53
mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy
lari” Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila di biarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar,
sekuat tenaga ia ayunkan, “Prakkkk” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib dilepaskan, ia
berbatuk, nafasnya hampir habis, giliran Dina di cekik, “Mati kamu, mati kamu” Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak
melawan kedua tangan kekar Abang, Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina
melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan Jangan” tapi Adib tidak bisa tinggal diam, ia tidak
bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp” kali
ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara, tergeletak, lantai penuh dengan darah, Dina terdiam memandang.
“Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi kak,” Adib meminta.
“Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah, semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”.
“Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak” Cindy ketakutan.
“Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari
Dib”. “Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib
menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan Do’a hlm 114-116.
c. Cindy
Cindy masih kelas satu SD, belum pantas hidup di jalanan, tapi entah bagaimana ia datang. Dina dan Adib merasa Cindy diculik. Cindy
memiliki fisik yang jauh berbeda dari Dina dan Adib. Wajahnya oval, dagunya lancip, matanya tajam, bibirnya merah tipis, rambutnya sebahu
lurus, kulitnya putih, meski anak kecil, benih-benih kecantikan yang tak bisa dinafikan.
Penokohan Cindy dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain.
Uraian tokoh Cindy adalah sebagai berikut :
54
1 Manja
Sebagai anak yang paling kecil, Cindy memiliki sifat manja kepada Dina dan Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Cindy sangat tak pantas ada di jalan, bernyanyi pun enggan, kadang manja di depan Adib dan Dina, ia bahkan memanggil Dina dengan
sebutan Mama Do’a hlm. 4.
Sikap manja Cindy pun ditunjukkan saat ia merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolahnya. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Adib akan belajar dekat pintu masuk mushola, Dina belajar menemani Cindy, mereka duduk berhadap-hadapan seperti anak dan ibunya,
sesekali Cindy bertanya, “, ini sulit Ma.” “Begini Cindy cara menghitungnya,” Dina menjelaskan.
“Sulit,” Cindy menggaruk keningnya. “Jangan putus asa, dicoba lagi, kamu kurang teliti aja,” Dina
memberitahu. Cindy mengangguk dua kali Do’a hlm. 13-14.
2 Pemberani
Sekalipun Cindy anaknya manja, ia terkadang juga berani. Hal itu ditunjukkan saat ia mengamen sendirian tanpa Dina.
Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Dina langsung berdiri menyambut, menghampiri, “Kamu dari mana?” Maya berdiri melihat, Cindy tampak kusam seperti terpanggang
matahari. “Cindy baru ngamen,” Cindy memberikan uang, “Dapet tujuh ribu Ma.”
Dina terdiam seketika, ia sangat melarang Cindy mengamen sendiri, “Besok ikut Mama aja ya…”Do’a hlm. 128-129.
55
3 Penurut
Cindy anak yang penurut. Ia tak pernah membantah setiap perkataan kedua kakaknya. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut diatas adalah sebagai berikut : D
ina sudah tak bisa angkat suara, perih di bibir membuat mulutnya tak kuasa untuk bernyanyi. Adib tahu, meski Dina tak mengeluh, sebelum
naik bis, Adib meminta Cindy,”Cindy, kamu harus nyanyi” Cindy mengangguk sebelum tangannya menggenggam tangkai bus.
Cindy benar-benar bernyanyi, ia hafal karena setiap hari mendengar, cengkok rendah, tinggi nadanya, semua tak perlu diajari, Cindy seperti
Adib kalau bernyanyi, matanya setengah menutup, tutup botol di tangan tetap dibunyuikan, saat suaranya tinggi menjulang, satu bis akan
memperhatikan, “Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah…” Do’a hlm. 89.
Selain penurut kepada Dina, Cindy juga menurut kepada Adib, kakak laki-lakinya. Hal itu ditunjukkan pada saat Adib
menitipkan Cindy kepada Fatimah karena ia harus berlari menghindar dari Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Adib memandang Cindy dengan tajam. “Cindy,” Adib jongkok mendekati Cindy, ia lihat mata Cindy berair,
Cindy ketakutan. “Jangan menangis” Cindy sekarang ke rumah teman Kak Adib ya.”
Cindy mengangguk. “Nanti kakak akan jemput Cindy,” Cindy belum bisa berdiri dari duduk
di lantai kelas. Adib mengangguk tiga kali. “Bawa tas Kakak, gitar biarkan ditringgal,”
Adib berikan tas keramatnya Do’a hlm. 100.
Selain itu, Cindy juga menuruti kata-kata Adib saat ia dan Fatimah mengunjungi Adib di penjara anak. Kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Saat Adib tampak dari balik pintu, Cindy berlari mendekat. “Kakak…”
Adib langsung menggendong Cindy dan menciumnya.
56
Tampak airmata Cindy mengalir. “Jangan menangis.” Cindy dan Kak Dina harus kuat dan tetap semangat
ya.” Cindy mengangguk dan langsung mengusap pipinya Do’a hlm. 124.
4 Penyayang
Hidup bertiga dalam cengkeraman kekerasan Suratman, membuat Cindy belajar bagaimana saling menyayangi di antara
mereka. Hal itu ditunjukkan pada saat Adib dipukul oleh Suratman. Cindy dengan sabar merawat kakaknya. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Dina kembali dengan air satu gelas, lap kecil dari handuk, diusap di sekitar bibir Adib, bersihkan kening Adib. Cindy hanya bisa
memandang, kadang memijat kaki Adib yang membujur diatas lantai Do’a hlm. 39.
Selain kepada Adib, Cindy juga menunjukkan sifat penyayangnya kepada Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
“Kak Adib ingin kita lulus semua,” Cindy mendongak saat berbicara. Dina tersenyum dalam perih, mungkin jika Adib tak membunuh
Suratman ia sedang dalam perasaan khawatir selalu dikejar, mungkin jika Adib tak menikam Suratman, ia dan Cindy terus dalam cengkraman
Abang, dalam siksaan Abang, “Kita pasti lulus” Do’a hlm. 129.
5 Peduli
Dibalik sifat manjanya, Cindy juga memiliki sifat peduli. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai
berikut :
“Kenapa Cindy belum pulang ya May?” Dina terlihat panik. “Paling sedang main di rumah teman,” Maya mencoba menenangkan
Sahabatnya, ia rangkul Dina dari samping. Dina menggeleng, “Dia tidak pernah seperti itu, aku takut terjadi
sesuatu padanya, dia masih kecil May.”
57
“Sudahlah,” Maya mengelus punggung Dina, “Itu Cindy.” Dina langsung berdiri menyambut, menghampiri, “Kamu dari mana?”
Maya berdiri melihat, Cindy tampak kusam seperti terpanggang matahari.
“Cindy baru ngamen,” Cindy memberikan uang, “Dapet tujuh ribu Ma.” Dina terdiam seketika, ia sangat melarang Cindy mengamen sendiri,
“Besok ikut Mama aja ya…”Do’a hlm. 128-129.
6 Dewasa
Cindy, walaupun masih anak kecil tetapi ia mempunyai sifat dewasa. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas
adalah sebagai berikut :
“Bisa bangunkan Cindy Bu?” Dina meminta. Sebelum Ibu Hanna menjawab, tiba-tiba pintu salah satu kamar terbuka,
tampak wajah Cindy dengan seragam sekolah, ia menguap, mendekat, “Mama, Kakak, maafkan Cindy, tadi Cindy belajar tapi Cindy
ketiduran, Do’a hlm. 29.
7 Pintar
Setiap hari ngamen tidak membut Cindy lupa akan tujuannya. Ia selalu rajin belajar demi mencapai cita-citanya. Cindy
termasuk anak yang pintar. Hal itu terbukti pada saat ia dan Hanna ditunjuk untuk mewakili sekolahnya mengikuti lomba cerdas
cermat tingkat SD se-Jakarta Selatan. Walaupun akhirnya, ia dan Hanna kalah dalam perlombaan tersebut. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Tampak di ruang kelas, Cindy dan Hanna duduk berdampingan satu meja. Mereka harus menjawab soal tulis cepat lebih dahulu sebagai tes
seleksi sebelum melangkah ke lomba cerdas cermat. Setelah selesai, semua peserta meninggalkan ruang kelas dan menunggu
hasil pengumuman tes seleksi peserta lomba cerdas cermat. Tak lama berselang. Tampak guru-guru mengerubut di satu papan, ada
pengumuman tertulis. Satu kertas bertuliskan nilai dan satu kertas lagi bertuliskan nama-nama peserta yang lolos mengikuti lomba cerdas
cermat. Entah mengapa tiba-tiba ada Ibu guru keluar dari
58
kerumunan,berlari kearah Cindy dan Hanna, “Cindy Hanna” ia seketika memeluk, mencium keduanya.
“Lima menit lagi kita cerdas cermat” Bu guru tersenyum girang. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy
dan Hanna di grup D. Semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru
muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan.
Saat babak pertama, grup A menang, saat soal lemparan grup B menang, Cindy dan Hanna tertinggal tapi tak begitu jauh. Di papan skor,
grup A 600, grup B 650, grup C 450, dan grup D 600 poin. Saat babak rebutan,
semua terhanyut dalam ketegangan. Babak rebutan pun dimulai, Cindy beberapa kali mengangkat tangan, dan menjawab soal dengan benar,
Hanna pun demikian, mereka melesat hingga sebelum soal terakhir diberikan, kedudukan imbang antara grup A, B, dan grup D, berbeda
tipis. Grup A 800, grup B 750, grup D 850. Semua hening terdiam mendengarkan soal terakhir, salah satu juri
membacakan soal, “Siapa nama lengkap pencipta lagu Indonesia raya.” Tangan Cindy tampak mengangkat tinggi, “W.R Supratman.” Jawab
Cindy tegas. “Nama lengkapnya?” juri ingin tahu jawaban lengkap.
Mata penonton memusat pandangan, ada yang mulutnya menganga, ada yang menutup mulut dengan dua tangan, hening terasa seolah
mencekam, rasanya bila ada jarum jatuh, akan terdengar di seisi ruangan.
Cindy dan Hanna celingukan, selama ini yang mereka tahu W.R.Supratman.
“Tiga, dua, satu. Grup D dikurangi seratus.” Bersorak seketika pendukung grup A yang keluar sebagai pemenang.
Cindy tertunduk, Hanna pun tampak lesu Do’a hlm. 71-74.
d. Suratman Abang