80
b. Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik Nurgiyantoro, 1995:179. Suratman adalah tokoh antagonis.
Suratman dalam cerita ini diceritakan sebagai seorang preman yang mengadopsi atau menampung Dina, Adib, dan Cindy. Suratman
memiliki sifat kasar dan pemarah. Selain itu Suratman suka menyiksa ketiganya. Suratman merupakan tokoh antagonis karena merupakan
tokoh penyebab terjadinya konflik. Konflik yang disebabkan oleh Suratman adalah menerapkan tarif setoran yang tinggi kepada mereka
bertiga, selain itu Suratman juga melakukan tindakan kekerasan apabila jumlah setoran uang tidak mencukupi target, padahal ketiganya sudah
berusaha bekerja. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
Setiap anak dibebani setoran empat puluh ribu, kecuali Cindy hanya dua puluh ribu. Katanya Cindy masih kecil, harus belajar cara ngamen yang bisa
menghasilkan banyak uang. Jadi total uang setoran ketiganya seratus ribu rupiah tiap harinya. Tapi sekiranya kurang, Abang akan kesetanan, bahkan
kurang seribu akan dihargai berkeping tamparan Do’a hlm. 37. Dari kejauhan Suratman sudah terlihat duduk di teras dalam penantian, ia
berteman rokok, mengepul asap, ia duduk di kursi bambu, satu-satunya kursi yang ada di kontrakan. Dari jauh yang tanpak di bawah kemuning asap hanya
kumis hitam dan perut buncitnya, tak lebih, Adib sudah tak enak hati untuk memandang, tak enak rasa memperhatikan.
“Sini Dapat berapa kalian hari ini ?”perut buncit Suratman kembang kempis memandang tiga anak yang berbaris berdiri.
“Ini Abang,” Adib keluarkan dari balik sakunya, ia maju satu langkah. Suratman menghitung, Dina heran, kenapa hanya sedikit yang didapat, Dina
peluk kepala Cindy dan didekatkan ke pinggang. “Masa satu hari hanya enam puluh ribu, sedikit sekali, kalian mau mati?”
Suratman mulai bengis, “Ngapain aja seharian?” “Itu uang Mba’ Dina dan Cindy bang,” Adib beralasan.
“Punya kamu mana?” nafas Suratman turun naik. “Ini Bang,” Adib mengeluarkan dari sakunya. Dihitung kembali kepingan
uang, hanya dua puluh ribu, “Kamu menghina abang ya?” “Ga Bang,” Adib menggeleng.
Dina tak bisa melindungi, Dina tahu Adib menyembunyikannya.
81
“Kamu main-main sama Abang ya?” rambut Adib di jambak, Suratman berdiri.
“Ga Bang, Cuma segitu Adib dapat,” Adib meringkuk. “Kamu mau mati ya?” Suratman melayangkan tamparan pertama, “Plak”
“Ampun Bang” Adib mulai kesakitan. Cindy dipelukan Dina ketakutan, menangis tanpa suara.
“Kamu mau mati? Eh…” tanparan tak terhitung beberapa kali melayang,” Plak Plak Plak” sampai satu tanparan yang paling keras mendarat,
“Plakkk” darah mengalir dari bibir, menetes merah padam seperti rintikan hujan, Adib terhuyung, tersungkur jatuh, tapi semua belum cukup, kepala
Adib di benturkan ke dinding,”Dak” Dina tak kuasa melihat, ia keluarkan uang dari sakunya, “Ini Bang Ini uang
Adib Ini uang Adib” setengah memohon Dina memberikan. “Ohh…main-main ya…besok awas kalo seperti ini Jangan sok pahlawan
didepan Abang” Suratman meludah, “Cuih Tidur sana Besok kalian harus kerja” Do’a hlm 36-38.
c. Tokoh Tambahan