akan bisa berbuat apa- apa. Atas desakan Nura, K’tut
mendatangi Daan untuk mengusulkan pengacara. Daan mengusulkan seorang pengacara hukum kenalannya. Dengan segera persyaratan formalitas dilengkapi.
Pihak penguasa Belanda dibe ritahu bahwa kasus K’tut Tantri akan
diajukan ke hadapan Gubernur Jenderal. Dan selama keputusan belum dijatuhkan, K’tut tidak bisa ditahan atau diusir dari Bali.
Berminggu-minggu tanpa ada keputusan. Sementara itu, dari penjuru dunia mengalir surat-surat dari orang-
orang yang pernah tinggal di hotel K’tut. Surat itu ditujukan ke Gubernur Jenderal, yang berisi memprotes perlakuan yang
dialami K’tut. Seorang wanita Belanda yang akrab dengan Ratu Wilhelmina menulis, jika gadis K’tut Tantri dari Amerika sampai diusir dari Bali, kami akan
mengundang K’tut ke Belanda dimana K’tut akan mendapatkan kesempatan untuk membuka mulut. Sementara surat-surat itu
terus berdatangan, hotel K’tut dikosongkan. Pihak Belanda tidak mengizinkan seorang pun tinggal di hotel.
Di sisi lain, pengacara yang membela K’tut dalam kasus ini menasehati.
Pihak Belanda tidak akan menemukan kata sepakat untuk mengusir K’tut. Bergaul akrab dengan penduduk pribumi dan memakai pakaian adat bukan suatu tindakan
kejahatan. Bahkan tinggal di tengah keluarga pribumi bukan sebagai kejahatan. Pengacara berusaha menenangkan K’tut seperti yang tergambar berikut:
22 Mereka tidak bisa menemukan kata sepakat untuk mengusir Anda. Kata pengacara menenangkan diriku. Bergaul akrab dengan penduduk pribumi,
mengenakan pakaian seperti penduduk setempat, tidak merupakan kejahatan. Bahkan tinggal di tengah keluarga pribumi pun tidak Justru memburu-buru
orang, sikap picik, dan prasangka rasiallah yang merupakan kejahatan hlm. 108.