“Maju”-nya Sistem Pertanian Pulau Jawa

Menurut pemerintah daerah, pelaksanaan program transmigrasi Orde Baru yang berlangsung di Melawi selalu dikaitan dengan empat hal. Pertama, penyebaran penduduk. Kedua, penciptaan lapangan kerja. Ketiga, mensejahterakan penduduk transmigrasi. Keempat, membangun daerah-daerah “tertinggal.” Dalam hal pembukaan lapangan kerja, pemerintahan di Jakarta lebih memfokuskan pada sektor pertanian dan perkebunan. Untuk meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan, pemerintah di Jakarta mengirim orang-orang untuk membuka lahan dan mengerjakan proyek-proyek pembangunan di bidang pertanian maupun perkebunan. Menurut pemerintah daerah, pemilihan orang-orang Jawa sebagai tenaga kerja pertanian dikarenakan oleh pengalaman kerja yang mereka dimiliki sudah cukup memadai. Dalam pandangan pemerintah daerah, jauh sebelum orang-orang Jawa dikirim ke lokasi transmigrasi, mereka memang telah mengenal teknologi pertanian modern. Di Pulau Jawa sendiri, teknologi pertanian modern selalu dipakai oleh para petani untuk menggarap lahan pertanian. Teknologi pertanian yang para petani Jawa gunakan seperti: penggunaan traktor tangan, bibit unggul, pestisida, dan pupuk yang sesuai sehingga para petani di Pulau Jawa mampu menghasilkan panen melimpah. 136 Dalam pandangan Pemerintah Daerah Kabupaten Melawi, orang-orang Jawa yang bekerja sebagai petani juga sudah terbiasa mengolah tanah dalam kondisi apapun. Meskipun di daerah-daerah transmigrasi yang ada di Melawi, sebagian besar wilayah tanah memiliki tekstur gambut, para petani Jawa selalu bisa 136 Soedigdo Hardjosudarmo. Kebidjaksanaan Transmigrasi dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta : Bhratara. 965, hal. 51 menyiasati lahan pertanian tersebut sehingga tetap mampu menghasilkan panen yang melimpah. Selanjutnya menurut pejabat daerah, orang-orang Jawa tidak mengalami kesulitan dalam hal menggarap tanah pertanian. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mereka dalam menguasai sistem pertanian modern yang sudah terbukti berhasil dilaksanakan di Pulau Jawa. Menurut Karl J. Pelzer, seperti yang dikutip oleh Soedigdo Hardjosudarmo, tanah garapan di Pulau Jawa dibagi ke dalam tiga macam. Pertama, tanah pekarangan yang digunakan untuk menanam sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat-obatan. Kedua, tanah persawahan yang digunakan untuk menanam padi. Ketiga, tanah tegalan yang digunakan oleh petani yang berada di lereng bukit dengan cara membentuk bidang miring, sehingga terhindar dari erosi saat hujan turun. Tanah tegalan ini biasanya digunakan untuk menanam sayur-sayuran buah-buahan, tembakau, dan teh. Menurut pemerintah Orde Baru, keberhasilan pertanian modern di Pulau Jawa tidak lepas dari peran serta pemerintahan di Jakarta dalam melakukan pembinaan maupun menyediakan berbagai teknologi pertanian modern bagi para petani yang ada di Pulau Jawa. Peran serta pemerintahan dalam menyediakan fasilitas pendukung pertanian dinilai sebagai salah satu keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam menyediakan fasilitas teknologi pertanian modern. Keberhasilan para petani di Pulau Jawa mengolah tanah pertanian menunjukkan bahwa orang-orang Jawa memang memiliki kemampuan untuk membuka lahan pertanian. Tampak bahwa pemerintah Orde Baru di Jakarta menginginkan teknologi pertanian modern yang berhasil memajukan sistem pertanian di Pulau Jawa juga digunakan untuk memajukan pertanian di daerah- daerah “tertinggal” secara khusus daerah-daerah yang berada di luar Pulau Jawa. Tujuannya tentu dimaksudkan untuk memajukan daerah- daerah “tertinggal” dengan cara memperkenalkan sistem pertanian modern dan membuka lahan pertanian baru di daerah-daerah transmigrasi dengan menggunakan teknologi pertanian modern yang telah berhasil di Pulau Jawa. Tampak pula bahwa pemerintah Orde Baru menganggap sistem pertanian modern yang dimiliki orang-orang Jawa sebagai sistem pertanian terbaik yang perlu dikembangkan di daerah-daerah tujuan transmigrasi. Anggapan pemerintah Jakarta adalah dengan menggunakan teknologi pertanian modern, maka daerah- daerah tujuan transmigrasi akan berkembang menjadi daerah pertanian yang maju seperti Pulau Jawa.

L. “Buruk”-nya Sistem Pertanian Tradisional

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa sistem pertanian di Pulau Jawa dianggap oleh pemerintah Jakarta sebagai salah satu sistem pertanian terbaik yang perlu dicontoh oleh daerah-daerah luar Pulau Jawa jika ingin memajukan bidang pertanian seperti di Pulau Jawa. Bertolak dari kesadaran tersebut, pada dasarnya tidak ada yang salah dengan anggapan pemerintah Jakarta yang mengatakan bahwa sistem pertanian di Pulau Jawa lebih maju daripada sistem pertanian di luar Pulau Jawa. Hanya saja, pemerintahan Orde Baru di Jakarta ketika menilai sistem pertanian di Pulau Jawa itu lebih baik daripada pertanian lainnya, pemerintah Jakarta melupakan satu hal yakni tentang konsep pertanian modern yang menggunakan teknologi pertanian modern pula belum tentu cocok jika dilaksanakan di daerah-daerah tujuan transmigrasi yang di luar Pulau Jawa. Namun demikian, sepertinya pemerintah Jakarta tidak memikirkan hal tersebut. Bagi pemerintah Jakarta, sistem pertanian modern yang ada di Pulau Jawa pasti akan berhasil memajukan daerah-daerah pertanian yang ada di luar Pulau Jawa. Sementara itu, orang-orang Dayak di Melawi juga memiliki sistem pertanian sendiri yang selalu mereka kerjakan setiap tahun. Sistem pertanian orang-orang Dayak memang berbeda dengan sistem pertanian yang ada di Pulau Jawa. Orang-orang Dayak dalam hal mengolah tanah pertanian, tidak menggunakan teknologi pertanian modern seperti yang digunakan oleh orang- orang Jawa. Pertanian orang-orang Dayak dikerjakan dengan cara tradisional dan menggunakan lahan yang tidak tetap. Sistem pertanian orang-orang Dayak biasa dikenal dengan istilah Ladang Berpindah. Sebagaimana disampaikan oleh Anton: Sistem pertanian orang-orang Dayak tidak menggunakan teknologi modern seperti yang digunakan oleh para petani di Pulau Jawa. Dalam mengerjakan tanah garapan, mereka hanya membuka hutan, lalu membakarnya, dan setelah itu mereka langsung menanam padi dengan cara memasukan benih padi ke dalam lubang tanah yang mereka buat sendiri dengan menggunakan kayu. Orang-orang Dayak tidak pernah mencangkul atau menggarap lahan pertanian milik mereka. orang- orang Dayak dalam menggarap tanah juga tidak menggunakan alat- alat pertanian modern seperti: cangkul, traktor tangan, arit, pupuk kimia, pestisida dan sebagainya. 137 137 Wawancara dengan bapak Anton. Staf pemerintahan daerah Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Melawi. 24 Februari 2014.