merasakan itu sebagai penghinaan dan ingin membeli semua surat kabar itu. Namun, pikiran jernih K’tut Tantri membuatnya berpikir untuk segera pergi dan kembali ke
rumah orang Cina itu. Ia ingin meloporkan kejadian yang menyinggungnya di sebuah surat kabar. Kemarahan itu tertutupi oleh pikiran jernih K’tut Tantri. Citra diri wanita
tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan sebagai wanita yang tenang dalam menghadapi masalah, walau diselimuti kemarahan.
3.2 Rangkuman
Dalam bab III ini mendeskripsikan tentang citra diri wanita tokoh K’tut Tantri
dalam aspek fisik dan aspek psikis. Citra diri wanita dalam aspek fisik yang tergambar dalam tokoh
K’tut Tantri adalah bersuku ManAmerika, berambut pirang, dan berkulit putih. Ia memakai pakaian adat Bali dan merubah warna rambutnya
dengan mengecatnya menjadi warna hitam, karena rambut pirang di Bali identik dengan setan dan penyihir. Hal ini menunjukkan citra diri wanita dalam aspek fisik
bahwa, K’tut Tantri berkeinginan untuk menjadi wanita Bali yang sesungguhnya
Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis adalah seorang wanita
asing yang memiliki kedewasaan dalam menjalani setiap kehidupannya. Ia memiliki keinginan untuk mencari kedamaian dan ketenangan di Pulau Bali.
Ketertarikan K’tut Tantri pada Pulau Bali diawali ketika melihat film yang mengisahkan tentang Pulau
Bali, Bali, Surga Terakhir.
K’tut Tantri kagum dengan pesta yang sangat mewah berada di pedalaman Pulau Bali. Ia memiliki rasa keingintahuan terhadap Pulau Bali yang sangat besar, itu
menyebabkan dirinya berada di tengah-tengat masyarakat Bali. K’tut Tantri selalu
yakin dengan tindakannya dan memiliki prinsip hidup yang dipegang kuat. Selain yakin dengan tindakan
nya dan prinsip hidup yang dipegang kuat, K’tut Tantri memiliki keberanian dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya.
Setelah lama tinggal di Pulau Bali, K’tut Tantri mulai mencintai Pulau Bali seperti tanah airnya sendiri. Namun, ia mulai terlena dengan gaya hidup Raja Bali dan
terlena dengan lingkungan disekitarnya. K’tut Tantri telah mencintai Pulau Bali
seperti tanah airnya sendiri, hal itu menyebabkan keinginan untuk menjadi wanita Bali seutuhnya.
Dalam menghadapi setiap masalah, K’tut Tantri selalu tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya. Ia mulai gelisah karena banyak kejadian yang tidak
diketahuinya dan ia tidak terlibat langsung didalamnya. Oleh karena itu, K’tut Tantri
memutuskan untuk bergabung dalam gerakan kemerdekaan Indonesia. Tindakan seperti ini menunjukkan bahwa K’tut Tantri sangat mencintai Indonesia yang
dianggap sebagai tanah airnya yang kedua. Sebagai wanita asing yang mencintai Indonesia selayaknya mencintai
negeranya sendiri , K’tut Tantri terdeskripsikan sebagai wanita yang selalu
bertanggung jawab atas segala tindakannya dan jika telah berjanji, ia tidak akan
mengingkari janjinya. Ia selalu berhati-hati dan waspada dengan tindakan yang dilakukannya.
Selain itu, K’tut Tantri adalah orang yang selalu tidak ingin mengecewakan orang lain.
K’tut Tantri memiliki kebencian yang sangat besar terhadap penjajahan di Indonesia yang dilakukan Belanda maupun Jepang. Di saat ditawan Jepang, ia
merasakan ketekutan karena akan dikubur hidup- hidup. Dokter yang merawat K’tut
Tantri mengenggap ia telah mati. Hal ini mengakibatkan K’tut Tantri tidak terkendali dan histeris. Namun, dalam menghadapi setiap masalah ia selalu berpikir positif dan
memiliki semangat yang membangkitkan hidupnya. Dalam situasi yang sulit, K’tut Tantri masih bisa peduli terhadap sesama. Ia
juga selalu bertindak untuk melindungi orang yang disayanginya. Hal ini dilakukan K’tut Tantri agar tidak mengulangi kesalahan dan tidak ingin kehilangan orang yang
disayanginya untuk kedua kali, yaitu kehilangan Anak Agung Nura. Ia selalu belajar dari pengalaman yang telah dilaluinya agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Kecintaan K’tut Tantri terhadap Pulau Bali dan Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Tindakan yang dilakukannya hanya untuk Bali dan Indonesia.
Dari analisis citra diri wanita dalam bab III ini, tergambar adanya citra diri wanita yang sangat kuat dari tokoh utama, yaitu K’tut Tantri. Untuk dapat
menyimpulkan secara rinci, maka akan ditarik kesimpulan yang akan dibahas dalam bab IV.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam bab IV penulis akan memaparkan kesimpulan dari hasil analisis bab II dan bab III, serta saran bagi penelitian selanjutnya. Pertama yang akan
dipaparkan adalah hasil analisis struktur alur novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Kemudian yang kedua akan dipaparkan hasil analisis citra diri
wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Serta yang ketiga
akan dipaparkan saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya. Alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai
karya K’tut Tantri adalah alur lurus atau maju. Hasil analisis alur digunakan untuk menganalisis citra diri wanita
dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri yang meliputi aspek fisik
dan aspek psikis. Citra diri wanita to
koh K’tut Tantri dalam aspek fisik terdeskrepsi sebagai wanita keturunan suku ManAmerika, berkulit putih, dan berambut pirang. Ia
memakai pakaian adat Bali dan mengubah warna rambutnya dengan mengecatnya menjadi warna hitam, karena rambut merah di Bali identik dengan setan dan
penyihir . Hal ini menunjukkan citra diri wanita dalam aspek fisik bahwa, K’tut
Tantri berkeinginan untuk menjadi wanita Bali yang sesungguhnya. Dalam aspek psikis,
K’tut Tantri terdeskripsikan sebagai wanita asing yang tertarik terhadap Pulau Bali. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang sangat