“Buruk”-nya Sistem Pertanian Tradisional

Hanya saja, pemerintahan Orde Baru di Jakarta ketika menilai sistem pertanian di Pulau Jawa itu lebih baik daripada pertanian lainnya, pemerintah Jakarta melupakan satu hal yakni tentang konsep pertanian modern yang menggunakan teknologi pertanian modern pula belum tentu cocok jika dilaksanakan di daerah-daerah tujuan transmigrasi yang di luar Pulau Jawa. Namun demikian, sepertinya pemerintah Jakarta tidak memikirkan hal tersebut. Bagi pemerintah Jakarta, sistem pertanian modern yang ada di Pulau Jawa pasti akan berhasil memajukan daerah-daerah pertanian yang ada di luar Pulau Jawa. Sementara itu, orang-orang Dayak di Melawi juga memiliki sistem pertanian sendiri yang selalu mereka kerjakan setiap tahun. Sistem pertanian orang-orang Dayak memang berbeda dengan sistem pertanian yang ada di Pulau Jawa. Orang-orang Dayak dalam hal mengolah tanah pertanian, tidak menggunakan teknologi pertanian modern seperti yang digunakan oleh orang- orang Jawa. Pertanian orang-orang Dayak dikerjakan dengan cara tradisional dan menggunakan lahan yang tidak tetap. Sistem pertanian orang-orang Dayak biasa dikenal dengan istilah Ladang Berpindah. Sebagaimana disampaikan oleh Anton: Sistem pertanian orang-orang Dayak tidak menggunakan teknologi modern seperti yang digunakan oleh para petani di Pulau Jawa. Dalam mengerjakan tanah garapan, mereka hanya membuka hutan, lalu membakarnya, dan setelah itu mereka langsung menanam padi dengan cara memasukan benih padi ke dalam lubang tanah yang mereka buat sendiri dengan menggunakan kayu. Orang-orang Dayak tidak pernah mencangkul atau menggarap lahan pertanian milik mereka. orang- orang Dayak dalam menggarap tanah juga tidak menggunakan alat- alat pertanian modern seperti: cangkul, traktor tangan, arit, pupuk kimia, pestisida dan sebagainya. 137 137 Wawancara dengan bapak Anton. Staf pemerintahan daerah Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Melawi. 24 Februari 2014. Menurut pemerintah daerah, perbedaan antara sistem pertanian orang-orang Dayak dengan pertanian orang-orang Jawa dapat dilihat beberapa hal. Pertama, lahan pertanian yang digunakan oleh petani Dayak selalu berpindah-pindah tempat setiap tahunnya. Kedua, masa tanam hingga mencapai panen membutuhkan waktu satu tahun. Ketiga, para petani Dayak tidak menggunakan teknologi pertanian modern seperti yang digunakan oleh para petani di Pulau Jawa. Keempat, para petani Dayak membuka lahan pertanian bukan untuk dijual hasil panennya, tetapi digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut pemerintah daerah Kabupaten Melawi, setelah program transmigrasi masuk ke daerah Melawi pertumbuhan ekonomi masyarakat Melawi menjadi tumbuh lebih baik. Karena perekonomian tumbuh lebih baik banyak orang-orang Dayak meninggalkan sistem pertanian tradisional dan lebih memilih untuk mengerjakan pekerjaan lain daripada kembali membuka lahan untuk bertani. Sebagaimana yang disampaikan kembali oleh bapak Anton: Semenjak program transmigrasi masuk ke Kabupaten Melawi, hingga saat ini sudah jarang kita jumpai ada orang-orang Dayak yang mengerjakan pertanian ladang berpindah, kalaupun masih ada itu hanya sebagian kecil saja. Hal ini dikarenakan orang-orang Dayak sudah mulai mengerti bahwa sistem pertanian ini tidak memberi keuntungan dalam segi ekonomi. Pertanian semacam ini membutuhkan waktu satu tahun untuk masa panennya, sedangkan jika bandingkan dengan sistem persawahan, dalam waktu satu tahun bisa menghasilkan panen dua hingga tiga kali. Saat ini juga kebanyakan dari orang-orang Dayak lebih memilih untuk membeli beras ke pasar daripada harus kembali bertani. Hal ini dilakukan karena mereka sudah berpikir maju, untuk apa capek-capek bertani kalau mereka mampu membeli beras. 138 138 Wawancara dengan bapak Anton. Staf pemerintahan daerah Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Melawi. 24 Februari 2014. Kutipan di atas menunjukkan bahwa program transmigrasi telah berhasil merubah cara berpikir orang-orang Dayak untuk tidak lagi mengerjakan pertanian tradisional yang oleh pemerintah di Jakarta, sistem pertanian orang-orang Dayak ini tidak meberi kontribusi apapun pada kemajuan daerah Melawi. Tampak jelas pula bahwa program transmigrasi yang dilaksankan oleh pemerintah Orde Baru telah berhasil membangun daerah- daerah yang tadinya dianggap “tertinggal” menjadi maju dalam hal pembangunan.

M. Catatan Penutup

Program transmigrasi yang berlangsung di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat hanyalah salah satu contoh yang dapat menunjukkan bahwa praktek-praktek kolonial tersebut tidak hanya terjadi pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, melainkan juga terjadi pada masa kemerdekaan Indonesia, secara khusus pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi yang dilanjutkan oleh pemerintah Orde Baru di Melawi, memperlihatkan bagaimana orang-orang Dayak yang ada di Melawi diwacanakan oleh para pejabat pemerintahan Orde Baru. Dalam pelaksanaan program transmigrasi di Melawi juga memperlihatkan dengan jelas bagaimana ideologi pembangunan mendominasi cara berpikir para pejabat pemerintahan di Kabupaten Melawi maupun di Provinsi Kalimantan Barat dalam memandang orang-orang Dayak maupun daerah-daerah tujuan transmigrasi yang dulunya dianggap “tertinggal” oleh pemerintah Orde Baru. Program transmigrasi yang dilaksanakan di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat juga menunjukkan bahwa pemerintah Orde Baru beserta para pejabat daerah merasa lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh orang-orang Dayak yang ada di Melawi melebihi kemampuan orang-orang Dayak itu sendiri. Dengan menggunakan konsep pembangunan, pemerintah Orde Baru melegitimasi kebijakan transmigrasi dengan menggunakan argumentasi pembangunan yang seakan-akan menunjukkan bahwa daerah-daerah transmigrasi adalah daerah yang “tertinggal”, sehingga layak untuk merasakan pemerataan pembangunan dari pemerintah Orde Baru. Dengan kata lain, program transmigrasi memang dianggap sebagai solusi untuk pemerataan pembangunan.