BAB III CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI
Setelah melakukan analisis alur terhadap novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri, maka hasil analisis tersebut juga akan memberikan gambaran tentang
citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa damai. Dari penggambaran alur yang ada, Novel ini juga memberikan ilustrasi citra wanita pada tokoh K’tut Tantri.
3.1 Citra Diri Wanita
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab
atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai prilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek
fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat Sugihastuti, 2000:112-113. Berikut akan dipaparkan citra diri wanita dari aspek
fisik dan psikis dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri.
3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Fisik
Dalam aspek fisik, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dideskripsikan sebagai wanita bersuku ManAmerika, berambut pirang, dan berkulit putih.
K’tut Tantri fisiknya sangat glamor dipadukan dengan pakaian adat Bali. Hal ini terdeskripsikan
dalam kutipan berikut:
41 Lipatan kain yang lurus jatuhnya dari pinggul sampai ke mata kaki, warna kontras dari setagen, lalu kesederhanaan potongan kebaya di atasnya, memberi keluwesan
dan keanggunan pada diriku, yang tak pernah bisa kucapai apabila berpakaian Barat. Warna kulit yang putih, dugabungkan dengan kombinasi busana Bali yang warna-
warni, menimbulkan kesan mencolok. Kurasa saat itu, rambutku juga sangat indah kelihatannya. Merah menyala sepanjang bahu. Tak kuragukan lagi, penjelmaan itu
memberikan sentuhan glamor pada diriku hlm. 53.
Kutipan di atas mendeskripsikan tentang citra diri wanita tokoh K’tut Tantri secara fisik yang menggunakan pakaian adat Bali.
K’tut Tantri merasakan kekaguman dan bangga terhadap penampilan barunya yang menggunakan pakaian adat Bali.
K’tut Tantri merasa bahwa harus mengubah penampilan rambutnya setelah mendapat saran dari raja. Rambut pirang digambarkan negatif oleh masyarakat Bali,
rambut pirang identik dengan setan dan penyihir. K’tut Tantri menerima permintaan
raja, ia mengubah warna rambutnya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:
42 Rambutku yang merah, terasa sekali tidak cocok dengan usana Bali yang kupakai sehari-hari. Akhirnya raja menyarankan, sebaiknya dicat saja menjadi hitam.
Dikatakannya di Bali hanya setan, penyihir, dan Rangda saja yang berambut merah. Penduduk yang percaya pada takhyul akan takut padaku, sehingga aku tidak bisa
benar-benar diterima sebagai satu dari mereka. Akhirnya saran itu kuturuti, walau dengan perasaan agak segan hlm. 56.
Terlihat sangat jelas citra diri wanita dalam aspek fisik yang terkandung dalam kutipan di atas.
K’tut Tantri memutuskan untuk mengubah warna rambutnya untuk dapat diterima di masyarakat Bali. Aspek fisik yang terkandung dalam kutipan
di atas menunjukkan bahwa K’tut Tantri ingin sekali menjadi wanita Bali dan ingin
diterima oleh masyarakat Bali. Keadaan fisik K’tut Tantri yang menggambarkan jelas bahwa ia bukan orang
Asia sangat membantu ketika mencari hotel saat di New York. Awalnya orang Cina yang menanyakan hotel, namun tidak ada kamar yang kosong. K’tut Tantri merasa itu
ada kaitannya dengan warna kulit orang Cina. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:
47 Teman seperjalananku mendatangi sebuah hotel. Ia mendapat keterangan bahwa tidak ada kamar kosong. Hotel berikut yang didatangi, sama saja jawabannya. Saat itu
timbul dugaanku, jangan-jangan penolakan itu ada hubungannya dengan warna kulitnya. Ketika aku sendiri yang menanyakan, ternyata dengan gampang aku
memperoleh dua buah kamarhlm. 362-363.
Dalam ku tipan di atas, K’tut Tantri tertolong dengan warna kulitnya sebagai
orang asing. Warna kulit putih telah membantu untuk mendapatkan kamar hotel di New York.
Citra diri wanita dalam aspek fisik yang tergambar dalam sub bab ini terlihat bahwa, K’tut Tantri seorang keturunan Man Amerika, berambut pirang, dan berkulit
putih. Ia memiliki penampilan fisik baru. Rambut yang pirang digambarkan negatif oleh masyarakat Bali, rambut pirang identik dengan setan dan penyihir.
K’tut Tantri
mengubah warna rambutnya menjadi hitam. Hal ini menunjukkan citra diri wanita dalam aspek fisik
bahwa, K’tut Tantri berkeinginan untuk menjadi wanita Bali yang sesungguhnya.
3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Psikis
3.1.2.1 Merindukan kedamaian
Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis digambarkan sebagai wanita yang tertarik pada dunia luar. Ia tertarik pada sebuah pulau yang berada di
Indonesia, yaitu Pulau Bali. K’tut Tantri tertarik setelah menonton sebuah film yang berjudul Bali, Surga Terakhir. Setelah menonton film tersebut, ia sangat
tertarikterhadap Bali. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:
48 Aku terpesona. Film itu penuh dengan kedamaian, kelegaan hati, keindahan, dan rasa kasih yang dipancarkan kehidupan petani di desa. Ya, saat itulah aku menemukan
bentuk kehidupan yang kudambakan. Saat itu kukenali kehidupan yang kuidamkan. Keputusanku datang dengan tiba-tiba, tetapi tidak bisa diubah lagi. Saat itu aku
merasa bahwa takdirku sudah menentukan demikian. Aku merasakan adanya suatu dorongan, yang sama sekali tak ingin kuelakkan hlm. 11.
Kutipan di atas menunjukkan seorang wanita yang sangat merindukan kedamaian dalam hidupnya.
K’Tut Tantri merasa kagum dengan visualisasi Bali yang digambarkan dalam film. K’tut Tantri merasa jika kehidupan yang didambakannya
ada di Pulau Bali. K’tut Tantri mempunyai dorongan yang akan membawanya ke
sebuah pulau di Indonesia, yaitu Pulau Bali. Film itu sangat mempengaruhinya dan