Transmigrasi Orde Baru sebagai Kolonialisme Internal

praktek kolonial di Indonesia tidak ikut berakhir, sebaliknya terus berlanjut dan digantikan oleh kolonialisme internal yang baik pelaku maupun korbannya adalah sama-sama orang Indonesia. Menurut Bradley Simpson, di masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno mengakui bahwa Indonesia adalah negara besar yang kaya sumber daya alam. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahannya Presiden Soekarno mulai mengambil alih kontrol ekonomi dari tangan asing dengan cara membangun basis ekonomi bagi kesatuan nasional, pembangunan, dan kemandirian nasional. Pengambilalihan kontrol ekonomi tersebut dilakukan karena Soekarno meyakini bahwa kolonialisme di Indonesia belum benar-benar berakhir. Oleh karena itu, dalam pidato kenegaraan yang disampaikan presiden pada pembukaan Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Soekarno mengatakan: Saya meminta Anda, jangan memahami kolonialisme hanya dalam bentuknya yang lama, seperti kami orang Indonesia, dan saudara- saudara kita di berbagai belahan Asia dan Afrika pahami. Kolonialisme juga memiliki pakaiannya yang baru, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, kontrol tindakan fisik oleh kelompok kecil tapi asing dalam sebuah bangsa. 68 Kutipan pidato Presiden Soekarno dalam pembukaan Konferensi Asia- Afrika seperti yang dikutip oleh Simpson menunjukkan bahwa semangat kolonialisme tidak pernah berakhir meskipun daerah jajahan telah merdeka sekalipun. Dengan kata lain, menurut Simpson, kolonialisme yang berakhir di Indonesia hanyalah penjajahan dalam bentuk fisik bukan non-fisik. 68 Ibid, hal. 25 Tampak jelas bahwa program transmigrasi yang berlansung di Indonesia seperti yang telah disinggung pada Bab I, bukanlah kebijakan baru bagi pemerintah Indonesia, secara khusus Orde Baru. Kebijakan yang berkaitan dengan pemindahan penduduk sudah berlangsung sejak masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, program ini dikenal dengan nama kolonisasi. Menurut pemerintah Hindia Belanda, tujuan dari pelaksanaan program kolonisasi adalah untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa dan Madura serta memperbaiki taraf hidup penduduk pribumi yang berada di daerah-daerah pedesaan. Dalam pandangan pemerintah Hindia Belanda, program kolonisasi adalah solusi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang dialami sebagian besar rakyat pribumi yang ada di Pulau Jawa. Selain itu, tampaknya pemerintah Hindia Belanda ingin mengatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk membantu orang-orang Jawa yang menderita kemiskinan akibat sistem Tanam Paksa mengubah taraf hidup mereka menjadi lebih baik. Muncul anggapan bahwa tanpa adanya program kolonisasi ini maka orang-orang pribumi yang ada di Pulau Jawa tidak akan pernah bisa terbebas dari belenggu kemiskinan. Kebijakan pemerintahan Belanda dalam menjalankan politik Tanam Paksa telah mengakibatkan penderitaan penduduk pribumi karena mereka harus membayar upeti pada pemerintahan dengan cara tidak menyerahkan uang tapi menggantinya dengan kerja paksa. Oleh karena itu, penyelenggaraan kolonisasi pada masa pemerintahan Belanda lebih didasari pada politik balas budi pemerintahan Belanda terhadap penduduk pribumi. Kolonisasi pertama pemerintahan Belanda dimulai pada tahun 1905 atas usulan H. G. Heyting yang menjabat sebagai asisten residen Sukabumi. 69 Menurut Heyting, pelaksanaan program kolonisasi ini mempertimbangkan beberapa faktor di antaranya: pertama, kepadatan penduduk di Pulau Jawa yang semakin meningkat. Kedua, lapangan pekerjaan yang tersedia semakin sedikit. Ketiga, memperbaiki kehidupan penduduk pribumi yang menderita akibat pelaksanaan politik Tanam Paksa. Kolonisasi pertama masa pemerintahan Hindia Belanda berlangsung pada bulan Nopember 1905 yang dilaksanakan dengan cara memindahkan 155 kepala keluarga dari daerah padat dan miskin di desa Kedu, Jawa Tengah ke daerah Lampung. Tujuan dari pemerintahan Hindia Belanda memindahkan orang-orang Jawa ke daerah Lampung adalah untuk mengembangkan sektor pertanian terutama persawahan dengan menggunakan teknologi modern seperti pengaturan irigasi yang tepat di bawah pengawasan langsung pemerintahan Hindia Belanda. 70 Selain itu, pada tahun yang sama pemerintahan Belanda juga mengirim penduduk Pulau Jawa ke daerah Kalimantan Timur Banjarmasin. 71 Tujuan dari pemindahan ini tidak untuk mengembangkan sektor pertanian melainkan untuk mempekerjakan orang-orang Jawa di bagian pertambangan dan perkebunan milik Pemerintahan Belanda maupun perusahaan swasta milik orang-orang Belanda. Untuk menarik minat orang-orang Jawa agar mengikuti program ini, pemerintahan Belanda memberikan premi sebesar 20 gulden pada setiap kepala keluarga yang bersedia 69 Departemen Transmigrasi. Historiografi Transmigrasi. Jakarta: 1984, hal. 22 70 Lihat Sri Edi Swasono. Transmigrasi di Indonesia 1905-1985. Jakarta: Universitas Indonesia. 1986, hal. 32 71 Ibid, hal. 55 dipindahkan. Pemerintahan juga menyediakan tempat tinggal gratis serta menanggung biaya hidup peserta kolonisasi selama satu tahun penuh. Pada masa pemerintahan Orde Baru, program transmigrasi dilanjutkan oleh pemerintahan Soeharto atas pertimbangan bahwa kebijakan ini telah berhasil membangun daerah- daerah yang dianggap “tertinggal.” Sebagai sebuah kebijakan, program transmigrasi Orde Baru dianggap berbeda dengan transmigrasi pada periode sebelumnya, terutama dalam hal pelaksanaannya. Menurut Soedigjo Hardjosudarmo, program transmigrasi Orde Baru tidak hanya sekedar sebagai usaha untuk mengurangi jumlah penduduk dan menciptakan lapangan kerja, melainkan sebagai usaha dari pemerintahan untuk melaksanakan cita-cita dari Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Namun, tujuan lain dari program transmigrasi Orde Baru adalah untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara membuka lahan produksi sebanyak mungkin. 72 Tampak bahwa, program transmigrasi yang sudah berlangsung pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda dilaksanakan atas dasar cara pandang pemerintah Belanda yang menganggap rakyat pribumi di Indonesia dulunya Nusantara, memang membutuhkan bantuan pemerintah Belanda untuk bisa mengubah nasib rakyat pribumi menjadi lebih baik. Tanpa bantuan pemerintah Belanda, maka rakyat pribumi di Indonesia akan tetap menderita kemiskinan. Program transmigrasi yang dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia juga didasari 72 Soedigdo Hardjosudarmo. Kebijaksanaan Transmigrasi Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Bharatara. 1965, hal. 23 atas cara pandang pemerintah di Jakarta yang menganggap bahwa program ini benar-benar bertujuan untuk membantu mensejahterakan penduduk transmigrasi. Untuk menyukseskan program transmigrasi di Indonesia, pemerintah Indonesia, secara khusus Orde Baru membawa konsep pemerataan pembangunan di daerah- daerah yang dianggap “tertinggal.” Muncul anggapan bahwa dengan dilaksanakannya program transmigrasi pada masa Orde Baru maka dapat membantu terciptanya pembangunan nasional di daerah- daerah “tertinggal” yang ada di Indonesia. Wacana pembangunan menjadi sebuah konsep yang digunakan pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan program transmigrasi di Indonesia. Konsep pembangunan Orde Baru menunjukkan bahwa pemerintahan pusat memiliki standar tersendiri dalam menilai program transmigrasi. Itulah sebabnya dalam menjalankan kebijakan transmigrasi, pemerintahan tidak perlu melibatkan penduduk lokal karena pemerintahan merasa yakin bahwa penduduk lokal akan menerima kebijakan tersebut. Pandangan semacam ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang ada di Jakarta merasa lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh penduduk lokal daripada penduduk itu sendiri. Program transmigrasi yang dilanjutkan oleh pemerintah Orde Baru hanyalah salah satu contoh dari kebijakan pemerintahan pusat yang bisa menunjukkan bahwa koloniaisme di Indonesia terus berlanjut pada masa pascakolonial. Hanya saja kolonialisme yang terjadi di Indonesia pada masa pascakolonial bukan lagi soal kolonialisme Eropa Belanda, akan tetapi lebih merupakan kolonialisme internal di mana pelaku maupun korbannya sama-sama orang Indonesia sendiri. Jadi kolonialisme yang berlangsung di Indonesia pada masa pascakolonial adalah bentuk dari kolonialisme modern. Ania Loomba dalam buku ColonialismPostcolonialism 1999, mengatakan bahwa kolonialisme modern tidak hanya mengambil upeti, harta benda, dan kekayaan dari daerah-daerah taklukannya melainkan juga mengubah struktur perekonomian daerah tersebut ke dalam hubungan kompleks dengan negara-negara induk sehingga terjadi arus perpindahan manusia dan sumber daya alam antara daerah yang dikuasai dengan daerah yang menguasainya. 73 Dengan kata lain, segala bentuk kolonialisme di muka bumi ini akan terus berlanjut dan tidak akan pernah berakhir. Program transmigrasi yang dilanjutkan oleh pemerintah Orde Baru adalah contoh nyata dari kolonialisme modern yang tidak menjajah fisik manusia melainkan penjajahan non fisik.

G. Pembangunan sebagai Ideologi di Masa Pemerintahan Orde Baru

Istilah pembangunan yang digunakan oleh pemerintahan Indonesia, secara khusus Orde Baru, pada dasarnya adalah sebuah konsep yang digunakan oleh pemerintahan pusat untuk menguasai sumber-sumber daya alam yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Di Indonesia istilah pembangunan mulai dikenal pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada masa ini hampir di setiap kebijakan pemerintahan selalu memakai istilah pembangunan. Salah satu contoh dari kebijakan pemerintahan yang menggunakan kata pembangunan adalah program Pelita Pembangunan Lima Tahun. Selain itu, pada 73 Ania Loomba. ColonialismPoscolonialism. London and New York: Routledge. 1998, hal. 3-4 masa Orde Baru, istilah pembangunan juga digunakan sebagai nama kabinet pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu Kabinet Pembangunan. Maka, tidak mengherankan jika kata pembangunan di masa pemerintahan Orde Baru menjadi sangat populer di kalangan umum. Konsep pembangunan sendiri merupakan produk Barat yang diadopsi oleh pemerintahan Orde Baru. Istilah pembangunan untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh negara Barat, yaitu Amerika Serikat. Pembangunan atau yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah development, merupakan sebuah gagasan yang muncul pada tahun 1940-an, tepatnya tanggal 20 Januari 1949 yang dipelopori oleh presiden Amerika Serikat bernama Harry S. Truman. Sejak diumumkan menjadi sebuah gagasan, istilah development ini telah berhasil menjadi sebuah bahasa dan doktrin dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat. 74 Pada masa pemerintahan Orde baru, pemerintahan Indonesia mengadopsi gagasan development dari pemerintahan AS dalam rangka membangun daerah-daerah tertinggal yang ada di Indonesia. Tujuan utama pemerintahan Orde Baru mengadopsi konsep pembangunan adalah untuk meletakkan dasar-dasar pembangunan ekonomi serta politik Indonesia yang sesuai dengan standar Barat Amerika Serikat. Menurut Simpson 2010, sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, secara otomatis Indonesia telah menjadi negara yang merdeka. Akan tetapi, menurut Simpson, saat Indonesia sudah menjadi sebuah negara yang merdeka, banyak negara-negara Barat yang tertarik untuk 74 C. Teguh Dalyono: Reader. Ekonomi Pembangunan I. Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, hal. 1