Transmigrasi dan Pembangunan Nasional

Indonesia, secara khusus Orde Baru di Jakarta, ingin memajukan daerah-daerah transmigrasi dengan cara melaksanakan “pemerataan pembangunan.” Pemerataan pembangunan di daerah-daerah transmigrasi berupa pembangunan di bidang infrastruktur dan ekonomi. Pembangunan di bidang insfrastruktur berkaitan dengan proyek-proyek pembangunan, seperti jalan raya, jembatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, kantor-kantor pemerintahan, koperasi dan sebagainya. Sedangkan pembangunan ekonomi selalu dikaitkan dengan kesejahteraan penduduk yang mengikuti program transmigrasi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, program transmigrasi di Indonesia merupakan salah satu kebijakan kolonial yang sudah pernah dilaksanakan pada masa pemerintahan Hindia Belanda saat mereka menjajah Indonesia dulunya Nusantara. Tujuan awal pemerintah Belanda melaksanakan program transmigrasi ini adalah untuk mengatasi masalah kemiskinan dan memindahkan penduduk yang padat di Pulau Jawa menuju ke luar Pulau Jawa. Menariknya, pada masa kemerdekaan Indonesia, kebijakan transmigrasi ini diadopsi oleh pemerintah Indonesia dan dilaksanakan secara besar-besaran pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada masa Orde Baru kebijakan transmigrasi tidak hanya bertujuan untuk mengurangi jumlah penduduk, melainkan juga bertujuan untuk membangun daerah-daerah “tertinggal.” Program transmigrasi di masa pemerintahan Orde Baru, dilaksanakan dalam bentuk Pembangunan Lima Tahun Pelita. Menurut pemerintah Orde Baru, waktu lima tahun menjadi tolak ukur pemerintah di Jakarta untuk menilai apakah program transmigrasi mampu membangun daerah-daerah transmigrasi yang tadinya “tertinggal” menjadi maju dalam hal pembangunan. Sebagaimana disampaikan oleh M. Nazarudin: Program transmigrasi yang berlangsung di Kalimantan Barat telah memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Kalimantan Barat. Pada tahun 1955, program transmigrasi pertama kali masuk ke wilayah Pontianak. Saat itu, Pontianak masih merupakan kota Kabupaten yang masuk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Pada masa Orde Baru, program transmigrasi dilanjutkan dan dilaksanakn secara besar-besaran dengan tujuan agar dapat memajukan daerah-daerah yang ada di Kalimantan Barat. 124 Menurut Nazarudin, program transmigrasi juga berkontribusi dalam pembentukan Provinsi Kalimantan Barat. Oleh karena itu, M. Nazarudin kembali berpendapat bahwa: Untuk bisa menjadi sebuah Provinsi ada dua syarat utama yang harus dipenuhi setiap daerah. Pertama, jumlah penduduk. Kedua, pendapatan ekonomi daerah harus meningkat. Penyelenggaraan program transmigrasi di Kalimantan Barat sejauh ini mampu memenuhi dua hal tersebut. Dengan adanya program transmigrasi, penyebaran penduduk menjadi lebih merata. Penciptaan lapangan kerja baru menjadikan wilayah transmigrasi memperoleh pendapatan daerah yang tinggi dari sebelum adanya program transmigrasi. 125 Kutipan di atas menunjukkan bagaimana ideologi pembangunan sangat mendominasi cara berpikir para pejabat pemerintahan dalam menilai program transmigrasi yang berlangsung di Melawi. Jika kemajuan daerah itu dinilai dari keberhasilan pembangunan, maka berdirinya Provinsi Kalimantan Barat dan Berdirinya Kabupaten Melawi bisa menjadi tolak ukur dari keberhasilan proyek- 124 Wawancara dengan bapak Nazarudin. Kepala Bagian Dinas Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat. Selasa, 12 Februari 2014 125 Wawancara dengan bapak Nazarudin. Kepala Bagian Dinas Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat. Selasa, 12 Februari 2014 proyek pembangunan dalam pelaksanaan program transmigrasi di Kalimantan Barat. Beberapa kutipan di atas seolah-olah ingin menegaskan bahwa pembangunan nasional menjadi sangat penting jika ingin memajukan daerah- daerah “tertinggal”. Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan pembangunan nasional. Hanya saja pemerintah Orde Baru melegitimasi kekuasaannya untuk dapat melaksanakan kebijakan transmigrasi dengan memakai argumen bahwa daerah-daerah yang akan dijadikan sebagai tempat pelaksanaan program transmigrasi adalah daerah “tertinggal” yang bisa maju dengan bantuan program transmigrasi. Tampak jelas bahwa argumentasi yang dipakai oleh pemerintah Orde Baru didasari oleh standar yang mereka gunakan untuk menilai mana itu daerah yang dianggap maju, dan mana daerah yang dianggap “tertinggal” belum maju. Padahal, pada akhirnya tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Orde Baru bukan hanya sekedar membantu orang-orang Dayak menjadi maju, melainkan kebijakan transmigrasi digunakan untuk mengekploitasi kekayaan alam yang dimiliki oleh daerah-daerah transmigrasi yang ada di Melawi.

H. Pelatihan untuk Calon Peserta Transmigrasi

Untuk dapat “memajukan” daerah-daerah transmigrasi di Melawi, pemerintah Indonesia, secara khusus Orde Baru memberikan berbagai pelatihan bagi calon peserta transmigrasi yang berasal dari Pulau Jawa. Tujuan dari pemberian pelatihan ini adalah untuk memberikan keahlian pada warga transmigran yang akan berangkat ke lokasi transmigrasi. Berbagai pelatihan yang diberikan pemerintah pada calon peserta transmigrasi berupa pelatihan di bidang pertanian dan perkebunan. Berbagai pelatihan ini mampu menghasilkan tenaga kerja yang handal serta profesional dalam mengolah tanah pertanian. Sebagaimana disampaikan oleh bapak Rohim: Sebelum kami berangkat ke lokasi transmigrasi, kami sudah diberi tahu oleh pemerintah kota Malang bahwa, di lokasi transmigrasi kami akan mendapat jatah tanah. Masing-masing setiap kepala keluarga mendapatkan satu hektar tanah kosong dan satu kapling kebun sawit. Saat itu, kami diberitahu bahwa penduduk lokal yang adalah orang- orang Dayak, tidak akan mengolah tanah milik mereka menjadi lahan pertanian. Hal ini disebabkan oleh sistem pertanian orang-orang Dayak berbeda dengan sistem pertanian yang kami pelajari. Kami sebagai calon peserta transmigrasi diharapkan dapat memajukan daerah transmigrasi dengan cara mengembangkan sistem pertanian modern yang kami terapkan di Pulau Jawa. 126 Kutipan pernyataan di atas menunjukkan bahwa menurut pandangan para warga transmigran orang-orang Dayak yang ada di Melawi tidak akan mampu memajukan daerah-daerah transmigrasi. Oleh karena itu, pemerintah Jakarta mengirim orang-orang Jawa sebagai tenaga kerja yang akan mengerjakan proyek- proyek pembangunan dari pemerintah Orde Baru di Jakarta. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mahrudin: Untuk bisa menjadi peserta transmigrasi di Melawi, kami harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh pemerintah. Syarat tersebut seperti, menguasai bidang pertanian dan perkebunan modern. Untuk saya sendiri, ketentuan tersebut tidaklah sulit, karena di daerah asal saya memang bekerja sebagai petani. Namun dari pemerintah juga menginginkan kami benar-benar menguasai bidang pertanian dan perkebunan, sehingga pihak pemerintah ikut serta dalam memberikan berbagai pelatihan di bidang pertanian pada kami sebelum berangkat ke lokasi transmigrasi. Bahkan saat kami berada di lokasi 126 Wawancara dengan bapak Rohim. Peserta transmigrasi dari kota Malang Jawa Timur. Melawi 18 Februari 2014