Memegang janji Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Psikis

Tantri tidak langsung disiarkannya. Ia sangat berhati-hati, karena berita yang diterimanya tidak masuk akal. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 89 Awalnya dimulai dengan suatu berita luar biasa yang disampaikan padaku di stasiun pemancar. Berita itu tidak masuk akal, sehingga aku tidak mau menyampaikannya sebelum bisa memastikan paslu tidaknya. Aku menerima kabar bahwa tentara Inggris yang sebagian besar terdiri dari pasukan-pasukan Gurkha, menyelundupkan pasukan- pasukan Belanda ke darat di pelabuhan Surabaya. Begitu turun, pasukan-pasukan itu langsung menuju berbagai tempat dalam kota yang saat itu tidak bersenjata dan tidak diawasi. Ditempat itu mereka diam-diam membangun kekuatan, sementara tentara Inggris sendiri tetap berada di atas kapal dan di pelabuhan. Mereka menunjukkan sikap pura-pura tidak tahu apa-apa hlm. 225. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan bahwa, ia sangat berhati-hati ketika akan menyampaikan berita. Jika berita itu tidak masuk akal, K’tut Tantri harus membuktikan berita itu benar atau tidaknya. Hal ini terdeskripsikan sangat jelas pada kutipan di atas. Sikap K’tut Tantri itu sangat berhati-hati, ia tidak ingin menimbulkan salah paham antara Inggris dan Indonesia. Jika berita itu tidak benar keadaannya, K’tut Tantri tidak akan menyiarkannya di radio.

3.1.2.10 Haru dan tabah

K’tut Tantri mendapatkan sanjungan yang luar biasa dari presiden Sukarno dalam pidato kepresidenan. Ia mendapatkan sanjungan itu karena telah rela berkorban dan membela kemerdekaan Indonesia tanpa memperdulikan keselamatan sendiri. K’tut Tantri merasa tersanjung dan sampai meneteskan air mata haru. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 90 Aku benar-benar kaget saat itu, dan tepuk tangan memekik telinga yang menyusul membangkitkan rasa haru dan kikuk dalam hatiku, sehingga air mataku bercucuran. Aku harus memaksa diri untuk tetap bersikap tenang hlm. 274. Perasaan haru K’tut Tantri dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa, ia merasakan tersanjung yang amat luar biasa. K’tut Tantri tidak dapat berbuat apa-apa selain meneteskan air mata haru. Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa K’tut Tantri adalah wanita yang sama dengan wanita lainnya, memiliki rasa haru sebagai wanita. Sifat kewanitaanya dan ketabahan hati muncul ketika mendapatkan kabar dari Pito bahwa orang yang sangat disayanginya telah mati, yaitu Anak Agung Nura. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 91 Tiba-tiba kurasakan diriku sudah tidak lagi berada di dunia ini, pindah ke alam lain yang gelap gulita. Terbayang dalam ingatanku wajah yang kusayangi, tersenyum padaku dengan penuh pandangan rahasia. Aku merasa seolah-olah lumpuh. Bahkan menangis pun tidak bisa hlm. 283. 92 Tidak, Pito. Aku tidak mau menangis. Aku tidak mau menuruti perasaanku saat ini, jawabku. Jika itu kulakukan, takkan mungkin aku bisa tahan tinggal lebih lama di Indonesia. Agung Nura pasti tidak menghendaki aku bersedih hati. Aku akan berjuang terus, seperti yang diinginkannya. Segalanya yang bisa kuberikan demi perjuangan kubaktikan demi arwahnya hlm. 284. 93 Aku masih tetap duduk di beranda. Surat Anak Agung Nura terletak dipangkuanku. Hatiku berat rasanya. Aku tidak berani membuka surat itu. Aku merasa pasti takkan tahan lagi apabila saat itu berhubungan dengan Agung Nura, walaupun ia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku tak mungkin sanggup menahan kepedihan hatiku menatap kalimat-kalimat yang ditulis dengan tangannya. Aku merasa belum mampu. Surat itu tidak jadi kubuka, kumasukkan ke laci meja tulisku. Aku pergi meninggalkan beranda hlm. 285. Ketiga kutipan di atas menunjukkan citra diri wanita dalam aspek psikis mengenai perasaan sedih sekaligus tegar dari K’tut Tantri. Ia merasakan bahwa harus tetap tegar dan meneruskan perjuangan. K’tut Tantri tidak ingin terbawa perasaan sedih yang akan mengakibatkannya terpuruk dan tidak ingin membuat arwah Anak Agung Nura sedih melihatnya. Ia akan membaktikan perjuangannya untuk arwah Anak Agung Nura. Karena hal ini, K’tut Tantri tidak sanggup untuk membuka atau membaca surat Anak Agung Nura yang dititipkan pada Pito. Hal ini menunjukkan bahwa, K’tut Tantri tidak ingin terbawa perasaan sedih karena orang yang disayanginya telah mati, sehingga mengakibatkannya tidak bisa tetap tinggal di Indonesia. Sifat kewanitaan K’tut Tantri muncul, namun ditutupi dengan sikap yang tegar, sehingga ia tetap berusaha untuk kuat menerima kenyataan itu.

3.1.2.11 Pandai menyiasati situasi

Wanita ningrat itu sangat menaruh perhatian terhadap K’tut Tantri yang bisa meramalkan nasib seseorang. K’tut Tantri ditugaskan untuk membuat ramalan palsu tentang wanita nigrat itu. Pertama kali bertemu wanita ningrat itu, ia berusaha meyakinkan wanita ningrat itu mengenai kartu-kartu yang dimilikinya dan dibuat sendiri. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: 94 Aku sengaja bersikap enggan. Kartuku bukan kartu biasa-biasa saja, kataku. Masa terkutung seorang diri dalam penjara memberi peluang bagiku untuk mengenali diriku sendiri, dan kartuku merupakan bagian dari perkembangan kejiwaanku, alat bagiku untuk memasuki alam yang lebih tinggi. Kukatakan bahwa kartuku hanya bisa meramalkan nasib orang lain, apabila orang itu dengan diriku ada getaran simpatik yang harmonis. Menurut perasaanku ia simpatik, tetapi tidak banyak orang yang bisa memahami hal itu hlm. 258.