Tokoh Tambahan Jenis Tokoh

81 “Kamu main-main sama Abang ya?” rambut Adib di jambak, Suratman berdiri. “Ga Bang, Cuma segitu Adib dapat,” Adib meringkuk. “Kamu mau mati ya?” Suratman melayangkan tamparan pertama, “Plak” “Ampun Bang” Adib mulai kesakitan. Cindy dipelukan Dina ketakutan, menangis tanpa suara. “Kamu mau mati? Eh…” tanparan tak terhitung beberapa kali melayang,” Plak Plak Plak” sampai satu tanparan yang paling keras mendarat, “Plakkk” darah mengalir dari bibir, menetes merah padam seperti rintikan hujan, Adib terhuyung, tersungkur jatuh, tapi semua belum cukup, kepala Adib di benturkan ke dinding,”Dak” Dina tak kuasa melihat, ia keluarkan uang dari sakunya, “Ini Bang Ini uang Adib Ini uang Adib” setengah memohon Dina memberikan. “Ohh…main-main ya…besok awas kalo seperti ini Jangan sok pahlawan didepan Abang” Suratman meludah, “Cuih Tidur sana Besok kalian harus kerja” Do’a hlm 36-38.

c. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relative pendek Nurgiyantoro, 1995:176. Tokoh tambahan yang pertama adalah Kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan tokoh tambahan karena porsi penceritaannya relativ pendek. Tokoh Kepala sekolah dimunculkan dalam cerita ketika ia memanggil Dina yang ketahuan bolos sekolah untuk ngamen. Kutipan yang medukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Bapak Rahman tak pernah basa-basi, “Kemarin kamu benar tidak masuk sekolah?” “Benar Pak,” Dina tertunduk. “Dan kamu ngamen,” tidak enak hati Pak Rahman menyebut, tapi harus ditanyakan. “Maaf Pak,” Dina entah sudah berapa kali mengucapkan kata maaf. “Sebentar lagi kamu selesai dari sekolah ini, mungkin hanya tinggal satu bulan, Bapak ingin saat memanggilmu lagi ke kantor dan mendengarmu lulus,” Bapak Rahman berharap, kacamatanya dilepas diletakan diatas meja. “Apa bisa kamu berhenti ngamen supaya kamu lebih fokus dalam pelajaran?” Tanya Kepala sekolah. Dina mengerti, meski hal itu mungkin sulit sekali,” Dina mohon maaf Pak.” “Sudah tak apa-apa,” Pak Rahman melongok ke luar jendela,”Kamu masih ingin terus sekolah?” Dina mengangguk,”Itu harapan Dina Pak.” 82 “Sudah menyiapkan segalanya untuk persiapan ujian?” Dina menggeleng, “Masih berusaha Pak.” “Coba ada sepuluh siswa yang punya semangat sepertimu, yang berjiwa tegar seperti kamu, Bapak yakin tak ada siswa-siswa cengeng yang hanya mengadu pada orangtua dengan masalah kecil mereka,” Pak Rahman tersenyum, “Kau harus semangat Nak, kamu harus yakin dengan jalanmu, itu penting.” Dina mengangguk, “Dina akan ingat Pak” “Sudah, masuk kelas sana Kamu harus belajar” Do’a hlm. 62. Tokoh kepala sekolah muncul dalam cerita ketika ia melakukan pembelaan terhadap Dina yang ingin dikeluarkan oleh beberapa guru karena kegiatan ngamennya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Pak Rahman entah harus bagaimana berpesan, “Ada beberapa guru yang ingin kamu dikeluarkan dari sekolah, tapi menurut Bapak kamu sangat layak duduk di bangku sekolah ini.” “Apa kata para guru Pak?” Dina heran. “Katanya kamu mencemarkan nama baik sekolah dengan kegiatan ngamen,” Pak Rahman memberitahu. “Apa hanya karena ada siswa dari pengamen, guru-guru malu Pak?” Dina sungguh heran. “Bapak tidak malu, bapak bangga karena kamu adalah satu diantara yang terbaik di sekolah ini walaupun kamu seorang pengamen,” Pak Rahman membela Dina Do’a hlm. 61. Tokoh tambahan yang kedua adalah Maya. Maya adalah tokoh tambahan karena kemunculannya yang agak pendek di dalam cerita. Tokoh Maya dimunculkan dalam cerita saat ia membela Dina dari penghinaan Madya dan Putri di kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Madya dan Putri berdiri di dekat Maya dan Safira, Madya yang paling angkuh, dua tangannya bertolak pinggang, maju selangkah menantang, “Berani sama kita?” yang di tatap Madya adalah dua mata Maya. Maya benar-benar nekat, Dina sudah menarik bajunya untuk duduk, tapi Maya terlanjur emosi, gadis berkacamata itu mengumpulkan keberaniannya dan berteriak, “Jangan menantang, Aku ga’ takut sama kalian, kalian pikir kalian siapa? Seenaknya menghina orang lain, dasar… mulutnya kayak ember,” maki Maya dengan kesal. Dina terkejut mendengar kata-kata Maya barusan. Putri dan Madya akhirnya mundur beberapa langkah ke belakang Do’a hlm. 57. 83 Tokoh Maya dimunculkan dalam cerita yang melalui percakapannya dengan Dina yaitu ketika ia menerima permintaan tolong Dina untuk menginap di rumahnya. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina teringat dua adiknya, teringat Adib, teringat Cindy, hanya mereka keluarga belahan hati Dina. Dina menoleh ke arah Maya, “Boleh aku menginap di rumahmu?” “Boleh Din,” Maya sangat senang bisa membantu. “Tapi aku bawa dua adikku,” Dina berharap malam ini dua adiknya bisa tertidur nyenyak. “Tidak apa-apa,” Maya mengangguk. Do’a hlm. 85-86. Adib dan Cindy tidur di ranjang, justru Dina dan Maya tidur di kasur lipat di bawah, disamping tempat tidur. Adib dan Cindy langsung terlelap dalam balutan lembutnya kasur dan bantal, dibalik hangatnya selimut tebal yang membungkus letihnya tubuh mereka. “Maaf, aku harus menumpang May,” Dina memperhatikan kedua adiknya. Maya berpura-pura tak mendengar perkataan Dina barusan. Maya membuka lemari mengambil kaos, Maya tak menanggapi ocehan Dina, “Ganti kaosmu dengan baju ini,” Maya memberikan kaos berwarna hijau daun kepada Dina. Tak lupa Maya juga memberikan satu selimut kepada Dina Do’a hlm. 94. Tokoh tambahan yang ketiga adalah Safira. Safira merupakan tokoh tambahan karena hanya muncul dua kali dalam penceritaan. Kemunculan tokoh Safira yang pertama kali yaitu saat ia melakukan pembelaan terhadap Dina. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Teman-teman lain tak ada yang mengikuti jejak Madya dan Putri, yang laki- laki hanya mendengar, saat Dina duduk ia langsung membuka buku dan membacanya, tapi suara sumbang kembali terdengar, kali ini dari Putri, “ Kalau Dina sakit, ga’ usah jenguk ah, paling juga ngamen, dasar anak jalanan,” umpat Putri. Dina seolah menutup telinganya, diam, tetap membaca, tapi yang tidak terima justru Safira, ia berdiri di tengah ketakutannya, “Bisa diam ga’? kenapa sih kalian berdua selalu menghina Dina,? Memangnya kalian pikir diri kalian udah sempurna,? Tantang Safira kepada Madya dan Putri Do’a hlm.55-56. 84 Tokoh Safira dimunculkan dalam cerita melalui percakapannya dengan Dina ketika Adib melakukan pembunuhan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina merasa semua yang ada di matanya kini hanya sebuah mimpi. Suratman tergeletak, sudah menjadi mayat, yang membunuh adiknya sendiri, rumah kontrakannya seketika menjelma menjadi bahan tontonan satu desa, semuanya mengerubut, suara lambaian gugur daun seakan terdengar, ia terduduk lemas sembari memeluk Cindy, garis kuning polisi mengeliling, tim penyidik sibuk memeriksa, mondar-mandir ke setiap sisi, riuh bisikan suara terdengar bak dengung nyamuk di malam hari. Tak disangka Maya dan Safira datang, entah dari siapa mereka mendengar beritanya. “Dina” Safira mendekat, menerobos kerumunan orang banyak. Dina menoleh, Safira langsung memeluk erat temannya, “Adikku Fira, adikku telah membunuh Abang.” Tangis Dina pecah. Safira memeluk Dina semakin erat, “Dina, kamu harus kuat, kamu harus tegar, semuanya sudah terjadi, kita doakan saja yang terbaik buat Adib,” Safira berusaha menenangkan sahabatnya. Sedangkan Maya langsung menggendong Cindy dan mengelap air matanya. “Cindy ga’ boleh nangis ya, Cindy sayang kan sama kak Adib,? Tanya Maya. “Iya Kak,” jawab Cindy tertunduk. Maya pun mencium kening Cindy, memberikan penguatan kepada anak kecil yang belum begitu mengerti tentang apa yang sedang terjadi Do’a hlm. 117- 118. Tokoh tambahan yang keempat adalah Hanna. Hanna merupakan tokoh tambahan karena ia hanya dimunculkan dua kali dalam penceritaan. Tokoh Hanna dimunculkan pertama kali yaitu saat ia mentraktir Cindy di kantin sekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Cindy berdiri, entah sampai kapan Hanna terus menemani. Hampir setiap pagi Cindy ditraktir makan oleh Hanna, Cindy selalu menolak, Cindy enggan menjadi beban orang lain, walaupun ia sendiri tak bisa membalas traktiran Hanna. “Ayo makan” Hanna menarik tangan Cindy. Berdua berjalan ke kantin belakang sekolah, berdua duduk di kursi, saling berhadapan, diatas meja tersaji gorengan. “Bu, saya pesan nasi goring komplitnya dua ya, Setengah berteriak, Hanna memesan menu kepada penjual makanan. “Terimakasih ya Hanna, kamu selalu baik sama aku,” Cindy berkata malu. Ia menunduk. “Udah, ga’ usah dipikirin, kita kan sahabat.” Jawab Hanna sambil tersenyum tulus Do’a hlm. 52. 85 Tokoh Hanna dimunculkan yang kedua kalinya yaitu pada saat ia dan Cindy mengikuti lomba cerdas cermat antar Sekolah Dasar se- Jakarta Selatan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Tampak di ruang kelas, Cindy dan Hanna duduk berdampingan satu meja. Mereka harus menjawab soal tulis cepat lebih dahulu sebagai tes seleksi sebelum melangkah ke lomba cerdas cermat. Setelah selesai, semua peserta meninggalkan ruang kelas dan menunggu hasil pengumuman tes seleksi peserta lomba cerdas cermat. Tak lama berselang. Tampak guru-guru mengerubut di satu papan, ada pengumuman tertulis. Satu kertas bertuliskan nilai dan satu kertas lagi bertuliskan nama-nama peserta yang lolos mengikuti lomba cerdas cermat. Entah menga patiba-tiba ada Ibu guru keluar dari kerumunan,berlari kearah Cindy dan Hanna, “Cindy Hanna” ia seketika memeluk, mencium keduanya. “Lima menit lagi kita cerdas cermat” Bu guru tersenyum girang. Ada empat kelompok yang lolos, terbagi di grup A, B, C, dan D. Cindy dan Hanna di grup D. Semua pendukung masuk aula, aula sebesar 10 x 20 meter, dewan juri ada empat orang, penulis nilai seorang Ibu guru muda berdiri di dekat papan tulis, semua peserta mencoba memencet bel untuk pengecekan. Saat babak pertama, grup A menang, saat soal lemparan grup B menang, Cindy dan Hanna tertinggal tapi tak begitu jauh. Di papan skor, grup A 600, grup B 650, grup C 450, dan grup D 600 poin. Saat babak rebutan, semua terhanyut dalam ketegangan. Babak rebutan pun dimulai, Cindy beberapa kali mengangkat tangan, dan menjawab soal dengan benar, Hanna pun demikian, mereka melesat hingga sebelum soal terakhir diberikan, kedudukan imbang antara grup A, B, dan grup D, berbeda tipis. Grup A 800, grup B 750, grup D 850. Semua hening terdiam mendengarkan soal terakhir, salah satu juri membacakan soal, “Siapa nama lengkap pencipta lagu Indonesia raya.” Tangan Cindy tampak mengangkat tinggi, “W.R Supratman.” Jawab Cindy tegas. “Nama lengkapnya?” juri ingin tahu jawaban lengkap. Mata penonton memusat pandangan, ada yang mulutnya menganga, ada yang menutup mulut dengan dua tangan, hening terasa seolah mencekam, rasanya bila ada jarum jatuh, akan terdengar di seisi ruangan. Cindy dan Hanna celingukan, selama ini yang mereka tahu W.R.Supratman. “Tiga, dua, satu. Grup D dikurangi seratus.” Bersorak seketika pendukung grup A yang keluar sebagai pemenang. Cindy tertunduk, Hanna pun tampak lesu Do’a hlm. 71-74. Tokoh tambahan yang kelima yaitu Fatimah. Fatimah merupakan tokoh tambahan karena kemunculannya hanya dua kali dalam penceritaan. Tokoh Fatimah muncul ketika Adib menminta tolong kepadanya untuk menjaga Cindy ketika Suratman mencari 86 mereka di sekolah. Fatimah pun membantu Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Adib masih terus berpikir, terus mencari jalan keluar, dua tangannya sampai menjambak rambutnya sembari duduk. “Kamu kenapa Dib?” Fatimah teman sebangku Adib bertanya. “Aku minta tolong Fatim?” Adib tidak basa-basi. “Apa?” Fatimah membenarkan letak kerudungnya. “Aku titip adikku, tapi kau harus pulang paling akhir, dan bawa adikku ke rumahmu, aku titip dia, kalaupun aku tidak jemput, ijinkan dia menginap di rumahmu, aku jamin Cindy akan menuruti semua kata-katamu,” Adib buru- buru, di kelas tinggal sedikit orang. “Maksudmu?” Fatimah belum mengerti. “Ada orang yang mencari kami di gerbang,” Adib berdiri sejenak melihat Abang berdiri membelakangi, ditengah gerbang. “Aku takut,” Fatimah justru ciut. “Kamu tak perlu takut, aku akan berlari, dia pasti mengejarku, setelah itu bawa adikku bersamamu, aku mohon,” Adib sampai memegang bahu Fatimah. “iya, tapi kamu hati-hati ya Dib.” “Terimakasih Fatim, terimakasih” Do’a hlm. 99-100. Tokoh Fatimah muncul yang kedua kalinya yaitu saat ia mengunjungi Adib di penjara bersama dengan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Bel sekolah berdentang tanda pulang sekolah. Fatimah menghampiri Cindy dan berjalan kearah Dina yang sudah menunggu di depan sekolah. “Ini Fatimah Ma, dia mau menemani Cindy jenguk kakak,” Cindy polos, mereka kini berdiri menepi di pinggir jalan di bawah rindang pohon mangga. “Terimakasih ya Fatimah, sudah mau menemani Cindy.” “Iya Kak, sama-sama,” jawab Fatimah dengan senyum. Cindy dan Fatimah sudah berjalan menjauh, mereka tidak sendiri karena ada Bibinya Fatimah yang menemani. Mereka ingin cepat-cepat bertemu dengan Adib. Saat memasuki ruang temu, dua anak itu berlari kencang, duduk menunggu di kursi tamu. Mereka pertama kali melihat jeruji besi, pertama kali datang ke penjara. Tak banyak yang menjenguk, hanya ada mereka berdua, hari sudah terlalu siang. Ruangan hanya berisi empat meja, setiap meja ada dua bangku. Saat Adib tampak dari balik pintu, Cindy berlari mendekat, “Kakak.” “Cindy,” Adib tersenyum, “Jangan menangis” Adib mengingatkan Cindy. Cindy mengusap langsung pipinya, ia mengangguk. Fatimah membawa plastik, berisi nasi, sayur, lauk dan dua botol air mineral, ia ikut mendekat, “Ini untukmu Dib, kamu yang sabar ya… kami selalu mendoakan mu.” Ujar Fatimah menahan tangis. “Terimakasih Fatim,” Adib bersyukur, masih ada teman yang sudi datang mengunjunginya. 87 Fatimah segera berlalu dan melabuhkan tangisannya di pangkuan bibinya Do’a hlm. 122-123. Tokoh tambahan yang keenam yaitu Ibu Salma. Ibu Salma merupakan tokoh tambahan karena hanya satu kali dimunculkan dalam cerita. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Madya menangis, Putri membimbingnya jalan ke tempat duduknya, Bu Salma masuk, semua kembali duduk, “Selamat pagi anak-anak” “Selamat pagi Bu” “Lho, ada apa ini?” Bu Salma melihat jejak keributan. Salah satu siswa perempuan menjawab, “Madya jatuh Bu, hidungnya terbentur meja.” “Benar anak-anak?” Bu Salma membenarkan kacamatanya. Serentak semua murid menjawab “Benar Bu” “Ya sudah, Putri, kamu tolong hantarkan Madya ke ruang UKS, biar lukanya diobati, nanti Ibu berikan ijin sakit di keterangan kehadirannya Madya.” Ibu guru menerangkan. “O ya, Dina” “Saya Bu,” Dina mengangkat tangannya. “Kamu dipanggil Kepala Sekolah,” Bu Salma sebelum mengabsen memberitahu Do’a hlm. 59. Tokoh tambahan yang ketujuh yaitu Ibu Winda. Ibu Winda merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan satu kali dalam penceritaan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Suara Bu guru sedikit lantang menjelaskan pelajaran matematika di depan kelas, pelajaran yang paling disukai Adib, di tangan kirinya sebilah rotan kecil mengetuk papan tulis bila menunjuk angka, kadang kacamatanya di benarkan, kadang dengan santainya berjalan ke kana-kiri memperhatikan setiap sisi kelas. Adib terlihat mengantuk di kelas, kepalanya bak kursi goyang. Ia memang lelah, satu hari paling banyak tidur enam jam. “Adib” Ibu guru setengah membentak. Adib bak tertusuk jarum, terkejut. Suasana kelas tiba-tiba hening mendengar suara bentakan Ibu guru. “Ngantuk aja di kelas Perhatikan Duduk sini” Bu Winda meminta Adib untuk pindah duduk di kursi paling depan. “Tapi Bu,” Adib ingin menetap, pantatnya seolah terlem dengan bangku. “Pindah sini Semakin lama kamu akan tidur di kelas nanti” Bu Winda mendekat, satu tangan menunjuk kearah Adib dengan rotan. 88 Ini bukan pertama kali, bukan pula kedua kali, sudah tak terhitung berapa kali, tapi Adib selalu punya akal untuk kembali ke banku belakang kelas Do’a hlm. 17-18. Tokoh tambahan yang kedelapan yaitu Ibu Hanna. Ibu Hanna merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan satu kali dalam penceritaan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina mainkan gembok perak besar yang menggantung di sisi dalam, tangannya menyelip diantara celah jeruji, membunyikan bel, “Permisi” Tak berselang ada seorang Ibu yang datang, ‘Cari siapa?” “Cindy ada Bu?” ‘Kalian siapa?” pagar belum dibuka, mereka berbincang lewat celah. “Kami kakaknya,” Dina yang menjawab, agar tidak kasar. “Ayo masuk” pintu pagar digeser, tampak rumah tak begitu besar, pintu satu, dua jendela, berkeramik putih, satu garasi mobil, ujung atapnya rendah dipenuhi gantungan bunga, satu pohon belimbing tumbuh rimbun di secuil halaman, membuat teduh suasana, tampak satu AC terpasang. Berdua mengira Cindy ada di dalam, tapi hanya ada sepatunya, waktu masuk ruangan, Cindy tidak ada, Dina dan Adib duduk di ruang tamu, berkursi rotan, berbantal, beberapa foto keluarga terpampang, Koran menumpuk di bawah meja, “Cindy dimana Bu?” “Dia tidur di kamar bersama Hanna,” Ibu memberitahu sembari tersenyum ramah, berjalan ke belakang mengambil es sirup untuk Dina dan Adib. “Ini, diminum dulu, biar segar” “Terimakasih Bu,” jawab Dina dan Adib bersamaan. “Cindy itu pintar ya, rajin juga, Hanna senang ditemani belajar oleh Cindy, apalagi katanya mereka berdua mau ikut lomba cerdas cermat minggu depan.” Ibu menjelaskan kepada alas an Cindy datang ke rumah Hanna Dina dan Adib Do’a hlm. 26-27. Tokoh tambahan yang kesembilan yaitu Bibi. Bibi merupakan tokoh tambahan karena hanya muncul satu kali dalam penceritaan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Mudah bagi Fatimah untuk menjenguk, ia selalu dihantar bibinya. Selepas pulang sekolah, Cindy, Fatimah, beserta bibinya menjenguk Adib di penjara Do’a hlm. 125. Tokoh tambahan yang kesepuluh yaitu Madya. Madya merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan dua kali dalam 89 penceritaan. Tokoh Madya pertama kali dimunculkan yaitu saat mereka ada di dalam bis . Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Di Saat matahari tepat diatas ubun-ubun, mereka berniat kembali ke tempat hana, menjemput Cindy, sembari naik kopaja, mereka memainkan satu lagu. Adib dan Dina berdiri di dekat jendela sebelah pintu, bersandar kursi, semilir angin kencang, terasa karena satu jendela lebar terbuka, mereka bisa berdiri tegak di dalam kopaja. Namun ditengah-tengah nyanyian, bis berhenti sejenak, yang membuat tak enak, Madya dan Putri teman sekelas Dina naik ke dalam bis, mereka awalnya tertawa cekikikan seketika berhenti melihat Dina dan Adib bernyanyi, bahkan Putri mengeluarkan handphone untuk merekam. Madya berbisik agak keras ke arah Putri, “Ga’ masuk sekolah ternyata ngamen, iiihhh… dasar anak jalanan” umpat Madya Do’a hlm. 47. Tokoh Madya dihadirkan yang kedua kalinya yaitu saat di dalam kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Langkah pertama memasuki kelas disambut dengan suara hening dan desis, “Ssstttt… pengamen datang” Dina kenal suara itu, Madya ketua geng centil,Dina sudah terbiasa menerima. Madya bukan berbisik, tapi sengaja melirik kea rah Dina agar terdengar dan serasa menyakitkan Do’a hlm. 55. Tokoh tambahan ke sebelas yaitu Putri. Putri merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan dua kali dalam penceritaan. Tokoh Putri pertama kali dimunculkan yaitu saat mereka ada di dalam bis. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Di Saat matahari tepat diatas ubun-ubun, mereka berniat kembali ke tempat hana, menjemput Cindy, sembari naik kopaja, mereka memainkan satu lagu. Adib dan Dina berdiri di dekat jendela sebelah pintu, bersandar kursi, semilir angin kencang, terasa karena satu jendela lebar terbuka, mereka bisa berdiri tegak di dalam kopaja. Namun ditengah-tengah nyanyian, bis berhenti sejenak, yang membuat tak enak, Madya dan Putri teman sekelas Dina naik ke dalam bis, mereka awalnya tertawa cekikikan seketika berhenti melihat Dina dan Adib bernyanyi, bahkan Putri mengeluarkan handphone untuk merekam. Madya berbisik agak keras ke arah Putri, “Ga’ masuk sekolah ternyata ngamen, iiihhh… dasar anak jalanan” umpat Madya Do’a hlm. 47. 90 Tokoh Madya dihadirkan yang kedua kalinya yaitu saat di dalam kelas. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Teman-teman lain tak ada yang mengikuti jejak Madya dan Putri, yang laki- laki hanya mendengar, saat Dina duduk ia langsung membuka buku dan membacanya, tapi suara sumbang dalam kelas kembali terdengar, kali ini dari Putri, “ Kalau Dina sakit, ga’ usah jenguk ah, paling juga ngamen, dasar anak jalanan,” umpat Putri Do’a hlm. 55. Tokoh tambahan yang terakhir yaitu Preman. Preman merupakan tokoh tambahan karena hanya dimunculkan satu kali di dalam cerita yaitu saat ia memngambil uang Dina dan Cindy secara paksa. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut : Dina dan Cindy berdiri dibawah lampu merah, kuning, hijau, tiba-tiba ada seorang preman mendekat, tubuhnya besar, tinggi, kepalanya botak, jenggotnya panjang, tapi tak ada tato. “Heh, pengamen mana kamu? Beraninya ke sini,” tangannya mendorong kepala Dina. “Kampung Rambutan bang,” Dina yang menjawab, Cindy berlindung di belakang Dina, berpegang pada ujung kaos Dina. “Pulang sana, jangan kesini” Banyak orang memandang tapi hanya diam saja, memandang di kemacetan jalan. “Heh, enak sekali pergi, sini sepuluh ribu” Dina berpikir sejenak, ia tak mungkin lari, keadaan macet, belum tentu lolos, lagi pula ia membawa Cindy. Ia merogoh koceknya, uang ribuan dihitung, sepuluh ribu diberikan kepada preman itu. Preman itu pergi dengan senyum, tertawa dalam hati, begitulah hidup preman Do’a hlm. 77-78.

4. Alur atau Plot