25
Kristus. Tugas pewartaan tidak lain untuk mengaktualisasikan apa yang disampaikan Allah dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul
. Dengan begitu Allah sungguh datang dan menyelamatkan mereka yang
mendengarkan pewartaan Gereja KWI, 1996: 383-386.
E. Komunikasi Iman dalam Katekese Umat
1. Sejarah Singkat Katekese Umat
Kata sambutan yang diungkapkan oleh Ketua Komisi Kateketik KWI pada Pembukaan PKKI VIII dalam buku Membangun Komunitas Basis Berdaya
Transformatif lewat Katekese Umat Komisi Kateketik KWI, 2005:6-10 mengajak kita untuk melihat sepintas sejarah singkat Katekese Umat KU dari
PKKI-I sampai ke PKKI-VIII ini. Katekese Umat KU mulai dicetuskan melalui Pertemuan Kateketik
antar-Keuskupan se-Indonesia pertama PKKI-I yang berlangsung di Sindanglaya pada tahun 1977. Sebelumnya orang hanya mengenal istilah
Katekese Sekolah dan Katekese Luar Sekolah, yang keduanya bersifat informatif, komunikasi searah, dari atas ke bawah sesuai dengan visi Gereja yang hierarkis-
piramidal. Dengan mulai berkembangnya Gereja sebagai communio, peserta PKKI saat itu merasa bahwa katekese hendaknya mulai bersifat komunikatif.
Katekese mulai dilihat sebagai komunikasi iman atau katekese dari umat, oleh umat dan untuk umat.
26
Katekese Umat telah dicetuskan, namun belum terlalu jelas. Di dalam PKKI-II yang dilangsungkan di Klender pada bulan Juni tahun 1980 dirumuskan
ciri-ciri KU secara lebih jelas. Setelah Katekese Umat KU dilaksanakan di banyak keuskupan Indonesia, muncul kenyataan bahwa keberhasilan KU
memiliki kebergantungan pada pembina atau fasilitator KU. Oleh sebab itu pembahasan mengenai Katekese Umat KU dilanjutkan di dalam PKKI-III yang
dilaksanakan di Mojokerto pada tahun 1984. PKKI-III membicarakan Pembinaan Pembina Katekese Umat. Peserta dalam PKKI-III berkeyakinan bahwa seorang
pembina Katekese Umat KU yang baik perlu memiliki dedikasi yang kuat, pengetahuan, dan ketrampilan yang memadai dalam berkatekese umat.
Melihat zaman yang terus berubah dari segi masyarakat yang majemuk dan kompleks, maka hidup beriman dalam dunia juga terpengaruh oleh arus
globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan yang penuh dengan tantangan. Katekese umat sebagai salah satu sarana untuk memperteguh iman mulai terkesan
agak tertutup. Dalam PKKI-IV bulan Oktober tahun 1988 di Denpasar, Bali, mulai dibicarakan Katekese Umat yang bisa membina iman yang terlibat dalam
masyarakat dengan mempergunakan analisis sosial. PKKI-V melanjutkan pergumulan dalam pembahasan di PKKI-IV.
Pertemuan ini dilaksanakan di Caringin, Bogor pada tanggal 22 Agustus sd 1 September 1992 untuk membicarakan Katekese Umat dengan mempergunakan
analisis sosial yang tetap dilihat dalam terang injil. Pemahaman yang ingin dikembangkan dala
m “terang injil” yaitu menemukan sabda Allah yang hidup dalam situasi konkrit. Kemudian pembahasan tersebut diakhiri dengan latihan-
27
latihan menggunakan sarana Kitab Suci yang dipraktikkan dalam katekese umat yang berorientasi pada kemasyarakatan.
PKKI-IV yang berlangsung pada tahun 1996 di Klender menggumuli katekese umat yang membangun jemaat dengan orientasi Kerajaan Allah.
Kemudian dalam PKKI-VII yang berlangsung tanggal 24 sd 30 Juni 2000 di Sawiran, Jawa Timur, peserta menggumuli persoalan mengenai Katekese Umat
dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan kelompok Basis Gerejani KBG yang mulai berkembang di banyak Gereja keuskupan sesuai seruan
SAGKI 2000. PKKI VIII - PKKI X menggumuli mengenai persoalan Kelompok Basis
Gerejani KBG dan Katekese Umat KU dapat lebih berdimensi sosial politik, ekonomi, budaya, penggunaan media dan lain sebagainya.
2. Komunikasi Iman dalam Katekese Umat