69
menunggu di kursi tamu. Mereka pertama kali melihat jeruji besi, pertama kali datang ke penjara. Tak banyak yang menjenguk, hanya ada mereka
berdua, hari sudah terlalu siang. Ruangan hanya berisi empat meja, setiap meja ada dua bangku.
Saat Adib tampak dari balik pintu, Cindy berlari mendekat, “Kakak.” “Cindy,” Adib tersenyum, “Jangan menangis” Adib mengingatkan Cindy.
Cindy mengusap langsung pipinya, ia mengangguk. Fatimah membawa plastik, berisi nasi, sayur, lauk dan dua botol air mineral,
ia ikut mendekat, “Ini untukmu Dib, kamu yang sabar ya… kami selalu mendoakan mu.” Ujar Fatimah menahan tangis.
“Terimakasih Fatim,” Adib bersyukur, masih ada teman yang sudi datang mengunjunginya.
Fatimah segera berlalu dan melabuhkan tangisannya di pangkuan bibinya Do’a hlm. 122-123.
j. Ibu Salma
Ibu salma adalah guru kelas Dina di kelas III A. Ibu Salma memiliki karakter yang bijaksana. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut adalah sebagai berikut :
Madya menangis, Putri membimbingnya jalan ke tempat duduknya, Bu Salma masuk, semua kembali duduk, “Selamat pagi anak-anak”
“Selamat pagi Bu” “Lho, ada apa ini?” Bu Salma melihat jejak keributan.
Salah satu siswa perempuan menjawab, “Madya jatuh Bu, hidungnya terbentur meja.”
“Benar anak-anak?” Bu Salma membenarkan kacamatanya. Serentak semua murid menjawab “Benar Bu”
“Ya sudah, Putri, kamu tolong hantarkan Madya ke ruang UKS, biar lukanya diobati, nanti Ibu berikan ijin sakit di keterangan kehadirannya Madya.” Ibu
guru menerangkan. “O ya, Dina”
“Saya Bu,” Dina mengangkat tangannya. “Kamu dipanggil Kepala Sekolah,” Bu Salma sebelum mengabsen
memberitahu Do’a hlm. 59.
k. Ibu Winda
Ibu Winda adalah guru kelasnya Adib di kelas enam SD. Ia memiliki karakter yang tegas pada saat mengajar di kelas. Kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
Suara Bu guru sedikit lantang menjelaskan pelajaran matematika di depan kelas, pelajaran yang paling disukai Adib, ditangan kirinya sebilah rotan kecil
mengetuk papan tulis bila menunjuk angka, kadang kacamatanya dibenarkan,
70
kadang dengan santainya berjalan ke kana-kiri memperhatikan setiap sisi kelas. Adib terlihat mengantuk di kelas, kepalanya bak kursi goyang. Ia
memang lelah, satu hari paling banyak tidur enam jam. “Adib” Ibu guru setengah membentak.
Adib bak tertusuk jarum, terkejut. Suasana kelas tiba-tiba hening mendengar suara bentakan Ibu guru.
“Ngantuk aja di kelas Perhatikan Duduk sini” Bu Winda meminta Adib untuk pindah duduk di kursi paling depan.
“Tapi Bu,” Adib ingin menetap, pantatnya seolah terlem dengan bangku. “Pindah sini Semakin lama kamu akan tidur di kelas nanti” Bu Winda
mendekat, satu tangan menunjuk kea rah Adib dengan rotan. Ini bukan pertama kali, bukan pula kedua kali, sudah tak terhitung berapa
kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke bangku belakang kelas Do’a hlm. 17-18.
l. Ibu Hanna