Dilema Kolonialisme, Orientalisme dan Imperialisme
Menurut Nyoman, kolonialisme berasal dari kata colonia LatinRomawi, yang awalnya berarti kumpulan, perkampungan, masyarakat di perantauan. Jadi,
secara etimologis kata kolonial tidak sama sekali mengandung unsur penjajahan.
56
Konotasi negatif tentang kolonial terjadi sesudah adanya hegemoni, sekaligus eksploitasi oleh satu negara terhadap negara lainnya. Dengan demikian,
kolonialisme itu dapat menyangkut berbagai masalah yang berkaitan dengan hegemoni yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain yang lebih lemah.
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah mengalami proses panjang dalam menunjukkan kekuasaannya secara detail, seperti yang dilakukan oleh negara-
negara Eropa terhadap Asia, Afrika, Amerika Latin, secara khusus yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, kata kolonial lebih diartikan sebagai pendudukan
atau penjajahan.
Imperialisme menurut Nyoman, berasal dari akar kata imperial dan isme. Imperial berasal dari bahasa Latin, dari akar kata imperareimperium yang
memiliki tiga arti antara lain: pertama, memerintah. Kedua, hak untuk memerintah. Ketiga, kekaisaran atau kerajaan.
57
Nyoman lalu mengutip pernyataan Michael Doyle yang mengatakan bahwa imperialisme merupakan
hubungan formal dan informal, dalam hal ini secara politis suatu negara dapat mengontrol negara lain. Dalam pandangan Nyoman, imperialisme dapat dicapai
dengan cara kekuatan fisik, kolaborasi politis, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
58
Hingga saat ini, saat kolonialisme sudah berakhir, imperialisme masih terus berlanjut dalam bentuk praktik-praktik politik, ideologi, ekonomi, dan sosial
56
Ibid, 20
57
Nyoman Kutha Ratna, SU. Ibid, hal. 23
58
Ibid, hal. 23-24
lainnya. Oleh karena itu, kolonialisme dan imperialisme bisa dikatakan sebagai
dua kekuatan yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yakni menguasai.
Ania Loomba mendefinisikan kolonialisme dengan mengacu pada Oxford English Dictionary OED, yang menjelaskan bahwa kolonialisme berasal dari
kata “colonia” yang berarti tanah pertanian atau sebuah pemukiman yang mengacu pada orang-orang Romawi yang tinggal di wilayah lain, namun masih
mempertahankan kewarganegaraan mereka. Oleh karena itu, Ania Loomba
mendeskripsikan colonia sebagai:
A settlement in a new country...a body of people who settle in a new locality, forming a community subject to or connected with their
parent state, the community so formed, consisting of the original settlers and their descendants and successors, as long as the
connection with the parent state is kept up.
59
Bagi Loomba definisi tentang kolonialisme menarik karena tidak sedikitpun menyinggung keberadaan manusia-manusia lain, selain para pemukim yang
kemungkinan sudah mendiami tempat tersebut. “Kolonialisme,” menurut
Loomba, tidak mengandung implikasi adanya pertemuan antara manusia-manusia dan adanya suatu penaklukan yang dilakukan oleh manusia-manusia baru terhadap
manusia-manusia lainnya, serta tidak ada yang mendominasi antara manusia satu dengan manusia lainnya. Loomba lebih menekankan definisi kolonialisme sebagai
penaklukan dan penguasaan atas tanah serta harta benda yang dimiliki manusia. Dengan kata lain, tujuan utama dari kolonialisme adalah menguasai daerah-daerah
tertentu dengan cara memperluas wilayah kekuasaan.
59
Ania Loomba. ColonialismPoscolonialism. London and New York: Routledge. 1998, hal. 1.
Imperialisme, menurut Loomba, awal mula penggunaanya dalam bahasa Inggris hanya memiliki arti “kekuasaan tertinggi atau unggul.” Oxford English
Dictionary mendefiniskan imperial sebagai sesuatu yang mengacu pada kemaharajaan dan imperialisme sebagai sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh
seorang kaisar yang bertindak secara semena-mena. Asas dan tujuan dari imperialisme adalah memajukan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan-kepentingan kemaharajaan.
60
Loomba juga mengutip tulisan Lenin dan Kautsky yang memberikan makna baru pada kata imperialisme dan menghubungkan imperialisme dengan
perkembangan kapitalisme. Buku Imperialism: the Highes Stage of Capitalism karya Lenin yang Loomba kutip mengatakan bahwa pertumbuhan kapitalis-
keuangan dan berkembangnya industri di negara-negara Eropa telah menghasilkan modal yang sangat besar bagi negara Eropa. Modal yang melimpah tersebut tidak
dapat diinvestasikan di dalam negeri dan tidak akan memberikan keuntungan besar karena buruh yang ada di dalam negeri terbatas. Sementara itu, wilayah-
wilayah bekas jajahan tidak memiliki modal untuk membangun industrinya, namun memiliki banyak buruh dan sumber daya manusia. Oleh karena itu,
menurut Loomba, negara-negara Eropa harus keluar dan menundukkan wilayah- wilayah non-industri agar dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi Eropa
sendiri. Pada akhirnya, tujuan dari imperialisme Barat adalah mewujudkan cita- cita dari kapitalisme itu sendiri.
60
Ibid, hal. 4-5