104
Di daerah terminal Kampung Rambutan hiruk-pikuk ibu kota terasa dimata, macet meski baru jam lima pagi, pejalan kaki berdesakan di trotoar, berjalan
cepat memburu waktu, tak pandang perempuan, tak lihat laki-laki, semua bersam-sama memburu rejeki. Pedagang gorengan sudah mangkal di depan
trotoar, suara deru mesin mobil dan motor terdengar, asap mengepul walau matahari belum benar bersinar, bila lampu hijau sudah menyala, suara klakson
memburu seperti teriakan maling di pasar. Orang bolak-balik menyebrang, pengamen jalanan mulai saling memilih angkot untuk diberikan satu nyanyian
jalanan, pengemis berserakan, preman-preman berdiri di dekat pasar, Adib dan Dina sudah hafal, mereka semua teman Suratman, mereka juga memiliki anak
buah, entah pengemis, atau pengamen jalanan Do’a hlm. 12.
6. Amanat
Amanat merupakan kecenderungan dan keinginan pengarang yang disalurkan melalui tokoh-tokoh ceritanya, biasanya amanat mengesankan
niat pengarang yang hendak menggurui pembaca. Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang
bebagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan Nurgiyantoro, 1995:321.
Amanat dalam karya sastra tertuang secara implisit. Secara implisit artinya jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam
tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Amanat secara eksplisit artinya jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan
seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita Sudjiman, 1992:57-58.
Amanat yang terdapat dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan
hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan.
105
7. Hubungan Antarunsur
Unsur dalam sebuah karya fiksi tidak dapat berdiri sendiri. Semuanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Unsur-unsur ini yang akan
membangun keutuhan sebuah cerita. a.
Tema dengan Tokoh Tema dan tokoh memiliki hubungan yang erat dan saling
mendukung satu sama lainnya. Tema dalam sebuah cerita disampaikan secara implisit melalui cerita. Oleh karena itu, tokoh berfungsi untuk
menyampaikan tema yang terkandung dalam cerita. Tokoh yang mendukung tema di dalam novel Do’a Anak
Jalanan adalah Dina, Adib, Cindy, Suratman, dan Kepala Sekolah. Tema disampaikan melalui peristiwa yang dialami oleh tokohnya.
Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1 Dina
Setiap hari Dina harus berangkat ke sekolah, namun setelah pulang sekolah Dina harus secepatnya berganti pakaian dan menenteng gitarnya untuk ngamen. Dina
berpindah dari satu angkot ke angkot lain, dari bis sampai kopaja ia datangi demi mendapat recehan untuk menyambung hidupnya dan kedua adiknya. Dina akan
bernyanyi sambil diiringi gitar kesayangannya, tanpa kenal lelah. Dina melakukan kegiatan ngamennya sampai jam 9 bahkan terkadang sampai jam 10 malam.
Semua ia lakukan agar setoran yang akan diserahkan kepada Suratman Abang dapat tercukupi Do’a hlm. 3.
2 Adib
Bertiga naik angkot menuju kampong Rambutan,Dina dan Cindy duduk, tapi Adib tetap berdiri mengamen, walaupun dalam keadaan capek Adib tetap bersemangat
melantunkan lagunya D’masiv “Jangan Menyerah”. Dia memang satu-satunya lelaki, tapi dia juga tak pernah merasa lelah demi sepotong hidup, demi sesuap
nasi. Hasilnya, Adib mendapat sepuluh ribu rupiah, lumayan menambah uang hasil ngamen mereka. Dina hanya tersenyum melihat kerja keras Adib sambil
memangku Cindy yang sudah terlelap Do’a hlm. 35.
106
3 Cindy
D
ina sudah tak bisa angkat suara, perih di bibir akibat pukulan Suratman membuat mulutnya tak kuasa untuk bernyanyi. Sebelum naik bis, Dina meminta tolong
kepada Cindy,”Cindy, apa kamu bisa gantiin kakak bernyanyi?” Cindy mengangguk dan tersenyum kepada kakaknya. Saat di dalam bis, Cindy
benar-benar bernyanyi, ia hafal semua liriknya karena setiap hari ia selalu mendengar kedua kakaknya bernyanyi. Suara Cindy merdu tapi agak serak. Hasil
ngamennya ternyata lebih banyak, ia mendapatkan lima belas ribu sekali bernyanyi Do’a hlm. 89.
4 Suratman Abang
Setiap anak dibebani setoran empat puluh ribu, kecuali Cindy, hanya dua puluh ribu, katanya masih kecil, harus belajar cara mengamen yang bisa menghasilkan
banyak uang. Jadi total uang setoran mereka bertiga seratus ribu rupiah. Tapi sekiranya kurang, Abang akan kesetanan, bahkan kurang seribu dihargai berkeping
tamparan Do’a hlm. 37.
5 Kepala Sekolah
“Coba ada sepuluh siswa yang punya semangat sepertimu, yang berjiwa tegar seperti kamu, Bapak yakin tak ada siswa-siswa cengeng yang hanya mengadu pada
orangtua dengan masalah kecil mereka,” Pak Rahman tersenyum, “Kau harus semangat Nak, kamu harus yakin dengan jalanmu, itu penting.”
Dina mengangguk, “Dina akan ingat Pak” “Sudah, masuk kelas sana Kamu harus belajar” Do’a hlm. 62.
“Bapak tidak malu, bapak bangga karena kamu adalah satu diantara yang terbaik di sekolah ini walaupun kamu seorang pengamen,” Pak Rahman membela Dina
Do’a hlm. 61.
b. Tokoh dengan Alur
Tokoh dan plot merupakan dua fakta yang saling mempengaruhi dan menguntungkan satu dan yang lainnya. Tanpa tokoh alur tidak akan
terjadi begitu pula dengan tokoh tanpa adanya alur tidak akan terbentuk sebuah cerita. Jadi pada tahapan alur selalu ada peristiwa dan tokoh
yang membentuk sebuah cerita. Berikut ini akan dipaparkan keterkaitan antara tokoh dengan alur
.
107
Paparan Exposition
Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Paparan dalam novel “Do’a Anak Jalanan” ini memaparkan atau
memperkenalkan tentang tokoh dan latar Dina, Adib, dan Cindy serta kehidupan mereka bersama Suratman. Berikut ini adalah kutipannya :
Namanya Dina, Dina Sanjani umurnya sudah 17 tahun, meski ia baru kelas sembilan, Dina sering berhenti sekolah. Tubuhnya tergolong tinggi bila
dibandingkan dengan anak-anak seusianya, 165 cm, kulit sebenarnya kuning langsat, tapi tertutup debu jalanan menjadi kecoklatan, matanya tak istimewa,
bibirnya sederhana, sedikit ciut, dagunya lancip, hidungnya tak begitu mancung, tapi bukan pesek, parasnya bergaya oriental, tubuhnya, tak seksi,
namun kesatuan semuanya membuat setiap pemuja kecantikan akan memalingkan wajah sejenak untuk dirinya. Dina adalah seorang anak
pengamen yang tinggal di sebuah kontrakan dekat terminal kampung rambutan, Jakarta. Sedari kecil Ia terlahir di panti asuhan, saat lima tahun
ada seorang bapak yang mengadopsinya, Suratman. Waktu itu Dina bahagia sekali, tapi kebahagiaan yang Dina alami ternyata palsu, ia hanya diajari
bermain gitar, diajari menyanyi, dijadikan pengamen di jalan, sudah dua belas tahun Dina menjalani semua ini. Ia memiliki dua adik namun bukan
saudara sekandung yang bernama Adib dan Cindy. Bertiga mereka berjuang dan bekerja keras demi bertahan hidup ditengah kerasnya kota Jakarta Do’a
hlm. 1.
Adib berumur tiga belas tahun, ia masih kelas enam SD. Adib memiliki fisik yang jauh berbeda, kulitnya coklat matang, kecil, hidungnya kalau dari
samping terlihat mancung, tapi kalau dari depan sedikit besar, bibirnya juga tak tipis. Suaranya serak beriak, tak seimbang dengan umurnya, kalau
dendangkan lagu sepenuh hati, paling suka lagu peterpan. Adib tak pernah tahu bagaimana masa kecilnya dulu, siapa orang tuanya, dari mana asalnya,
nama Adib yang memberinya justru Dina Do’a hlm. 3-4. Cindy masih kelas satu SD, belum pantas hidup di jalanan, tapi entah
bagaimana ia datang. Dina dan Adib merasa Cindy diculik. Cindy memiliki fisik yang jauh berbeda dari Dina dan Adib. Wajahnya oval, dagunya lancip,
matanya tajam, bibirnya merah tipis, rambutnya sebahu lurus, kulitnya putih, meski anak kecil, benih-benih kecantikan yang tak bisa dinafikan Do’a hlm.
4. Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal kampong Rambutan, di
sebuah rumah kontrakan, berukuran 4 x 3 meter, tapi lebih pantas disebut kost-kostan, tanpa ada alas tidur, hanya karpet merah. Jendela hanya satu,
pintu satu, tak ada almari, kompor, terlalu sempit Do’a hlm. 4-5.
108
Rangsangan Inciting moment
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh
baru sebagai katalisator. Rangsangan dimulai ketika Dina dan Adib menghadiri perlombaan cerdas cermat antar SD se-Jakarta Selatan yang
diikuti oleh Cindy. Berikut ini adalah kutipannya :
Dina bertemu dengan Adib di gedung aula. “Kakak” Adib memanggil, ia juga memegang gitar.
“Cindy dimana?” Tanya Dina. “Masih di dalam Kak, sedang mengikuti tes seleksi” jawab Adib dengan
bangga. “Kak, hari ini kita ga’ ngamen?”
“Setelah selesai lomba, kita ngamen setengah hari saja, semoga bisa dapat bayak, yang penting sekarang kita fokus ke perlombaannya Cindy dulu.”
“Iya kak” Do’a hlm. 68.
Gawatan Rising action
Gawatan adalah tahapan yang ditimbulkan oleh rangsangan. Gawatan terjadi ketika uang setoran yang harus diberikan ke Suratman
tidak mencukupi target. Hal itu karena waktu ngamen mereka terpotong demi menghadiri lomba cerdas cermat yang diikuti oleh Cindy.
Akibatnya, Adib dan Dina harus mendapat siksaan lagi dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya :
Waktu pulang seperti biasa Abang sudah duduk di depan kontrakan, sudah duduk menanti uang, duduk dengan kaki kanan bersandar di kaki kiri, ia
berkaos dalam, sembari mengisap rokok, kali ini Dina yang paling depan, Adib dan Cindy bergandengan tangan di belakang.
“Mana uangnya?” Abang mengulurkan tangan, membuka telapaknya meminta. Dina berikan seluruh uang yang dia punya, sedikitpun tak
menyimpan, tertunduk, ia sudah siap dengan segala pukulan. Abang Suratman sibuk menghitung, saat tahu hanya sedikit, ia langsung
murka, “Cuman segini.” “Hari ini memang dapatnya hanya segitu Bang,” Dina beralasan.
“Keluarkan semua” Abang membentak, tetangga melihat, tapi sudah biasa. Dina menggeleng, Abang memeriksa saku Dina, setengah meraba-raba, Dina
kontan mundur.
109
“Heh….berani kamu?” Adib geram, tapi dia cuma anak kecil.
Baju Dina ditarik, masuk ke dalam kontrakan, suara pukulan terdengar, jeritan Dina mengoyak, Adib di luar tidak bisa bertindak, Cindy menangis,
berkali kali terdengar teriakan Dina, “Ampun Bang,” itu yang terdengar, Adib meski anak kecil tidak bisa menerima, ia sudah kelas enam, ia masuk,
memeluk kakaknya, kini pukulan dengan gagang sapu mendarat ke punggungnya, “Bet Bet”.
Cindy ikut masuk, ia menarik tangan Abang, “Jangan Bang, tadi Cuma ngamen setengah hari karena Cindy ikut lomba cerdas cermat.”
Abang bengis, “Apa? Cerdas cermat?” tangan abang hendak mengayun memukul Cindy, tapi Dina yang sudah yang berlumur luka, Adib yang mulai
rasa sakit langsung memeluk Cindy erat-erat, ia tak pantas untuk di pukul. “Lebih baik kalian semua keluar dari sekolah Keluar Atau kalian setiap
malam akan rasakan seperti sekarang” Abang melempar sapu, meludah di dalam, “Cuiiih” berjalan keluar, menghilang, berjalan menjauh,
mengarungi dunia malam, pintu di banting keras “Brakkkk”.Do’a hlm. 81.
Tikaian Conflict
Tikaian atau konflik adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan protagonis dan
antagonis. Konflik dalam cerita ini terjadi ketika Suratman mencari Adib dan Cindy di sekolahnya karena sudah tidak pulang ke kontrakan
selama tiga hari, Dina, Adib, dan Cindy memang sengaja menghindar dari Suratman, menghindar dari pukulan dan siksaan Abang. Namun
Adib kabur menghindar dari Suratman. Berikut ini adalah kutipannya :
Dua hari Dina, Adib, dan Cindy selamat. Hari ketiga saat Cindy keluar kelas bersama teman-teman ia melihat Abang di gerbang sekolah, ia berdiri dengan
celana pendek dan kaos dalam hitam, Cindy kontan masuk kembali ke dalam kelas, ia mengintip dari jendela, jantungnya berdegup kencang, ia terlanjur
panik Do’a hlm. 96. Adib seakan bersiap hendak mengikuti lomba lari, tubuhnya tak lagi bertas,
nafas ditarik kuat, saat melihat Suratman sedikit lengah ia sekencang mungkin berlari keluar sekolah, melewati Suratman Adib tak mau lihat, tapi
Suratman tak bisa dikelabui, ia melihat, bahkan sempat menarik ujung baju Adib, tapi tak tertangkap, perut buncitnya coba diajak untuk berlari kencang,
kecepatan Adib dan Suratman sama, hanya berbeda gesitnya, perut Suratman turun naik, ia terus berteriak, “Adib Sialan”
Mereka diperhatikan setiap orang yang dilewati, kadang Adib menyenggol orang di jalan, belum sempat yang disenggol marah, dari belakang Suratman
110
kembali menabrak, lama saling mengejar melewati parit, meloncati tanaman, Adib tak menoleh ke belakang, ia terus berlari dan berlari, keringatnya
mengucur, nafasnya hampir habis, perutnya seperti tertusuk-tusuk, menyelip diantara dua rumah Adib berhenti mengintip, Suratman sudah tak ada. Ia
belum percaya, ia kembali mengintip dari balik dinding rumah, Abang sepertinya tertinggal, kali ini ia beruntung, besok pasti Abang kembali dating.
Adib bertekad untuk kabur dari Abang Do’a hlm. 101.
Rumitan Complication
Rumitan adalah perkembangan dari gejala awal tikaian menuju klimaks. Rumitan dalam cerita ini yaitu ketika Dina dan Adib berniat
menjemput Cindy yang dititipkan pada Fatimah, namun ternyata Cindy sudah dijemput oleh Suratman yang mengaku sebagai Ayahnya Cindy
kepada Fatimah. Hal itu membuat Dina dan Adib harus kembali ke kontrakan demi keselamatan Cindy. Berikut ini adalah kutipannya :
Berdua Dina dan Adib berjalan menuju ke rumah Fatimah. Tampak halaman rumah kosong. Tiba-tiba muncul Fatimah, berjilbab dan berpakaian seragam
hendak ke sekolah. Adib melihat Fatimah, adib berlari masuk ke halaman rumah Fatimah, “Fatim”
Fatimah berhenti, di depan pintu, Fatimah berbalik, “Kok kamu pakai kaos Dib?”
“Cindy mana?” Adib tak pedulikan pertanyaan Fatimah. “Lho, tadi dijemput Ayahnya, katanya harus pulang,” Fatimah polos
menjawab. Lemas Adib mendengar, pastilah Abang sudah dating lebih awal, sudah hard
lebih dulu, Adib ingin marah, tapi Fatimah memang tidak tahu apa-apa, “Kenapa Dib? Kok kamu lemas? Tanya Dina.
“Cindy dijemput Abang kak, kita harus pulang ke kontrakan, kasihan Cindy nanti dikasari Abang.” Adib tampak sangat cemas.
“Iya, kita pulang sekarang” Do’a hlm. 111.
Klimaks Climax
Klimaks adalah titik puncak cerita. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Bagian ini merupakan tahapan
ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Klimaks terjadi ketika Adib dan Dina pulang ke kontrakan dan Suratman
111
meminta hasil ngamen mereka selama tiga hari menghilang. Namun uang yang dikumpulkan tidak mencukupi, Suratman marah dan
menyiksa Dina dan Adib habis-habisan. Rasa sakit bercampur dendam akhirnya membuat Adib membunuh Suratman. Berikut ini adalah
kutipannya :
Dua mata merah Suratman memandang, ia sadar Dina dan Adib datang, ia berdiri menanti, nafasnya tampak lebih cepat berhembus, perutnya turun
naik, Dina dan Adib tak gentar terus melangkah meski rasa sakit sudah terbayang, kini Abang berhadapan dengan Dina dan Adib, tampak dari
lubang pintu Cindy duduk memeluk lutut menangis tanpa suara. “Mana uang kalian?” Dina tahu pertanyaan itu yang akan keluar, Dina keluarkan uang
semua yang ia punya, Adib juga merogoh tasnya, di mata mereka berdua hanya ada Cindy, bahkan beberapa keping terjatuh, menggelinding, Dina dan
Adib kembali memungutnya, sinar terik mulai naik, tapi terhalang daun nangka.
“Cuman segini, kalian pergi tiga hari, mau mati kalian?” Teriak Abang membuat perutnya menguat. “Cuman segitu bang,” Dina menunduk. Abang
terlanjur begitu kesal, “Kalian coba berlari, sudah berani, pasti kamu yang memulai,” tangan Abang menarik kaos Dina, menarik keras memaksa
memasuk rumah, “Krettt...” kaos Dina sobek, sedikit dada nampak, Adib tak sanggup lagi melihat. “Berani kamu” Abang menjambak rambut Dina,
Dina tak berteriak, tapi meringis dalam sakit. “Engga’ Bang,” Dina menggengam tangan Abang. “Plak” tanparan pertama mendarat, keras,
suaranya mengiris yang mendengar, tapi Cuma sekali, tangan kanannya terus melayang , “Plak” darah tampak menetes dari sudut mulut Dina. Di
tendang, dipukul, Dina disiksa, terombang ambing di dalam ruangan 3x4 meter, Dina seperti dalam ring. Adib tak bisa hanya memandang, ia juga tak
tahan mendengar. Adib ambil gitar, ia kumpulkan segenap keberanian, ia pegang dengan dua tangan gagangnya, ia mengincar kepala Abang, sekuat
tenaga ia ayunkan,”Prak” gitar patah. Tapi Abang tidak tumbang, ia berbalik, semakin bengis, “Kamu berani sekali” Cindy memojok, menutup
mata, menutup dua telinga dengan dua tangannya. Dari kepala Abang mengalir satu tetes darah, leher Adib dicekik, ia berteriak, “Cindy lari”
Cindy benar-benar bangkit, tapi tak lari, Dina kebingungan, tak tahu harus berbuat apa, bila di biarkan Adib bisa mati, Dina ambil gitar, sekuat tenaga ia
ayunkan, “Prakkkk” tepat di kepala, gitar pecah, gagangnya patah, tapi Abang belum juga tumbang. Adib di lepaskan, ia berbatuk, nafasnya hampir
habis, giliran Dina di cekik, “Mati kamu, mati kamu” Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak melawan kedua tangan kekar Abang,
Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy
hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan Jangan” tapi Adip tidak bisa tinggal diam, ia tidak bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau
dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp” kali ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara,
tergeletak, lantai penuh dengan darah, Dina terdiam memandang Do’a hlm. 114-116.
112
Leraian Falling action
Leraian adalah tahap yang menunjukkan peristiwa ke arah selesaian atau penyelesaian. Leraian dimulai ketika Adib menyuruh
Dina untuk memanggil polisi. Ia sudah pasrah, menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Berikut ini adalah kutipannya :
“Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi Kak,” Adib meminta.
“Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah. Semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”.
“Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak” Cindy ketakutan.
“Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”.
“Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam
kesedihan dan ketakutan Do’a hlm 116. Bagi Adib, ia lebih baik masuk penjara daripada harus terus hidup dalam
penyiksaan Suratman. Adib merasa lea karena ia sudah membebaskan Dina dan Cindy dari siksaan Abang Do’a hlm. 118
Selesaian Denoument
Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian atau penyelesaian dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu Dina dan Cindy
memutuskan untuk keluar dari kota Jakarta dan pergi ke Jawa Tengah. Melanjutkan hidup disana, sambil mengumpulkan uang untuk
membebaskan Adib dari penjara. Berikut ini adalah kutipannya :
“Kita jadi pergi ke Jawa Tengah ya Ma?” Tanya Cindy. “Iya, mungkin setelah pengumuman ujian.” Jawab Dina datar.
“Kak Adib bagaimana?” Cindy memandang wajah Dina dari samping. Dina terdiam memandang Cindy.
“Kak Adib pasti baik-baik saja, Kakak dengar, di penjara anak disediakan Pak Uztad, jadi Kak Adib bisa belajar menulis dan agama disana.”
“Tapi kita akan jemput kak Adib kan Ma?” Cindy bertanya lagi “Kita pasti akan kembali lagi kesini, menjemput kak Adib dan memulai
hidup baru yang lebih baik.” Jawab Dina menguatkan Cindy Do’a 142.
113
c. Tokoh dengan Latar
Latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan
mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, tak berlebihan jika di katakan bahwa sifat seseorang akan di bentuk oleh keadaan latarnya
Nurgiyantoro, 1995:225. Novel Do’a Anak Jalanan menceritakan perjuangan tiga anak
kecil bernama Dina, Adib, dan Cindy yang berjuang di tengah kerasnya hidup sebagai pengamen. Selain itu mereka juga berjuang untuk lepas
dari Suratman orang yang selalu menyiksa dan meminta jatah uang ngamen, walaupun harus dibayar dengan Pembunuhan yang dilakukan
oleh Adib. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
Siapa yang menghendaki hidup seperti itu? Dina pun tak menginginkannya, tapi mereka harus berjuang dan berusaha untuk tetap bertahan hidup. Dina
merasa takdir sudah menuliskan hal ini padanya, tapi Dina yakin suatu hari semuanya akan berganti Do’a hlm. 3.
Adib memang terlihat menikmati, tapi hatinya terus menjerit, tak ma uterus menerus hidup di jalan, tak tentu arah, baginya semuanya harus diakhiri
entah kapan hari itu akan datang Do’a hlm. 5. Entah apa yang dipikirkan Cindy, tapi Dina dan Adib yakin Cindy juga tak
mau hidupnya terkatung dalam kungkungan seorang Suratman yang kejam, yang mengekangnya, yang selalu minta dipanggil Abang, yang selalu
menggenggamnya dalam siksaan, menerkamnya dalam pemerasan, menyiksanya bila tak berikan setoran Do’a hlm. 6.
Mereka bertiga berdiri di tepi jalan raya, hiruk pikuk pengap jalan tampak terasa, suara-suara mobil, deretan kemacetan. Mereka harus berlomba dengan
waktu, naik turun angkot dan bis , mereka tak peduli lelah menjalar, mereka tak menghitung berapa yang mereka dapatkan, mereka hanya bisa bernyanyi
dan bernyanyi mengobral suara yang mereka punya. Wajah berdebu, rambut kumal, punggung tangan menghitam, kaos berwarna jalanan. Dunia yang
mereka tapaki bukan lagi dunia anak kecil yang dipenuhi kebahagiaan. Tapi ini jalanan, yang kuat yang menang, yang kuat yang mampu bertahan,
istirahat sejenak berarti bertukar pukulan Abang Do’a hlm. 31.
114
Bagi Adib, ia lebih baik masuk penjara, bila tidak hidupnya akan lebih sengsara. Penjara lebih aman daripada hidup tersiksa di jalanan. Tapi Adib
lega karena Kakaknya Dina dan Cindy sudah bisa hidup tenang da n tidak mengalami penyiksaan dari suratman, orang yang sudah dibunuhnya Do’a
hlm. 118.
d. Tema dengan Latar
Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai suatu kejadian atau
peristiwa. Artinya, latar yang tepat dan sesuai dengan karakter tokoh, akan memberikan kontribusi pada pemilihan tema yang tepat.
Latar bersifat memberi “aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi pemilihan tema, begitupun sebaliknya tema
yang sudah dipilih akan menuntut pemilihan latar yang tepat dan mampu mendukung Nurgiyantoro, 1995:75. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
Tak ada waktu bagi mereka berleha-leha atau santai, mereka harus kembali turun ke jalanan, mereka harus bisa mengejar waktu, mereka harus bisa
mendapatkan uang dari jam satu siang hingga jam tujuh malam. Bertiga mulai ngamen dari toko-toko, naik bis dan angkot, menjual suaranya demi
sesuap nasi Do’a hlm. 76.
e. Amanat dengan Tema
Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan
masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan Nurgiyantoro, 1995:321. Amanat memiliki hubungan
dengan tema. Amanat dapat menyampaikan tema yang bersifat eksplisit atau tersirat. Tema yang terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan
115
adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk
bersekolah. Tema ini berkaitan dengan amanat yang terkandung dalam dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu perjuangan, cita-cita dan
semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan.
f. Amanat dengan Tokoh
Tokoh-tokoh di dalam cerita hendaknya menyesuaikan diri dengan tokoh protagonis yaitu, berjuang untuk hidup meski dalam
keadaan sesulit dan sesusah apapun. g.
Amanat dengan Alur Perjuangan hidup tokoh protagonis dalam membebaskan diri
dan hidup dari kekerasan dan penyiksaan tokoh antagonis. Mau tidak mau harus membunuh demi sebuah hidup yang lebih baik.
h. Amanat dengan Latar
Hidup di jalanan sebagai pengamen membutuhkan perjuangan dan kerja keras dalam mempertahankan diri dan keselamatan. Siapa
kuat, dia akan menang. Siapa kalah, dia akan menderita.
C. Pembahasan
Novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany memiliki unsur instrinsik yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat.
Keenam unsur intrinsik inilah yang dianalisis. Tema dalam novel Do’a Anak