Kebijakan Transmigrasi Pemerintah Orde Baru dan Orientalisme di
sikap orientalis para pejabat pemerintahan dalam memandang penduduk lokal, baik itu yang ada di daerah transmigrasi Indonesia, maupun penduduk pribumi
yang ada di negara-negara Timur Tengah seperti Mesir. Hanya saja bedanya, orientalisme di Timur Tengah Mesir, di masa kolonial pelakunya adalah orang-
orang Barat pemerintah Inggris, dan korbannya adalah orang-orang Timur. Sedangkan orientalisme yang berlanjut di Indonesia pada masa pemerintahan
Orde Baru, pelakunya bukan lagi pemerintah kolonial Hindia Belanda melainkan pelakunya adalah pemerintah Indonesia sendiri, secara khusus pemerintah Orde
Baru. Said dalam buku Orientalism menguraikan bahwa wacana orientalisme
digunakan oleh bangsa Barat untuk menata kembali, mendominasi, dan menghegemoni dunia Timur. Untuk melegitimasi kekuasaan Barat atas Timur,
Said mengambil salah satu contoh, yakni kasus pendudukan Inggris atas Mesir, yang dalam pandangan orang-orang Eropa, pendudukan Inggris atas Mesir
bukanlah merupakan penjajahan, melainkan dimaksudkan untuk dapat membantu bangsa Mesir mendirikan pemerintahan sendiri di negara tersebut. Dalam
pandangan orang-orang Inggris, bangsa Mesir tidak akan mampu menjalankan pemerintahannya dengan baik tanpa dukungan orang-orang Inggris.
Orang-orang Inggris menduduki Mesir agar bisa membantu orang-orang Mesir menjalankan pemerintahannya dengan baik. Ketidakmampuan orang-orang
Mesir dalam menjalankan roda pemerintahannya sendiri, menurut orang-orang Inggris, lebih dikarenakan oleh sifat dan karakter mereka sebagai orang Timur
yang dianggap aneh dan berbeda dari orang-orang Barat. Sebagaimana yang telah
penulis bicarakan dengan merujuk pada pernyataan pejabat Inggris bernama Lord Cromer pada bab satu, orang-orang Timur oleh Barat dianggap berbeda dengan
Barat dalam segala hal. Sebagai contoh: menurut Cromer, orang-orang Barat adalah penalar yang baik, sedangkan orang Timur tidak bisa berpikir dengan baik.
Orang Barat berpikir rasional, sedangkan orang Timur berpikir secara irasional. Barat melangkah maju ke depan, sedangkan Timur selalu mundur ke belakang.
Dalam pandangan Cromer, orang-orang Timur adalah makhluk yang mudah dikecoh dan tidak memiliki kemampuan untuk berusaha sendiri. Itulah sebabnya
mengapa orang-orang Timur seperti di Mesir membutuhkan bantuan orang-orang Barat seperti Inggris untuk bisa menjalankan pemerintahannya dengan baik.
Dengan menggunakan logika berpikir orientalis ini, maka tidaklah mengherankan jika orang-orang Inggris yang diwakili oleh Cromer merasa bahwa ketika Inggris
menduduki Mesir, orang-orang Barat selalu merasa diri superior dari orang-orang Timur yang mereka anggap inferior.
Sementara itu, di Indonesia, kebijakan transmigrasi pemerintah Orde Baru yang berlangsung di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat telah menunjukkan
bahwa tindakan orientalis tersebut ternyata tidak hanya bisa dilakukan oleh orang- orang Barat pada umumnya, melainkan juga bisa dilakukan oleh orang-orang
Timur sendiri, secara khusus orang Timur menjajah sesama orang Timur. Program transmigrasi yang berlangsung di Melawi telah menunjukkan bagaimana orang
Timur pemerintah Orde Baru menjajah sesama orang Timur orang-orang Dayak di Melawi. Dengan kata lain, program transmigrasi di Melawi
menunjukkan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari kolonialisme internal yang dilakukan oleh orang Timur terhadap sesama orang Timur.
Tampak jelas bahwa program transmigrasi yang berlangsung di Melawi tidak jauh berbeda dengan orientalisme yang terjadi di negara-negara Timur
Tengah. Dengan kata lain, orientalisme yang tercermin dalam program transmigrasi di Melawi bukan lagi soal bagaimana orang-orang Barat memandang
buruk orang Timur, melainkan soal bagaimana orang-orang Timur memandang buruk sesama orang Timur.
Program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru di Kabupaten Melawi telah menunjukkan bagaimana bagaimana penduduk lokal
orang-orang Dayak diwacanakan oleh pemerintah Indonesia, secara khusus pemerintah Orde Baru. Wacana tertentu yang diberikan oleh pemerintah di Jakarta
kepada orang-orang Dayak di Melawi menjadikan suku Dayak sebagai salah satu suku yang dianggap
“primitif,” “terbelakang,” dan “belum beradab.” Oleh karena itu, kehadiran pemerintah Orde Baru dalam program transmigrasi di Melawi
dimaksudkan untuk membantu orang-orang Dayak membangun daerah Melawi menjadi lebih baik lagi.
Cara pandang para pejabat pemerintahan Indonesia yang ada di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat menunjukkan bahwa sikap orientalistik tidak hanya
dilakukan oleh orang-orang Barat terhadap orang-orang di dunia Timur saja, melainkan sikap serupa juga bisa dilakukan oleh orang-orang Timur sendiri
terhadap sesama orang Timur. Dalam kasus transmigrasi yang berlangsung di Melawi, yang bertindak sebagai agen orientalistik adalah para pejabat
pemerintahan Indonesia yang menganggap bahwa orang-orang Dayak yang ada di Melawi tidak akan pernah bisa membangun daerahnya menjadi maju tanpa
bantuan pemerintah Jakarta. Tesis ini telah berhasil menunjukkan bahwa orientalisme itu tidak hanya
terjadi di negara-negara Timur Tengah, akan tetapi juga bisa terjadi di negara- negara lainnya seperti Indonesia. Hasil penelitian tesis ini juga menunjukkan
bahwa orientalisme yang tercermin dalam program transmigrasi pemerintah Orde Baru di Kabupaten Melawi lebih buruk lagi karena baik pelaku maupun
korbannya sama-sama orang Indonesia. Buruknya lagi, orientalisme yang tercermin dalam program transmigrasi justru terjadi di masa pascakolonial di
mana negara-negara tersebut sudah merdeka dari tangan penjajahan asing.