Kepala Sekolah Tokoh dan Penokohan

61 dipukul, Dina disiksa, terombang ambing di dalam ruangan 3x4 meter, Dina seperti dalam ring. Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat tenaga ia ayunkan, ”Prak” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali” Cindy memojok, menutup mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy lari” Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila dibiarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar, sekuat tenaga ia ayunkan, “Prakkkk” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib dilepaskan, ia berbatuk, nafasnya hampir habis, giliran Dina dicekik, “Mati kamu, mati kamu” Do’a hlm 114-115.

e. Kepala Sekolah

Kepala Sekolah mempunyai sifat tegas, bijak, dan ramah. Penokohan Kepala Sekolah dilukiskan melalui percakapannya dan tingkah lakunya. Penokohan Kepala Sekolah dapat diketahui melalui sifat-sifat berikut : 1 Ramah Kepala Sekolah memanggil dan menerima Dina di kantornya tanpa memarahi Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : “Selamat pagi Pak,” Dina mengetuk pintu ruangan Kepsek. “Silahkan masuk Nak,” Kepala sekolah menyambutnya dengan senyum. Ia sudah duduk di balik meja menanti. Bapak Rahman namanya, Kepala sekolah dengan perawakan kecil, ubannya sudah banyak menyela rambut hitam, tak berkumis, tak berjenggot, berkacamata, selalu berpeci putih, memang sudah naik haji, senyumnya begitu ramah dan bersifat kebapakkan. Kalau mengajar sungguh dinantikan oleh para muridnya. Do’a hlm. 59-60. 2 Tegas Kepala sekolah menanyakan penyebab Dina bolos sekolah dan menasihati Dina agar lebih fokus dalam pelajaran dan 62 sekolahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Bapak Rahman tak pernah basa-basi, “Kemarin kamu benar tidak masuk sekolah?” “Benar Pak,” Dina tertunduk. “Dan kamu ngamen,” tidak enak hati Pak Rahman menyebut, tapi harus ditanyakan. “Maaf Pak,” Dina entah sudah berapa kali mengucapkan kata maaf. “Sebentar lagi kamu selesai dari sekolah ini, mungkin hanya tinggal satu bulan, Bapak ingin saat memanggilmu lagi ke kantor dan mendengarmu lulus,” Bapak Rahman berharap, kacamatanya dilepas diletakan diatas meja. “Apa bisa kamu berhenti ngamen supaya kamu lebih fokus dalam pelajaran?” Tanya Kepala sekolah. Dina mengerti, meski hal itu mungkin sulit sekali,” Dina mohon maaf Pak.” “Sudah tak apa-apa,” Pak Rahman melongok ke luar jendela,”Kamu masih ingin terus sekolah?” Dina mengangguk,”Itu harapan Dina Pak.” “Sudah menyiapkan segalanya untuk persiapan ujian?” Dina menggeleng, “Masih berusaha Pak.” “Coba ada sepuluh siswa yang punya semangat sepertimu, yang berjiwa tegar seperti kamu, Bapak yakin tak ada siswa-siswa cengeng yang hanya mengadu pada orangtua dengan masalah kecil mereka,” Pak Rahman tersenyum, “Kau harus semangat Nak, kamu harus yakin dengan jalanmu, itu penting.” Dina mengangguk, “Dina akan ingat Pak” “Sudah, masuk kelas sana Kamu harus belajar” Do’a hlm. 62. 3 Bijaksana Kepala sekolah memiliki sifat yang bijaksana. Hal itu terlihat saat ia melakukan pembelaan terhadap Dina yang hendak dikeluarkan dari sekolah oleh beberapa guru karena aktivitas ngamen. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Pak Rahman entah harus bagaimana berpesan, “Ada beberapa guru yang ingin kamu dikeluarkan dari sekolah, tapi menurut Bapak kamu sangat layak duduk di bangku sekolah ini.” “Apa kata para guru Pak?” Dina heran. “Katanya kamu mencemarkan nama baik sekolah dengan kegiatan ngamen,” Pak Rahman memberitahu. “Apa hanya karena ada siswa dari pengamen, guru-guru malu Pak?” Dina sungguh heran. 63 “Bapak tidak malu, Bapak bangga karena kamu adalah satu diantara yang terbaik di sekolah ini walaupun kamu seorang pengamen,” Pak Rahman menutupi guru lainnya Do’a hlm. 61. Selain itu, Kepala sekolah juga memberikan ijin kepada Dina untuk mendampingi Cindy yang mengikuti lomba cerdas cermat. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut : Dina teringat Cindy, “Bolehkah Dina ijin Pak,” Dina tak pernah sungkan, kalaupun ditolak sudah wajar. “Ijin untuk apa Nak?” tanya Kepala sekolah. “Ijin pulang Pak?” tubuh Dina sedikit tegak. “Memangnya kenapa?” Pak Rahman menarik kursinya lebih dekat. “Adik saya hari ini mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah se- Jakarta Selatan Pak, saya ingin bisa melihat dan memberikan semangat kepadanya,” wajah Dina sangat serius, berharap Pak Rahman mengerti. Tapi Pak Rahman justru balik bertanya, “Adik kamu ngamen juga.” “Iya Pak,” Dina mengangguk. “Adik kamu ada berapa?” “Dua Pak.” “Semuanya mengamen juga?” Pak Rahman baru tahu kalau Dina mempunyai adik. “Benar Pak,” jawab Dina. “Dan semuanya sekolah?” Pak Rahman takjub. “Iya Pak,” Dina tak sungkan. “Apa cita-cita kalian semua?” Pak Rahman ingin tahu motivasi Dina dan kedua adiknya. “Kami hanya ingin tetap sekolah semampunya dan setinggi yang kami bisa Pak, kami ingin suatu hari tidak mengamen lagi,” Dina menjawab dengan lancar dan pasti. Pak Rahman menggeleng, “Luar biasa Kamu boleh pulang, Bapak doakan semoga adikmu menang dalam perlombaan nanti.” Dina diperbolehkan, ia ingin cepat-cepat datang, bergegas hendak mau keluar ruangan, tapi tiba-tiba Kepala sekolah kembali memanggil, “Dina” Dina berbalik badan “Iya Pak.” “Satu hari, Bapak ingin bertemu kalian bertiga.” “Baik Pak.” Dina berlalu dengan senyum Do’a hlm. 63.

f. Maya