Adib Tokoh dan Penokohan

46 “Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi Kak,” Adib meminta. “Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah, semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak” Cindy ketakutan. “Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”. “Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan Do’a hlm 116.

b. Adib

Adib berumur tiga belas tahun, ia masih kelas enam SD. Adib memiliki fisik yang jauh berbeda, kulitnya coklat matang, kecil, hidungnya kalau dari samping terlihat mancung, tapi kalau dari depan sedikit besar, bibirnya juga tak tipis. Suaranya serak beriak, tak seimbang dengan umurnya, kalau dendangkan lagu sepenuh hati, paling suka lagu peterpan. Adib tak pernah tahu bagaimana masa kecilnya dulu, siapa orang tuanya, dari mana asalnya, nama Adib yang memberinya justru Dina. Penokohan pada Adib dapat dilihat atau diketahui dari tingkah laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain. Uraian tokoh Adib adalah sebagai berikut : 1 Pekerja Keras Sebagai laki-laki tunggal, Adib tidak bisa menggantungkan hidupnya kepada Dina saja. Ia juga harus bekerja keras memenuhi kebutuhan mereka bertiga. Sikap kerja keras Adib ditunjukkan ketika ia harus ngamen sendirian tanpa Dina dan Cindy karena ia 47 harus menghindar dari kejaran Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Mungkin hari ini Adib harus menggelandang sendirian, uang tak ada, ia pun harus kembali ke tepi jalan, mengamen dari satu angkot ke angkot lain, meski hanya bermusik tepuk tangan, yang memberi pasti sedikit, sekali naik bis hanya dapat tiga ribu, kadang hanya seribu, tenggorokan kering, perut melilit belum makan, Adib mengamen sembari mengingat Cindy dan Dina, Adib sampai di Stasiun Kota. Sampai jam tiga sore, Adib hanya dapat lima belas ribu. Adib tak peduli tinggal menghitung minggu ujian datang, uang belum dikumpulkan, setiap hari impian yang ia miliki selalu berganti, ia ingin hari itu ia bisa selamat, bisa terus berlari dari Suratman Do’a hlm. 102 dan 103. Sikap Pekerja keras Adib juga ditunjukkan saat ia dan Dina menjemput Cindy pulang dari rumah Maya. Walaupun sudah tampak capek, Adib tetap semangat untuk ngamen di dalam angkot. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bertiga naik angkot menuju kampung rambutan,Dina dan Cindy duduk, tapi Adib tetap berdiri mengamen, walaupun dalam keadaan capek Adib tetap bersemangat melantunkan lagunya D’masiv “Jangan Menyerah”. Dia memang satu-satunya lelaki, tapi dia juga tak pernah merasa lelah demi sepotong hidup, demi sesuap nasi Do’a hlm. 35. Sikap pekerja keras Adib juga ditunjukkan saat ia dan Cindy harus bolos sekolah demi mencari uang tambahan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut: Hari ini waktunya bagi Adib dan Cindy untuk bolos dari sekolah. Setiap satu bulan sekali, ia memiliki waktu khusus dimana dari pagi sampai sore dihabiskan untuk mengamen di jalanan, mencari uang lebih, untuk uang setoran kepada Suratman dan biaya sekolah, lagipula sebentar lagi ujian sekolah, meski sekolah katanya gratis, tapi selalu saja ada pengumpulan uang, entah untuk biaya ini, biaya itu, ada saja alasan, sekolah memang sangat mahal, bagi Adib dan Cindy hidup di sekolah adalah hidup orang mewah, karena mereka tak mudah menggapainya dan selalu ingin bisa menikmatinya Do’a hlm. 42. 48 2 Dewasa Adib memiliki sifat yang dewasa. Bahkan terkadang Adib bersikap lebih dewasa daripada Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib meringis perih. “Tadi siang Adib bangga mendengar pujian untuk Cindy, Adib bangga kita punya adik sepintar Cindy, dia tetap bisa menjadi yang terbaik walaupun bersama kita” Adib pandangi paras mungil Cindy dekat kakinya, “Kalau Adib tak bisa meraih cita-cita seperti yang selama ini kita inginkan, Adib harap Cindy bisa melakukannya. “Kita sering menemui keadaan yang tak sesuai dengan harapan kita, tapi Adib ingin salah satu dari kita bisa mewujudkannya, agar semua kenangan hidup susah yang kita punya tidak dilupakan, mungkin Cindy yang bisa mewujudkan.” Dina diam, kadang Dina tak sedewasa Adib, walaupun masih kelas enam SD, ia memang masih kecil, tapi keadaan yang memaksanya menjadi dewasa, hidup yang keras menjadikannya tetap kuat untuk bertahan dalam kesusahan. Adib mengelap sudut bibirnya Do’a hlm. 40. 3 Penyayang Adib sangat menyayangi Dina dan Cindy. Ia akan melakukan hal apapun untuk membuat kakak dan adiknya bahagia. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina bersandar dinding, dari sudut bibir keringnya darah menetes, Abang paling suka menampar, pipi Dina menempel dinding, kedua kaki sedikit melipat pasrah, dari sudut mata kirinya mengalir satu tangis walau mulut tak bersuara. Kini Adib yang menumpahkan air minum di botol ke gayung, dengan sehelai handuk tangan kanannya mengelap, ia melihat mata Dina mengawang memandang, aliran air matanya merayap seolah menyayat, Adib tak mungkin mengatakan “Jangan menangis”, ini memang sakit. Jika Adib besar nanti ia bisa membela, melindungi, Adib lupa jika punggungnya juga tergaris satu luka Do’a hlm. 83. 49 Sifat penyayang Adib juga ditunjukkan kepada Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Sebelum berangkat ke sekolah, Dina membagikan uang hasil bolos untuk ngamen kemarin kepada Adib dan Cindy. Biasanya uang saku paling banyak seribu atau seribu lima ratus, kali ini sepuluh ribu berdua Adib dan Cindy. Bila Cindy butuh lebih, Adib selalu mengalah, mungkin untuk Adib dua ribu, untuk Cindy delapan ribu Do’a hlm. 50. 4 Peduli Adib sangat peduli terhadap apapun. Hal itu ditunjukkan pada saat ia dan Dina tidak menemukan Cindy, Adib pun memutuskan untuk mencari Cindy di rumah Hanna walaupun mengorbankan waktu ngamen mereka. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib masuk ke sekolah, mengambil gitar, saat bu Winda, guru kelas satu hendak naiki motornya Adib berlari menghampiri, “Ibu lihat Cindy?” “Tadi masuk kelas kok,” Ibu Winda memang tak melihat satu per satu siswa setelah sekolah. “Maksud Adib Cindy sekarang dimana?” Ibu Winda sejenak berpikir, “Mungkin ke rumah Hanna, dia kan minggu depan ikut lomba cerdas cermat.” Adib tak peduli, “Rumah Hanna dimana Bu?” “Kalau tidak salah di Cijantung, tapi tepatnya tidak tahu.” Do’a hlm. 21- 22. 5 Pemberani Selain penyayang, Adib juga memiliki sifat pemberani. Hal itu ditunjukkan pada saat Adib kabur dan menghindar dari Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : 50 Adib menarik nafas, ia berjalan ke pintu, setengah mengintip ke gerbang, tampak Suratman masih tegak berdiri di tengah gerbang, ia tak akan pergi sebelum menemukan Adib atau Cindy, ia tahu dua anaknya pasti sekolah, pasti hadir, dan ia pasti sudah bertanya pada setiap anak yang pulang sekolah, bahkan kadang Bu Guru, semua ini pernah Adib alami Do’a hlm. 100. Adib seakan bersiap hendak mengikuti lomba lari, tubuhnya tak lagi bertas, nafas ditarik kuat, saat melihat Suratman sedikit lengah ia sekencang mungkin berlari keluar sekolah, melewati Suratman Adib tak mau lihat, tapi Suratman tak bisa dikelabui, ia melihat, bahkan sempat menarik ujung baju Adib, tapi tak tertangkap, perut buncitnya coba diajak untuk berlari kencang, kecepatan Adib dan Suratman sama, hanya berbeda gesitnya, perut Suratman turun naik, ia terus berteriak, “Adib Sialan” Mereka diperhatikan setiap orang yang dilewati, kadang Adib menyenggol orang di jalan, belum sempat yang disenggol marah, dari belakang Suratman kembali menabrak, lama saling mengejar melewati parit, meloncati tanaman, Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya mengucur, nafasnya hampir habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali datang. Adib bertekad untuk kabur dari Abang Do’a hlm. 101. 6 Bertanggung Jawab Adib adalah anak laki-laki yang tegar dan bertanggung jawab. Sikap tanggung jawab Adib ditunjukkan pada saat ia melindungi Cindy yang ketakutan ketika melihat Suratman di sekolahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dua hari Dina, Adib, dan Cindy selamat. Hari ketiga saat Cindy keluar kelas bersama teman-teman ia melihat Abang di gerbang sekolah, ia berdiri dengan celana pendek dan kaos dalam hitam, Cindy kontan masuk kembali ke dalam kelas, ia mengintip dari jendela, jantungnya berdegup kencang, ia terlanjur panik. Terbesit di benaknya untuk berlari ke kelas kakaknya, ia berdiri, menghirup nafas dalam, ikat rambut dilepas, tapi kembali dikenakan, tanpa melihat ke arah gerbang Cindy berlari sekencang mungkin ke kelas Adib. Ia tak peduli kelas enam sedang ada pelajaran, Ibu guru sedang membaca menunggu semua siswanya selesai menulis. Tanpa permisi Cindy menyusup masuk, berlari kencang menghampiri Adib di bangku paling belakang. Tapi Cindy acuh-tak acuh, Adib pun mengerti pasti ada sesuatu terjadi, Cindy tak pernah seberani itu, Cindy langsung memegang lengan tangan kakaknya, “Abang di gerbang.” 51 Wajah Adib langsung memerah mendengarnya, berganti mimik, bibirnya bergetar, ia pun tidak tahu apa yang akan dilakukan. “Cindy koq nyelonong?” Ibu guru berdiri, semua siswa mengerubut pandangan kea rah Cindy. Cindy ke depan bersama Adib, Cindy tertunduk, “Maaf Bu guru.” Adib memegang tangan kiri Cindy erat, “Bolehkah Cindy berada di kelas ini Bu?” Ini waktunya belajar Dib,” Bu guru tersenyum setengah membungkuk. “Kali ini saja Bu, Adib mohon,” Adib sudah terbayang di kepalanya seorang Abang. “Di depan ada yang mencari kami Bu,” Adib jujur, ia ingin ada pertolongan. Seketika anak-anak berdiri melongok keluar. “Asal tidak mengganggu,” Bu guru langsung duduk dan menenangkan suasana kelas. “Terimakasih Bu.” Adib merasa bahwa saat ini ia mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menyelamatkan Cindy dari Abang Do’a hlm.96-98. 7 Pintar Adib termasuk anak yang pintar. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Ini bukan pertama kali, bukan kedua kali, sudah tak terhitung berapa kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke belakang. “Berapa akar dari 144?” “12,” Jawab Adib sembari berdiri. Satu kelas kadang kagum, kalau soal berhitung Adib pandai Do’a hlm. 118-119. “Kalau kamu berusaha untuk adikmu, Kakak juga akan berusaha untukmu,” Dina tak ingin Adib yang sudah hidup bersamanya selama empat tahun, terpisah. “Kamu juga pintar Dib. Kakak ingin bawa kalian berdua lepas dari Abang” Dina menutup pembicaraannya Do’a hlm. 41. 8 Penurut Adib memiliki sifat penurut. Ia selalu mendengarkan kata- kata Dina dan tidak membantahnya. Hal itu terbukti ketika Adib ingin ngamen sendirian, namun Dina tidak menyetujuinya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut: Adib tampak duduk berdamping Cindy di depan pagar mushola, mereka setia menanti walau dipanggang terik, mereka tak lelah walau terasa 52 payah, mereka berdiri menanti kakaknya, Adib sudah berkaos, punggung sudah terikat bersama gitar, berdua mereka pandangi Dina yang berjalan sendirian, mereka berdua akan salami Dina dan mencium tangannya. “Kakak ganti baju dulu,” Dina ke samping toilet mushola toilet terkunci rapat. Bertiga melangkah menuju jalan raya, Adib sembari berjalan memandang Dina, “Biar aku sendirian aja kak yang ngamen, biar dapat banyak.” Kali ini Dina melarang, “Hari ini kita sama-sama aja, jangan menjauh dari Kakak.” Dina merasa takut kalau Adib di ganggu oleh preman “Nanti dapatnya sedikit Kak,” Adib menyela, jalan sudah tampak,”Nanti…” “Sudah tidak apa-apa,”Dina tak ingin membahas. Do’a hlm. 86-87. 9 Pendendam Mendapat perlakuan kasar hampir setiap hari dalam hidupnya, membuat Adib tumbuh menjadi pribadi yang keras. Terkadang hal itu membuatnya merasa dendam kepada Suratman Abang. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib mengawang dendam terhadap Suratman, matanya menatap kosong malam. “Kadang Adib ingin bunuh Abang,” Adib tersenyum. Dina tak ingin jiwa preman Adib keluar, ia memeluk Adib dan berkata, “Dib, Kakak ga’ ingin kamu jadi pembunuh, kakak Cuma punya kamu dan Cindy, Kakak ga’ mau kita berpisah.” Adib mengangguk Do’a hlm. 40 dan 41. Perasaan dendam Adib terhadap Suratman pada akhirnya membuat ia harus mengambil satu keputusan yaitu membunuh Suratman. Hal itu dilakukan karena ia membela Dina dan tak mau Dina mati di tangan Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat tenaga ia ayunkan,”Prak” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali” Cindy memojok, menutup 53 mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy