83 Hal tersebut diketahui setelah semua narasumber ditanyai tentang bahan-
bahan yang digunkan untuk pembuatan alat peraga. Hampir semua narasumber menjawab dengan lancar, hal tersebut dapat dibuktikan pada
verbatime wawancara dengan kode W2S3B82, W2S2B88-89 dan W2S4B46. Karakteristik yang belum terlihat adalah auto-correction,
sebenarnya alat peraga mengandung karakteristik tersebut. Karakteristik auto- correction terdapat di kertas yang terdapat di kotak alat peraga berbentuk
kunci jawaban yang tertulis di balik soal perkalian. namun siswa jarang sekali mengecek dengan kertas tersebut ketika mengalami kesalahan dalam
mengerjakan perkalian dengan menggunaka alat peraga. Siswa memilih untuk bertanya pada guru maupun siswa lain ketika mereka mengalami kesalahan
jawaban.
4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori
Tujuan awal dari alat peraga adalah untuk membantu siswa dalam memahami konsep suatu materi agar lebih mudah dipahami dan diingat.
Pembuatan alat peraga juga harus disesuaikan dengan siswa agar terasa tepat dan dapat digunakan sesuai tujuan awal. Seperti halnya alat peraga Montessori
berupa papan pin perkalian yang dirancang oleh kelompok perancang alat peraga untuk mengajarkan materi pada kelas II. Pembuatan maupun
perancangan alat peraga sebaiknya diteruskan dengan pengimplementasian pada narasumber yang dapat dijadikan sebagai ujicoba bagi alat peraga. Tidak
sampai di situ, ketika sudah dirancang kemudian dibuat dan diujicobakan,
84 sebaiknya langkah berikutnya adalah pengambilan masukan terhadap alat
peraga dari narasumber. Masukan dapat berupa saran maupun pesan kesan dari narasumber setelah menggunkan alat peraga. Masukan tersebut dapat
digunakan untuk pengembangan alat peraga agar dapat menjadi lebih baik. Kendala dalam menggunakan alat peraga papan pin perkalian
sebenarnya tidak terlalu banyak. Ketika peneliti melakukan observasi pembelajaran menggunakan alat peraga papan pin perkalian narasumber
terlihat asik menggunakan alat peraga namun tidak untuk membantu mengerjakan soal seperti yang dilakukan oleh narasumber B ketika guru baru
mengawali pembelajaran dan membagikan alat peraga kepada setiap kelompok O2S2B45-47. Hal tersebut menandakan bahwa narasumber dan
sebagian siswa masih memiliki pemikiran bahwa alat peraga untuk bermain saja, bukan sebagai alat yang membantu mereka dalam belajar. Narasumber K
juga terlihat sedikit bermalas-malasan di atas papan pin perkalian karena mungkin bentuknya yang lebar dan hampir memenuhi meja O2S3B96-99.
Kendala lain yang dirasa oleh narasumber dari penggunaan alat peraga papan pin perkalian yaitu alat peraga memiliki bobot fisik yang lumayan
berat. Setelah sebagian mencoba mengangkat alat peraga, alat peraga terasa berat seperti yang diungkapkan oleh narasumber B yang ditanyai oleh peneliti
tentang berat tidaknya alat peraga dan narasumber B mengatakan “abot..
berat mengankat alat perag a” W2S2B72. Hal senada juga disampaikan
oleh nara sumber T yang merupakan siswa perempuan, ia juga berpendapat bahwa alat peraga terlalu berat dengan berkata
“Pernah, berat sekali”
85 W2S4B24-27. Narasumber guru juga berpendapat bahwa alat peraga terlalu
berat untuk anak-anak W2S1B103-105.
4.2.2.3 Manfaat Alat Peraga Berbasis Montessori