93
“Heh….berani kamu?” Adib geram, tapi dia cuma anak kecil.
Baju Dina ditarik, masuk ke dalam kontrakan, suara pukulan terdengar, jeritan Dina mengoyak, Adib di luar tidak bisa bertindak, Cindy menangis,
berkali kali terdengar teriakan Dina, “Ampun Bang,” itu yang terdengar, Adib meski anak kecil tidak bisa menerima, ia sudah kelas enam, ia masuk,
memeluk kakaknya, kini pukulan dengan gagang sapu mendarat ke punggungnya, “Bet Bet”.
Cindy ikut masuk, ia menarik tangan Abang, “Jangan Bang, tadi Cuma ngamen setengah hari karena Cindy ikut lomba cerdas cermat.”
Abang bengis, “Apa? Cerdas cermat?” tangan abang hendak mengayun memukul Cindy, tapi Dina yang sudah yang berlumur luka, Adib yang mulai
rasa sakit langsung memeluk Cindy erat-erat, ia tak pantas untuk di pukul. “Lebih baik kalian semua keluar dari sekolah Keluar Atau kalian setiap
malam akan rasakan seperti sekarang” Abang melempar sapu, meludah di dalam, “Cuiiih” berjalan keluar, menghilang, berjalan menjauh,
mengarungi dunia malam, pintu di banting keras “Brakkkk”.Do’a hlm. 81.
d. Tikaian Conflict
Tikaian atau konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan protagonis dan
antagonis. Konflik dalam cerita ini terjadi ketika Suratman mencari Adib dan Cindy di sekolahnya karena sudah tidak pulang ke kontrakan
selama tiga hari, Dina, Adib, dan Cindy memang sengaja menghindar dari Suratman, menghindar dari pukulan dan siksaan Abang. Namun
Adib kabur menghindar dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya :
Dua hari Dina, Adib, dan Cindy selamat. Hari ketiga saat Cindy keluar kelas bersama teman-teman ia melihat Abang di gerbang sekolah, ia berdiri dengan
celana pendek dan kaos dalam hitam, Cindy kontan masuk kembali ke dalam kelas, ia mengintip dari jendela, jantungnya berdegup kencang, ia terlajur
panik Do’a hlm. 96. Adib seakan bersiap hendak mengikuti lomba lari, tubuhnya tak lagi bertas,
nafas ditarik kuat, saat melihat Suratman sedikit lengah ia sekencang mungkin berlari keluar sekolah, melewati Suratman Adib tak mau lihat, tapi
Suratman tak bisa dikelabui, ia melihat, bahkan sempat menarik ujung baju Adib, tapi tak tertangkap, perut buncitnya coba diajak untuk berlari kencang,
kecepatan Adib dan Suratman sama, hanya berbeda gesitnya, perut Suratman turun naik, ia terus berteriak, “Adib Sialan”
Mereka diperhatikan setiap orang yang dilewati, kadang Adib menyenggol orang di jalan, belum sempat yang disenggol marah, dari belakang Suratman
kembali menabrak, lama saling mengejar melewati parit, meloncati tanaman,
94
Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya mengucur, nafasnya hamper habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip
diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang
sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali dating. Adib bertekad untuk kabur dari Abang Do’a hlm. 101.
e. Rumitan Complication
Rumitan adalah perkembangan dari gejala awal tikaian menuju klimaks. Rumitan dalam cerita ini yaitu ketika Dina dan Adib berniat
menjemput Cindy yang dititipkan pada Fatimah, namun ternyata Cindy sudah dijemput oleh Suratman yang mengaku sebagai Ayahnya Cindy
kepada Fatimah. Hal itu membuat Dina dan Adib harus kembali ke kontrakan demi keselamatan Cindy. Berikut ini adalah kutipannya :
Berdua Dina dan Adib berjalan menuju ke rumah Fatimah. Tampak halaman rumah kosong. Tiba-tiba muncul Fatimah, berjilbab dan berpakaian seragam
hendak ke sekolah. Adib melihat Fatimah, adib berlari masuk ke halaman rumah Fatimah, “Fatim”
Fatimah berhenti, di depan pintu, Fatimah berbalik, “Kok kamu pakai kaos Dib?”
“Cindy mana?” Adib tak pedulikan pertanyaan Fatimah. “Lho, tadi dijemput Ayahnya, katanya harus pulang,” Fatimah polos
menjawab. Lemas Adib mendengar, pastilah Abang sudah dating lebih awal, sudah hard
lebih dulu, Adib ingin marah, tapi Fatimah memang tidak tahu apa-apa, “Kenapa Dib? Kok kamu lemas? Tanya Dina.
“Cindy dijemput Abang kak, kita harus pulang ke kontrakan, kasihan Cindy nanti dikasari Abang.” Adib tampak sangat cemas.
“Iya, kita pulang sekarang” Do’a hlm. 111.
f. Klimaks Climax