menikah, serta 8 kekerasan dalam rumah tangga divorcereform.org, thejosephfirmpa.com, diunduh 24 Juli 2014.
Perceraian juga seringkali disebabkan oleh masalah keuangan, masalah komunikasi, pergeseran prioritas suami atau istri, penggunaan
obat-obatan, dan ketidak-mampuan untuk menyelesaikan masalah aaml.org, diunduh 24 Juli 2014. Penelitian Mafauzy Mohamed
bernama.com.my, diunduh 24 Juli 2014 menambahkan alasan seperti fondasi agama yang lemah, perbedaan budaya, masalah seksual, karir,
dan suami atau istri yang melepas tanggungjawab.
3. Akibat Perceraian
Merasa diri tidak mampu karena gagal mempertahankan suamiistri maupun pernikahan seringkali muncul setelah perceraian Noller dan
Fitzpatrick, 1993, terutama bagi pria yang hidup dalam budaya patriarki huffingtonpost.com, diunduh 10 Juni 2014. Banyaknya emosi negatif
yang muncul serta merenggangnya relasi-relasi sosial Noller dan Fitzpatrick, 1993 menyebabkan seseorang mengalami ketidakstabilan
emosi dan kebutuhan akan dukungan emosional yang tinggi Hetherington dan Clingempeel, 1992, Weiss, 1979, dalam Koerner et al.,
2004. Pada pasangan-pasangan konvensional di mana suami menjadi
pencari nafkah utama dan istri mengurus rumah tangga, kesulitan finansial kerap dihadapi setelah perceraian. Disorganisasi rumah tangga
terjadi bila pria tidak terbiasa mengurus tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan rumah. Hal ini
menyebabkan seseorang mengalami kesulitan mengatur pola tidur dan pola makan Hetherington, 1977, dalam Skolnick, 1983, yang
membuatnya rentan terkena penyakit Noller dan Fitzpatrick, 1993. Anak-anak dengan orangtua bercerai mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan diri secara positif Brody et al., 1988, dalam Martinez, Jr. dan Forgatch, 2002. Seringkali orangtua terlalu terfokus menyelesaikan
masalahnya sendiri, sehingga anak terabaikan dan kurang mendapat pengawasan. Cap sebagai anak broken home membuat anak merasa
minder di kalangan teman-temannya, sehingga relasi-relasi sebaya
merenggang Guidubaldi, 1987, dalam Noller dan Fitzpatrick, 1993. Anak menjadi lebih senang membolos dan mencari kesenangan di luar
Koerner et al., 2004, sehingga terjadi penurunan performansi akademis dan muncul perilaku maladaptif Guidubaldi, 1987, dalam Noller dan
Fitzpatrick, 1993; Martinez, Jr. dan Forgatch, 2002. Di samping itu, kurangnya waktu orangtua untuk anak Skolnick, 1983 juga
menyebabkan anak menjadi lebih mudah sakit. Relasi sebaya, termasuk relasi dengan saudara kandung, merupakan
relasi yang paling mudah terpengaruh oleh situasi-situasi transisi seperti perceraian Martinez, Jr. dan Forgatch, 2002. Ketiadaan figur orangtua
menuntut anak untuk mencari figur orangtua yang baru. Peran orangtua, guru, teladan, dan pengawas bagi anak yang sebelumnya dipegang oleh