Perasaan Narasumber Setelah Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori

78 dirasakan, kendala dan manfaat yang diperoleh dikaitkan dengan karakteristik alat peraga Montessori.

4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori

Pengetahuan narasumber tentang alat peraga berbasis Montessori masih sangat sedikit. Peneliti mewawancarai guru tentang pengetahuannya mengenai alat peraga Montessori. Narasumber guru mengatakan “pernah mendengar mas, itupun dari anak saya. Tapi ya cuma mendengar belum pernah tau seperti apa. Kan anak saya juga dulu di sanata dharma. Dia sering minta uang, katanya untuk membuat alat peraga Montessori. Heheee” W1S1B58-63. Jawaban dari narasumber menunjukkan bahwa sebelumnya sudah pernah mendengar alat peraga Montessori, namun hanya sekedar mendengar dan belum pernah melihat maupun menggunakan. Untuk kelangsungan penelitian ini, kemudian peneliti melakukan wawancara dan pengamatan atau observasi kepada keempat narasumber. Kesan awal ketertarikan narasumber terhadap alat peraga Montessori sebenarnya terlihat dari awal penelitian pada saat peneliti melakukan wawancara dengan ketiga narasumber siswa dan peneliti menunjukkan alat peraga, ketika diperlihatkan alat peraga papan pin perkalian narasumber B menanyakan “kui opo e pak itu apa ya pak ?” W1S2B77 kemudian peneliti menanyakan mau tidaknya menggunakan alat peraga papan pin perkalian, sontak narasumber T menjawab “mau mau pak” W1S4B85. Hal tersebut menunjukkan keterkaitan awal narasumber terhadap alat peraga. 79 Ketertarikan siswa lain terhadap terlihat ketika peneliti melakukan pengamatan di dalam kelas ketika narasumber dan siswa yang lain belajar dengan menggunakan alat peraga Montessori, ketika guru mengeluarkan alat peraga langsung ada siswa yang bertanya “itu apa bu?” O1SSB16. Pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yang baik dari guru tentang penggunaan alat peraga O2S1B26-44. Ketertarikan narasumber T berlanjut ketika di dalam kelas, ketika guru meminta salah seorang siswa untuk maju kedepan dan diminta menggunakan alat peraga, narasumber T maju ke depan kelas dan mencoba menggunakan alat peraga O1S4B55. Siswa lain pun merasa penasaran karena ketertarikannya kepada alat peraga terlihat ketika semua siswa maju kedepan untuk melihat lebih dekat alat peraga O1SSB73-76. Ketiga narasumber siswa terlihat aktif dan senang belajar dengan menggunkan alat peraga. Terlihat ketika mencoba menggunakan alat peraga di dalam kelompok, narasumber ikut aktif menggunakan dan serius dalam menggunakan. Narasumber B terlihat fokus dan menggunakan sembari menjelaskan cara penggunaan alat peraga teman satu kelompoknya. Hal tersebut terlihat ketika narasum ber berkata “ iki ki ditancepke jejer sek, njuk gari ngisore ki ngene ini ditancepin ber jejer dulu, baru bawahnya” O1S2B118-120. Narasumber K juga terlihat aktif menggunkan alat peraga, namun dia terlihat masih bingung dalam menggunakan alat peraga dan bertanya kepada temannya O1S3B141-143. Setelah dibantu temannya narasumber K menjadi lebih paham. Narasumber T terlihat sangat aktif dan 80 senang menggunakan alat peraga, dia terlihat menggunakan alat peraga sembari mengajari temannya tentang penggunaan alat peraga, ketika didekati peneliti ia sedang menjelaskan cara penggunaan dengan berkata “ya sudah ini dilepas dulu, ayo ditancepin 8 kesampingnya” O1S4B155-156. Dengan sikap yang diperlihatkan siswa ketika menggunakan alat peraga Montessori terlihat bahwa alat peraga memiliki karakteristik auto-education yang berarti alat peraga menuntut siswa belajar secara mandiri. Ketika mengamati pembelajaran peneliti juga menyelipkan sedikit pertanyaan kepada narasumber. Peneliti menanyakan kepada narasumber B tentang kemudahan menggunakan alat peraga papan pin perkalian, narasumber B menjawab pertanyaan peneliti dengan berkata “gampang, sipil ungkapan untuk menandakan hal ya ng mudah hehee” O1S2B187-188. Kemudian peneliti juga menanyakan kepada narasumber T tentang bisa tidaknya menggunakan alat peraga, narasumber T menjawab “bisa pak..” O2S4B71. Narasumber K juga mulai lancar dalam menggunakan alat peraga, narasumber K terlihat menggunakan alat peraga untuk menjawab soal ketika ia merasa tidak puas dengan jawaban temannya O2S3B118-125. Peneliti juga menanyakan kepada narasumber T ketika melakukan observasi tentang asik tidaknya belajar menggunakan alat peraga, narasumber T berpendapat suka dengan berkata “asik pak.. hehee” O2S4B147. Ketiga narasumber terlihat senang dan aktif menggunakan alat peraga. Hal tersebut didapat dari sikap yang ditunjukkan narasumber ketika belajar menggunakan alat peraga papan pin perkalian berbasis Montessori. Untuk 81 mengetahui perasaan narasumber setelah menggunakan alat peraga Montessori, peneliti selanjutnya melakukan wawancara dengan narasumber. Pertama peneliti melakukan wawancara dengan ketiga siswa yang menjadi narasumber. Peneliti menanyakan perasaan yang dirasakan setelah menggunakan alat peraga kepada masing-masing narasumber. Narasumber B berkata “senang” dengan nada yang mantap W2S2B8. Narasumber K pun merasa senang dengan berkata dengan bahasanya sendiri “penak banget senang sekali ” W2S3B4. Narasumber T juga mengungkapkan perasaan senangnya setelah ditanyai tentang perasaan setelah menggunakan alat peraga dengan berkata “senang” W2S4B3. Setelah wawancara dengan siswa, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru yang menjadi narasumber. Peneliti juga menanyakan bagaimana perasaan guru setelah menggunakan alat peraga papan pin perkalian berbasis Montessori. Narasumber mengungkapkan perasaan senangnya dengan mengatakan “saya merasa senang, di samping melihat anak-anak aktif menggunkan alat peraga dan langsung tau cara memakainnya lalu kemudian menggunakan dengan baik ” W2S1B5-10. Narasumber guru juga merasakan kalau siswa-siswanya merasa senang belajar menggunkan alat peraga, beliau berkata “ya anak-anak senang menggunakan alat ini” W2S1B15-16. Selain menanyakan perasaan yang dialami narasumber, peneliti juga menanyakan bagaimana pandangan narasumber terhadap alat peraga. Menurut narasumber B alat peraga berbentuk menarik, ia berpendapat dengan berkata “menarik” W2S2B60. Narasumber B juga mengomentari tentang bentuk 82 dari alat peraga dan berkata “bagus” W2S2B54 kemudian beralasan “karena bentuknya kotak dan ada lubang-lubangnya, dan pinnya juga bagus..” W2S2B56-57. Narasumber K juga berpendapat bahwa alat peraga tersebut menarik, ia berkata “menarik, bentuke kotak menarik, bentuknya kotak” W2S3B52-53. Narasumber T juga sependapat dengan narasumber lain yang mengatakan menggunakan alat peraga tersebut lebih menarik dari pada belajar hanya menggunakan buku. Hal tersebut terbukti ketika peneliti memberi pilihan kepada narasumber tentang belajar menggunakan alat peraga atau dengan buku. Narasumber menjawab “menggunakan alat ini” W2S4B43. Dengan mendengar pendapat dari narasumber, sebenarnya alat ini memiliki karakteristik menarik seperti yang sudah diterapkan pada alat peraga Montessori yang lain. Hal tersebut didapat dari pendapat narasumber siswa yang semua merasa tertarik dengan alat peraga papan pin perkalian. Ketika menanyakan sedikit tentang bentuk dari alat peraga tersebut, guru memberikan sedikit tambahan dengan berpendapat “pastinya kalo anak kecil kan sukanya yang warna-warni mas. Itu kan pinnya cuma bening mas. Mestinya ya misalnya yang merah 3 kemudian yang ijo tiga gitu, kan lebih menarik. Hehe ” W2S1B81-86. Untuk karakteristik yang lain dari alat peraga papan pin perkalian, papan pin perkalian memiliki karakteristik kontekstual. Terbukti dari bahan- bahan yang digunakan untuk pembuatan alat peraga papan pin perkalian semuanya adalah benda-benda yang sering ditemui siswa. Siswa pun mengetahui bahan-bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga tersebut. 83 Hal tersebut diketahui setelah semua narasumber ditanyai tentang bahan- bahan yang digunkan untuk pembuatan alat peraga. Hampir semua narasumber menjawab dengan lancar, hal tersebut dapat dibuktikan pada verbatime wawancara dengan kode W2S3B82, W2S2B88-89 dan W2S4B46. Karakteristik yang belum terlihat adalah auto-correction, sebenarnya alat peraga mengandung karakteristik tersebut. Karakteristik auto- correction terdapat di kertas yang terdapat di kotak alat peraga berbentuk kunci jawaban yang tertulis di balik soal perkalian. namun siswa jarang sekali mengecek dengan kertas tersebut ketika mengalami kesalahan dalam mengerjakan perkalian dengan menggunaka alat peraga. Siswa memilih untuk bertanya pada guru maupun siswa lain ketika mereka mengalami kesalahan jawaban.

4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori