Relasi A dari Sudut Pandang Informan 1

Semenjak di Yogyakarta, informan 1 masih sering bertemu dengan saudara kandungnya. Informan 1 dan saudara kandungnya biasa bertemu tiga sampai lima kali seminggu. Pertemuan tersebut berlangsung selama satu jam sampai seharian penuh. Informan 1 mengatakan bahwa ia senang setiap kali bertemu dengan saudara kandungnya. Selain bertemu langsung, informan 1 juga berinteraksi dengan saudara kandungnya melalui pesan singkat hampir setiap hari. Hal ini tampak dalam wawancara: “Kalau interaksi... Sering, sering, cukup sering. ... Itu kalau lewat ponsel. Tapi kalau ketemu langsung, biasa, ngomong biasa. ... Kadang dua hari sekali, kadang tiga hari sekali, seminggu itu pasti ada bolongnya. ... Ya bisa satu dua jam, nggak ngitungin sih. Kalau di rumah ya seharian, kecuali pas lagi ada acara. ... Tiga lima kali, itu termasuk di Magelang.” Informan 1, 184 – 218 Seringkali informan 1 dan saudara kandungnya bertemu sesuai kebutuhan, seperti keperluan untuk membawa barang ke Magelang, mengajak satu sama lain untuk makan bersama, dan lain sebagainya. Informan 1 bisa membicarakan banyak hal dengan saudara kandungnya, mulai dari kesehariannya di kampus sampai masalah-masalahnya yang berat. Cerita-cerita tentang kehidupan informan 1 di kampus adalah seputar gaya mengajar dosennya, kesulitan dalam mengikuti kuliah, dan sebagainya. Masalah-masalah berat seperti pengalaman diolok teman atau putus hubungan dengan pasangan juga bisa informan 1 ceritakan kepada saudara kandungnya. Informan 1 mengaku bahwa ia selalu bercerita kepada saudara kandungnya ketika sedang ada masalah. Hal ini dilakukan informan 1 karena ia melihat saudara kandungnya sebagai orang yang berpengalaman dan nyaman untuk dijadikan tempat bercerita. Saudara kandung informan 1 dirasa bisa memberikan solusi dan bimbingan yang dibutuhkannya untuk dapat mandiri menyelesaikan masalah. Informan 1 selalu mengecek suasana hati saudara kandungnya sebelum menceritakan masalahnya. Apabila saudara kandungnya sedang kedatangan tamu bulanan, informan 1 melihat hal tersebut dari raut muka saudara kandungnya, dan informan 1 memilih untuk bercerita di lain waktu karena tidak ingin mengganggu saudara kandungnya. Informan 1 menceritakan dalam wawancara: “Kalau ada masalah, pasti cerita. Aku biasanya pasti cerita. ... Kayak cerita di kampus, ini dosennya enak apa enggak, terus bisa ngikutin pelajaran atau enggak, terus tanya timbal balik, gitu. ... Ya aku anggap dia lebih berpengalaman, jadi lebih bisa memberikan solusi. Ya aku cerita masalahku apa adane. Kayak diputus pacar, terus balik, terus kayak di- bully teman, dan sebagainya.” Informan1, 201 – 202 dan 226 – 235 Kegiatan bercerita antara informan 1 dan saudara kandungnya merupakan hal yang timbal balik. Saudara kandung informan 1 pun dikatakan informan 1 sering bercerita kepadanya. Informan 1 terkadang heran mengapa orang yang sudah berpengalaman seperti saudara kandungnya meminta nasihat dari dirinya yang masih anak kecil, tetapi informan 1 tetap mencoba memberikan nasihat untuk membantu saudara kandungnya. Informan 1 mengatakan bahwa dirinya lebih sering memberikan kata-kata untuk menenangkan saudara kandungnya, karena nasihatnya tidak selalu diikuti oleh saudara kandungnya. Tidak jarang informan 1 juga bertindak langsung untuk membantu saudara kandungnya, bahkan ikut merasa kesal dengan orang yang tidak disukai oleh saudara kandungnya. Seperti yang dinyatakan dalam wawancara: “... Kalau sekarang sih ngasih nasihatnya, wis kalem wae. Jadi nasihatnya lebih buat nenangin dia aja. ... Kalau aku lebih suka bertindak sih. Kalau kemarin waktu laptopnya dia rusak... Langsung tak bawa ke counter, sing mbayar aku. ... Pernah ikut sebal sama orang, ya nggak langsung ngomong ke orangnya. Ya ikut sebal sama orang yang disebali sama mbakku.” Informan 1, 260 – 271 Informan 1 dan saudara kandungnya dibesarkan oleh ibu mereka selama bertahun-tahun terakhir. Walau begitu, informan 1 merasa bahwa terdapat perbedaan dalam perlakuan ibunya terhadap dirinya. Informan 1 mengatakan bahwa ibunya selalu berusaha memenuhi keinginan saudara kandungnya, sementara informan 1 diajarkan untuk tidak iri hati. Informan 1 juga merasa bahwa ibunya lebih dekat dengan saudara kandungnya karena keduanya sama-sama perempuan. Akan tetapi, hal ini tidak membuat informan 1 sebal terhadap ibu maupun saudara kandungnya. Informan 1 mengatakan bahwa ia dan saudara kandungnya sering bertengkar ketika masih sama-sama tinggal di Magelang. Pertengkaran biasa terjadi seminggu sekali, serta diwarnai oleh tangisan dan pukulan. Informan 1 mengatakan bahwa pertengkaran terjadi karena hal-hal sepele. Sejak sekitar tahun 2009, informan 1 sudah jarang bermasalah dengan saudara kandungnya. Ketika ada konflik pun, keduanya memilih untuk diam daripada saling memukul atau menangis. Konflik- konflik ini tidak berlangsung lama, yaitu sekitar dua sampai tiga hari. Informan 1 berkata bahwa konflik biasanya selesai dengan sendirinya ketika emosi sudah reda dan salah satu berinisiatif untuk mengajak bicara. Meskipun begitu, tidak jarang keduanya saling meminta maaf terlebih dahulu. Informan 1 mengatakan: “Kalau semenjak dewasa ini, nggak pernah. Ya kalau ada masalah paling masalah kecil lah. Tapi kalau dulu pas dia masih di Magelang, sering banget, hampir dibilang satu minggu itu kalau nggak ada pukul memukul tangis menangis itu nggak bisa itu. Paling nggak seminggu sekali ada pasti.” Informan 1, 301 – 306 Informan 1 mengatakan bahwa secara keseluruhan, ia merasa dekat dengan saudara kandungnya. Pertemuan keduanya yang tidak terlalu intens dirasa informan 1 menghambatnya untuk membentuk hubungan yang lebih dekat lagi dengan saudara kandungnya. Informan 1 berharap ia dapat tetap dekat dan berkomunikasi dengan saudara kandungnya, walaupun saudara kandungnya pindah ke Surabaya.

d. Relasi A dari Sudut Pandang Informan 2

Pada pertengahan tahun 2010, informan 2 pindah ke Yogyakarta untuk memudahkannya dalam menjalani perkuliahan. Informan 2 dan saudara kandungnya informan 1 yang sebelumnya bertemu setiap hari menjadi lebih jarang bertemu. Pada tahun 2014, saudara kandung informan 2 menyusulnya ke Yogyakarta untuk kuliah di universitas yang sama. Informan 2 menyatakan bahwa ia jarang bertemu dengan saudara kandungnya, yaitu hanya sekitar seminggu sekali sesuai dengan kebutuhan. Meskipun jarang bertemu, informan 2 dan saudara kandungnya berkomunikasi hampir setiap hari lewat pesan singkat maupun telepon. Pada minggu-minggu terakhir di Yogyakarta sebelum informan 2 pindah ke Surabaya, ia dan saudara kandungnya menjadi lebih sering bertemu. Informan 2 mengaku bahwa ia senang setiap bertemu dengan saudara kandungnya. Terbukti dari hasil wawancara: “... Akhir-akhir ini sih iya berkomunikasi, soalnya dia bantuin aku pindahan. Ya, sering, kalau misalnya lagi butuh apa gitu, ya sering. ... Akhir-akhir ini seminggu sekali sih, setiap Jumat sebelum pulang. ... Ketemu Kristo itu, Sabtu, Minggu, kemarin. Tiga kali. ... Kalau misalnya ketemu, yo wis, senang. ... Iya, sering. Kalau ada masalah gitu juga, suka telepon. Jadi walaupun jarang ketemu, masih bisa telepon.” Informan 2, 220 – 221, 233, 269, dan 424 - 425 Ketika keduanya bertemu, informan 2 dan saudara kandungnya bercakap-cakap mengenai kuliah dan keadaan keuangan masing- masing. Selain itu, mereka juga membicarakan pasangan masing- masing, kabar terbaru ayah mereka, dan cerita-cerita tentang keseharian keduanya. Informan 2 mengatakan bahwa saudara kandungnya bukanlah orang yang terbuka, tetapi saudara kandungnya dapat bercerita banyak padanya. Ketika saudara kandung informan 2 mengkonsultasikan masalah-masalahnya, informan 2 berusaha membantu dengan memberikan saran. Akan tetapi, informan 2 merasa bahwa sarannya tidak selalu diikuti. Dalam wawancara disebutkan: “Tapi akhir-akhir ini, semenjak kita kuliah, ya cerita. Misalnya ada apa, dia sama pacarnya gimana, sering cerita. ... Apa ya, ya kuliahnya dia. Terus, masalah keuangannya dia selama kuliah, cerita tentang pacarnya dia. Aku cerita tentang pacarku, ya tukar-tukaran cerita gitu. Cerita tentang bapak mungkin, sekali- sekali.” Informan 2, 192 – 194 Informan 2 sendiri mengatakan bahwa ia lebih banyak bercerita pada pacarnya. Namun, informan 2 masih senang bercerita pada saudara kandungnya. Ketika menceritakan masalah yang dimilikinya, informan 2 mendapatkan umpan balik yang baik dan membangun dari dari saudara kandungnya. Informan 2 juga merasa bahwa saudara kandungnya sangat protektif terhadap dirinya, sehingga tidak jarang saudara kandungnya akan langsung bertindak untuk membantu informan 2 menyelesaikan masalahnya. Hal ini tampak dari kata-kata informan 2: “Dia overprotective sebenarnya sama aku. Kayak pernah kan, aku berantem sama pacar, terus aku cerita ke Kristo. Terus Kristo-nya, ngerasa , “Wah, kok mbakku diginiin sih ?” Terus dia ngomong sama Mas Bondan. Kelihatan sayangnya sih. ... Feedback yang membangun yang jelas. Tapi selama ini dia memberikan feedback yang baik sih, yang membangun. Bisa membuat aku lebih sabar, lebih tenang.” Informan 2, 303 – 313 Meskipun dibesarkan bersama-sama oleh ibu, informan 2 merasakan perbedaan perlakuan ibunya terhadap dirinya dan saudara kandungnya. Informan 2 merasa bahwa ibunya lebih memperhatikan saudara kandungnya ketimbang dirinya, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi sikap informan 2 terhadap ibu maupun saudara kandungnya.