Persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga papan pin perkalian berbasis metode Montessori.

(1)

Aditya, M (2015): Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Penggunaan Alat Peraga Papan Pin Perkalian Berbasis MontessoriSkripsi. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.Aditya Pengembangan suatu produk perlu mempertimbangkan umpan balik dari pengguna produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan erat dengan produk alat peraga berbasis Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru maupun siswa sebelum dan setelah menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Persepsi dari pengguna alat peraga sangat penting bagi pengembangan alat peraga yang akan diproduksi selanjutnya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini adalah satu guru dan tiga siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Alat penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pengkodean, analisis tematik, serta interpretasi data secara lengkap sehingga dapat memunculkan gambaran topik yang dipelajari.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa baik guru maupun siswa memiliki persepsi positif dalam penggunaan alat peraga berbasis Montessori. Persepsi positif guru adalah guru memiliki anggapan bahwa alat peraga Montessori sangat membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Guru juga senang melihat siswanya aktif dalam belajar. Persepsi positif yang muncul pada siswa yaitu siswa merasa terbantu dalam belajar dengan menggunakan alat peraga, siswa juga merasa senang belajar dengan alat peraga. Guru dan siswa merasa ingin menggunakan alat peraga Montessori kembali. Namun keinginan guru dan siswa dalam menggunkan alat peraga sangat sulit untuk dilakukan kembali karena guru merasa tidak mampu dan banyak kendala dalam membuat alat peraga Montessori.


(2)

Aditya, M (2015): Perceptions of Teachers and Students Against the use of Visual Aid of Multiplication Pin Boards Montessori Based Thesis. Yogyakarta. Study Program of Elementary School Teacher University of Sanata Dharma.Aditya

Development of a product needs to consider feedback from users of the product. This research was closely linked to the Montessori-based products teaching aids. This study aimed to determine the perceptions of teachers and students before and after using the Montessori-based math teaching aids. Perception of the teaching aids user are very important for the development of teaching aids that will be produced later.

This study was a qualitative study using phenomenological method. Subjects in this study were a teacher and three students. Collecting data in this study using interviews and observation. Research tools in this study was the researcher himself. The collected data were then analyzed using coding techniques, thematic analysis, and complete interpretation of the data so as to bring up an overview of topics studied.

These results indicate that both teachers and students have a positive perception in the use of Montessori-based teaching aids. The positive perception of teachers is that the teacher find that Montessori-based teaching aids is very helpful in delivering the material to the students. Teachers also pleased to see students actively learning. Positive perceptions that arise in students is that students find it helpful in learning by using teaching aids, the students also had the pleasure of studying with the teaching aids. Teachers and students feel like to use Montessori-based teaching aids. But the desire of teachers and students in using the teaching aids is very difficult to reperform because teachers feel inadequate and many obstacles in creating the Montessori-based teaching aids.

Keywords : mathematic teaching aids, multiplication pin board, Montessori Method


(3)

PERSEPSI GURU DAN SISWA

ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN PIN PERKALIAN BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Muhtar Aditya NIM: 101134044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Allah SWT yang telah melimpahkan banyak karuniaNya kepada saya telah memberikan perlindungan, kesehatan, dan kemudahan bagi saya.

 Bapak Ibuku tercinta, Sipyani dan Mujiyatmi yang telah memberikan banyak doa, kasih sayang, serta dukungan yang luar biasa kepada saya.

 Kakakku Retno Nur Utami dan Segenap Keluarga Besar saya yang senantiasa memberikan doa dan dukungan kepada saya.

 Teman-teman seperjuangan PGSD kelas C

2010.

 Pembaca yang budiman


(7)

MOTTO

“Saya tidak pernah takut menjadi KECIL, Karena segala sesuatu

yang BESAR dimulai dari yang KECIL”

(Muhtar Aditya)

“Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran (yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa

pedihnya rasa sakit” (imam Ali Bin Abi Thalib AS)

“Yang penting bukan apakah kita MENANG atau KALAH, Tuhan

tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan dosa, yang penting adalahapakah seseorang BERJUANG atau TAK

BERJUANG” (MH. Ainun Nadjib)


(8)

(9)

(10)

ABSTRAK

Aditya, M (2015): Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Penggunaan Alat Peraga

Papan Pin Perkalian Berbasis MontessoriSkripsi. Yogyakarta. Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.Aditya

Pengembangan suatu produk perlu mempertimbangkan umpan balik dari pengguna produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan erat dengan produk alat peraga berbasis Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru maupun siswa sebelum dan setelah menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Persepsi dari pengguna alat peraga sangat penting bagi pengembangan alat peraga yang akan diproduksi selanjutnya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini adalah satu guru dan tiga siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Alat penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pengkodean, analisis tematik, serta interpretasi data secara lengkap sehingga dapat memunculkan gambaran topik yang dipelajari.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa baik guru maupun siswa memiliki persepsi positif dalam penggunaan alat peraga berbasis Montessori. Persepsi positif guru adalah guru memiliki anggapan bahwa alat peraga Montessori sangat membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Guru juga senang melihat siswanya aktif dalam belajar. Persepsi positif yang muncul pada siswa yaitu siswa merasa terbantu dalam belajar dengan menggunakan alat peraga, siswa juga merasa senang belajar dengan alat peraga. Guru dan siswa merasa ingin menggunakan alat peraga Montessori kembali. Namun keinginan guru dan siswa dalam menggunkan alat peraga sangat sulit untuk dilakukan kembali karena guru merasa tidak mampu dan banyak kendala dalam membuat alat peraga Montessori.


(11)

ABSTRACT

Aditya, M (2015): Perceptions of Teachers and Students Against the use of Visual

Aid of Multiplication Pin Boards Montessori Based Thesis. Yogyakarta. Study Program of Elementary School Teacher University of Sanata Dharma.Aditya

Development of a product needs to consider feedback from users of the product. This research was closely linked to the Montessori-based products teaching aids. This study aimed to determine the perceptions of teachers and students before and after using the Montessori-based math teaching aids. Perception of the teaching aids user are very important for the development of teaching aids that will be produced later.

This study was a qualitative study using phenomenological method. Subjects in this study were a teacher and three students. Collecting data in this study using interviews and observation. Research tools in this study was the researcher himself. The collected data were then analyzed using coding techniques, thematic analysis, and complete interpretation of the data so as to bring up an overview of topics studied.

These results indicate that both teachers and students have a positive perception in the use of Montessori-based teaching aids. The positive perception of teachers is that the teacher find that Montessori-based teaching aids is very helpful in delivering the material to the students. Teachers also pleased to see students actively learning. Positive perceptions that arise in students is that students find it helpful in learning by using teaching aids, the students also had the pleasure of studying with the teaching aids. Teachers and students feel like to use Montessori-based teaching aids. But the desire of teachers and students in using the teaching aids is very difficult to reperform because teachers feel inadequate and many obstacles in creating the Montessori-based teaching aids.

Keywords : mathematic teaching aids, multiplication pin board, Montessori Method


(12)

PRAKATA

Alhamdulillah, saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, taufik hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi ini

dapat penulis selesaikan dengan judul “Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Alat Peraga Papan Pin Perkalian Berbasis Montessori”

Dalam kesempatan ini penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang

telah membantu dan berperan aktif dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis

sampaikan terimakasih yang mendalam kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar serta sebagai dosen pembimbing 1 saya

ucapkan terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan pencerahan yang

diberikan selama proses penyusunan skripsi.

3. Christyanti Apriastuti, S.Si., M.Pd.selaku wakaprodi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan selama menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

5. Walidi, S.Pd selaku kepala sekolah SDN Keceme 1 yang telah memberikan

ijin untuk melakukan penelitian.


(13)

7. Tiga siswa Kelas IIB SDN Keceme 1 tahun ajaran 2013/2014 yang telah

mendukung pelaksanaan penelitian.

8. Seluruh dosen PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberi ilmu

selama menempuh kuliah di PGSD.

9. Sekretariat PGSD, yang selalu memberikan informasi dan keramahan dalam

segala urusan adminitrasi sehingga penulis selalu diberikan kelancaran.

10.Orangtuaku Sipyani dan Mujiyatmi, yang selalu mendoakannku, memberi

motivasi, serta materil demi kelancaran dan terselesainnya skripsi yang

penulis susun.

11.Mbah Sudiarjo (Alm), mbah Sumirah, mbah Suparto (Alm) dan Mbah Marsih

yang selalu menjadi motivasi untuku.

12.Kakakku Retno Nur Utami dan segenap keluarga besar yang selalu

mendukung, mendoakan, serta memberi semangat yang tiada henti.

13.Teman Seperjuangan di Yogyakarta: Ibnu Alimudin, Ibnu Afton Aziz, Prafika

Chandra, Panggih Marfianto, Rifki Fauzi, Pandu Fatoni, Gilang Hari

Ramadhan, Dani Aris, Eldika, Sarif, Jalu, Lulu, Khanifudin yang banyak

memberi motivasi dan semangat.

14.Teman-teman “PAROCKAN SQUAD” yang selalu memberi banyak motivasi dan semangat.

15.Teman Seperjuangan Payung: Maria, Sinta, Tya, Pani, Uci, Meta, dan Heni

yang bekerjasama, memberi dukungan, dan masukan selama menyelesaikan


(14)

16.Teman PGSD 2010 kelas C yang selalu memberikan keceriaan, tawa, dan

kekompakan selama perkuliahan yang membuat perjalanan selama kuliah

menjadi sangat berkesan.

17.Perempuan yang sedang dalam pelukan Wahyu Ajiningtyas yang selalu memberikan semangat, keceriaan, do’a, dan selalu bersedia menjadi sandaran ketika saya merasa berat dalam mengerjakan skripsi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tentu saja

masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PESEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN... . 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... . 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.1.1 Teori yang Mendukung ... 10

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget ... 10

2.1.2Metode Montessori ... 13

2.1.3Alat Peraga ... 16

2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga Matematika ... 16

2.1.3.2 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 17

2.1.3.3 Karakteristik Alat Peraga Montessori ... 18

2.1.3.4 Alat Peraga Papan Pin Perkalian ... 22

2.1.4Persepsi ... 24

2.1.4.1 Pengertian Persepsi ... 24

2.1.4.2 Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori ... 27

2.1.5Matematika ... 30


(16)

2.1.6Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

2.1.6.1 Alat Peraga Matematika ... 31

2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga ... 32

2.1.6.3 Pembelajaran Menggunakan Metode Montessori ... 34

2.1.6.4 Skema ... 38

2.2Kerangka Berfikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1Jenis Penelitian ... 42

3.2Setting Penelitian ... 43

3.2.1 Tempat Penelitian ... 43

3.2.2 Waktu Penelitian ... 43

3.2.3 NaraSumber ... 44

3.2.4 Objek Penelitian ... 46

3.3Desain Penelitian ... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Wawancara ... 53

3.4.2 Observasi ... 55

3.4.3 Dokumentasi ... 57

3.5Instrumen Penelitian ... 58

3.6 Kredibilitas dan Trasferabilitas ... 61

3.6.1 Uji Kredibilitas ... 62

3.6.2 Uji Transferabilitas ... 64

3.7 Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68

4.1Pelaksaan Penelitian ... 68

4.2 Hasil Peneltian ... 68

4.2.1 Penelitan Sebelum Menggunakan Alat Peraga ... 69

4.2.1.1 Deskripsi Lokasi Narasumber ... 69

4.2.1.2 Latar Belakang Narasumber ... 70

4.2.1.3 Deskripsi Sosiokultur ... 71

4.2.1.4 Pandangan Narasumber Terhadap Alat Peraga ... 73

4.2.1.5 Kefamiliaran Narasumber Terhadap Alat Peraga ... 75

4.2.1.6 Pengalaman Narasumber Terhadap Alat Peraga ... 76

4.2.2 Penelitian Setelah Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 77

4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah menggunakan Alat Peraga Berbasisi Montessori ... 78

4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori... 83

4.2.2.3 Manfaat Alat Peraga Montessori ... 85


(17)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 95

5.1Kesimpulan ... 95

5.2Keterbatasan Penelitian ... 96

5.3Saran ... 97

DAFTAR REFERENSI ... 98


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perencanaan Observasi ... 49

Tabel 3.2 Perencanaan Wawancara ... 50

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Observasi ... 68


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Papan Pin Perkalian ... 23

Gambar 2.2 Gambar bagan persepsi ... 29

Gambar 2.4 Literature map hasil penelitian yang relevan ... 38

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian menurut Patton ... 47


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 3.1 Pedoman observasi Sosio Cultur ... 101

Lampiran 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar... 102

Lampiran 3.3 Pedoman Observasi Guru Ketika Menggunakan Alat Peraga 103 Lampiran 3.4 Pedoman Observasi Siswa menggunakan Alat Peraga ... 104

Lampiran 3.5 Pedoman sebelum penggunaan alat peraga Montessori ... 105

Lampiran 3.6 Pedoman wawancara siswa sebelum menggunakan Alat peraga Montessori ... 106

Lampiran 3.7 Pedoman setelah penggunaan alat peraga Montessori ... 107

Lampiran 3.8 Pedoman wawancara siswa setelah penggunaan Alat peragaMontessori ... 110

Lampiran 4.1 Transkip sosio kultural ... 112

Lampiran 4.2 Transkip Observasi Kegiatan Belajar Mengajar ... 116

Lampiran 4.3 Transkip kegiatan belajar mengajar menggunakan alat peraga pertama ... 119

Lampiran 4.4 Transkip kegiatan belajar mengajar menggunakan alat peraga kedua... 125

Lampiran 4.5 Verbatime wawancara guru sebelum menggunkan alat peraga Montesso... 130

Lampiran 4.6 Verbartime wawancara siswa sebelum menggunakan alat peraga ... 133

Lampiran 4.7 Verbartime wawancara guru setelah menggunakan alat peraga ... 136

Lampiran 4.8 Verbatime wawancara siswa setelah menggunkanalat peraga Montessori ... 139

Lampiran 4.9 Verbatime wawancara siswa setelah menggunkan alat peraga Montessori ... 141

Lampiran 4.10 Verbatime wawancara siswa setelah menggunkanalat peraga Montessori ... 144

Lampiran 4.11 Album pembelajaran perkalian ... 146

Lampiran 4.12 Dokumen Wawancara dan Observasi ... 148


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan di Indonesia saat ini

sudah semakin maju, terlihat dari keseriusan pemerintah yang terus

membenahi pola pendidikan di Indonesia. Pembenahan atau perbaikan

tersebut sudah nampak mulai dari melengkapi sarana prasarana pendidikan,

perbaikan kualitas tenaga pendidik atau guru yang lebih berkompeten, serta

penyempurnaan kurikulum lama dengan mengeluarkan kurikulum yang baru

yaitu kurikulum 2013 yang menekankan pada ketrampilan kecakapan hidup

pada siswa agar kelak dapat sebagai bekal siswa dalam menyesuaikan diri dan

bermoral agar siswa dapat menata diri dalam masa mendatang. Pembelajaran

dirumuskan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 yang berbunyi

bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian

pembelajaran di atas dapat diketahui bahwa dalam proses pembelajaran bukan

hanya mengandalkan peran dari pendidik tetapi juga sangat dipengaruhi oleh

sumber belajar. Dalam pembelajaran di sekolah dasar (SD) sumber belajar

sangatlah dibutuhkan untuk membantu berlangsungnya proses belajar.

Sumber belajar menurut (Mulyasa, 2004: 48) adalah sebagai segala sesuatu

yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam memperoleh

sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dalam proses


(22)

dapat berupa benda atau alat peraga yang lebih nyata untuk membantu

pemahaman siswa dalam menerima pelajaran dari pendidik atau guru.

Alat peraga memiliki peranan sangat vital dalam membantu proses

belajar mengajar khususnya pada level siswa Sekolah Dasar (SD). Menurut

Sudjana (2002: 99), alat peraga penting sebagai alat bantu untuk menciptakan

proses belajar mengajar yang efektif. Siswa SD masih berada dalam tahapan

operasional konkret, menurut Piaget dalam tahap ini anak lebih senang

mempelajari sesuatu secara konkret yaitu menggunakan benda-benda yang riil

atau nyata serta berpikir berdasarkan logika atau aturan logis tertentu

(Santrock, 2007: 48-57). Dalam tahapan operasional konkret anak sudah

mampu melakukan kecakapan berkomunikasi dengan baik kepada orang lain

maupun teman sebayanya. Anak dalam tahapan ini juga sudah lebih senang

untuk melakukan aktivitas motorik. Berdasarkan hal tersebut, sangat

diperlukan pembelajaran yang variatif dan bersifat menarik bagi siswa dengan

disertai penggunaan benda-benda yang lebih nyata dalam memberikan

pelajaran agar siswa lebih tertarik dan mudah memahami apa yang

disampaikan oleh guru. Benda yang lebih nyata dapat berupa alat peraga yang

dapat digunakan siswa secara lain agar siswa mendapatkan pengalaman dan

memahami apa yang sedang diajarkan oleh guru secara mandiri, pemahaman

yang timbul dengan sendirinya pada anak akan lebih lama diingat dan

tersimpan pada otak karena berkesan bagi mereka.

Berbagai pendapat diperoleh dari wawancara dengan beberapa guru


(23)

Seperti halnya wawancara yang dilakukan pada tanggal 7 januari 2014 dengan

Guru kelas V SD Caturtunggal 3 Sleman, beliau mengatakan masih banyak

kesulitan untuk mengajarkan atau menanamkan berbagai konsep matematika

kepada siswa-siswinya. Masih banyak siswa yang sulit untuk belajar dan

memahami matematika, beliau juga mengatakan bahwa siswa-siswinya sering

mengeluh ketika sedang mengerjakan tugas yang sedikit memiliki tingkat

kesulitan pada pelajaran matematika. Sebenarnya beliau sudah sering

menggunakan metode pengajaran yang bervariasi, seperti ceramah,

tanya-jawab, diskusi, dan lain-lain. Meskipun demikian siswa tetap terkesan kurang

dapat memahami apa yang diberikan kepada mereka, beliau juga pernah

sesekali menggunakan alat peraga matematika yang ada disekolah, tetapi alat

peraga tersebut kurang lengkap dan hanya beberapa saja bahkan hanya untuk

pegangan guru saja. Jadi, anak tidak bisa belajar dengan menggunakan alat

peraga secara langsung. Beliau juga sangat ingin mengajak siswanya untuk

belajar matematika menggunakan alat peraga. Disamping dapat membantu

guru, alat peraga juga dapat menarik perhatian siswa-siswinya dalam belajar

katanya.

Wawancara juga dilakukan dengan guru kelas II SD Negeri Keceme 1,

beliau bercerita panjang lebar tentang pengalamannya mengajarkan

matematika kepada siswa-siswinya. Beliau menyampaikan bahwa

mengajarkan matematika pada siswa itu gampang-gampang mudah.

Mengajarkan matematika pada anak itu harus ekstra sabar karena matematika


(24)

menggunakan benda-benda seadanya untuk dijadikan contoh atau

perumpamaan agar siswa sedikit lebih mengerti, contohnya dengan

menggunakan jari untuk memahami perkalian dan pembagian. Beliau

menggunakan benda seadanya sebagai alat peraga karena di SD Negeri

keceme 1 tidak memiliki banyak alat peraga. Jadi ketika beliau ingin mengajar

dengan menggunakan alat peraga sangatlah sulit. Beliau berkeinginan untuk

memiliki alat peraga matematika untuk membantu dalam menjelaskan

konsep-konsep matematika. Beliau sudah sangat senior dan tua, maka dari itu

beliau sudah sulit untuk membuat alat peraga matematika yang dibutuhkan.

Hasil wawancara dengan guru SD, dapat disimpulkan bahwa alat

peraga sangat dibutuhkan dalam membantu proses belajar mengajar yang

dilakukan di dalam kelas. Khusus untuk mata pelajaran matematika, alat

peraga sangat penting nilainya karena dapat membantu siswa dalam

memahami konsep-konsep matematika yang sedikit lebih rumit dibandingkan

dengan mata pelajaran lainnya. Alat peraga juga berperan penting dalam

memberikan pengalaman kepada siswa, dengan demikian siswa dapat

menemukan pengetahuannya secara pribadi. Pengetahuan yang dibentuk

secara mandiri oleh anak akan bersifat lebih mudah diingat dan lebih

permanen di dalam otak siswa. Jadi, guru tidak hanya menggunakan metode

konvensional dalam memberikan materi pada siswa. Alat peraga dapat

membantu guru dalam menyampaikan materi, dan siswapun mendapatkan

proses pembelajaran yang lebih variatif. Dengan proses belajar yang lebih


(25)

Sehubungan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru di

atas dan pentingnya pengadaan alat peraga dalam proses belajar mengajar,

saat ini sudah banyak penelitian yang mengembangkan berbagai macam alat

peraga. Penelitian tersebut umumnya menggunakan metode penelitian

research and development (R&D) dengan hasil akhir sebuah produk alat

peraga yang bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar. Seperti halnya

penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) yang menghasilkan produk alat

peraga untuk membantu keterampilan berhitung siswa SD berbasis

Montessori. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi sangatlah

memuaskan dengan mendapatkan skor 4,65% dengan kategori sangat baik.

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Rukmi (2012) dengan hasil akhir

sebuah produk alat peraga perkalian berbasis Montessori. Hasil dari penelitian

tersebut yakni terjadi peningkatan nilai posttest sebesar 88,44%. Penelitian

yang dilakukan oleh Pratiwi dan Rukmi menunjukan bahwa alat peraga sangat

berpengaruh besar dalam membantu anak untuk memahami pelajaran

khusunya pelajaran matematika. Sayangnya penelitian dari pengembangan

tersebut masih terbatas pada prestasi belajar siswa dengan hasil yang dapat

dilihat dari melakukan penelitian kuantitati. Penelitian lebih lanjut yang lebih

ingin mengungkap proses kognitif dan psikologi anak dan guru masih jarang

diakukan. Padahal sangatlah penting untuk tindak lanjut dari penelitian

pengembangan alat peraga agar alat dapat disempurnakan lagi.

Tindak lanjut dari penelitian pengembangan alat peraga seharusnya


(26)

dijalani oleh siswa. Alangkah lebih baiknya jika tindak lanjut dari

pengembangan alat peraga itu juga dapat berupa deskripsi tentang perasaan,

respons, tanggapan, ataupun pemikiran dari pihak yang menggunakan alat

tersebut. di samping dapat mengetahui apa yang orang lain rasakan ketika

menggunakan alat tersebut, tidak lanjut semacam itu juga akan membawa

pengaruh besar dalam pengembangan alat yang dihasilkan menjadi lebih baik.

Penelitian dengan metode research and development (R&D) di atas

merupakan contoh penelitian yang mengembangkan alat peraga berbasis

Montessori. Alat peraga Montessori memiliki karakteristik tersendiri

(Montessori, 2002: 167-184) yaitu : (1) menarik, (2) bergradasi, (3)

auto-education, dan (4) auto-correction. Karakteristik tersebut menjadi pokok

utama yang ditanamkan pada setiap alat peraga Montessori. Dengan

karakteristik yang dimuat dalam alat peraga Montessori diharapkan dapat

membantu siswa dalam belajar dan dapat menarik minat siswa untuk

menggunakan alat peraga tersebut.

Untuk membantu perkembangan alat peraga yang dibuat, seharusnya

dilakukan penelitian yang membantu mengupas lebih dalam tentang

tanggapan, persepsi, dan perasaan pengguna alat peraga yang telah dibuat.

Maka dari itu penelitian dengan metode kualitatiflah yang dapat membantu

menemukan data dari tanggapan, persepsi dan perasaan pengguna alat peraga.

Sugiyono (2003: 14) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang memperoleh data yang berbentuk kata, skema, dan gambar. Sangat


(27)

yang dialami oleh narasumber penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan dan sebagainya secara holistik, dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah

dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009: 6).

Metode kualitatif disebut juga metode interpretatife karena data hasil

penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan

di lapangan (Sugiyono, 2012: 7). Pada penelitian ini, peneliti bermaksud

melakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui persepsi guru dan siswa

dalam menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Penelitian ini

merupakan serangkaian proses dari penelitian yang telah menghasilkan

produk alat peraga matematika berbasis Montessori berbentuk papan pin

perkalian untuk materi perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas II

(dua) SD. Penelitian ini juga sebagai wujud tindak lanjut dari

penelitian-penelitian sebelumnya yang telah mengujicobakan alat peraga melalui

penelitian kuantitatif eksperimen untuk mengukur prestasi belajar siswa

menggunakan papan pin perkalian tersebut. Penelitian kualitatif ini bertujuan

untuk mengetahui persepsi guru dan siswa setelah menggunakan alat peraga

papan pin perkalian.

Penelitian kali ini bermaksud untuk mengungkap pengalaman guru

dan siswa setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori dalam materi

perkalian untuk kelas II SD Negeri Keceme 1 untuk mengetahui kesan,

manfaat, kendala, dan persepsi dalam menggunakan alat peraga Montessori.


(28)

dan didasari dengan karakteristik khusus yang ditanamkan pada alat peraga.

Dari penelitian ini, peneliti berharap mendapatkan data hasil eksplorasi

mengenai persepsi dari narasumber terhadap alat untuk mengetahui seberapa

besar minat dalam menggunakan alat dan sebagai masukan untuk

pengembangan alat peraga berbasis Mntessori.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana persepsi guru atas penggunaan alat peraga papan pin

perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014?

1.2.2 Bagaimana persepsi siswa atas penggunaan alat peraga papan pin

perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga papan pin

perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga papan pin

perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman dan wawasan mengetahui


(29)

Montessori. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi penelitian

selanjutnya yang akan mengembangkan alat peraga berbasis Montessori.

1.4.2 Bagi guru, dapat sebagai referensi dan pertimbangan tentang penelitian

kualitatif

1.4..3 Bagi perpustakaan, laporan penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu (2.1) kajian pustaka, (2.2) penelitian yang relevan, (2.3) kerangka

berfikir.

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka membahas teori yang mendukung serta penelitian yang

relevan.

2.1.1 Teori yang mendukung

Dalam bagian ini membahas beberapa topik yang berkitan dengan

penelitian yang akan dipakai, yaitu teori perkembangan anak menurut Piaget,

metode Montessori, alat peraga, alat peraga Montessori, persepsi, dan

Matematika.

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget

Teori belajar memiliki peranan sangat penting dalam menjelaskan

pemlajaran pada anak, dengan menggunakan teori belajar yang baik maka

dapat diketahui hal-hal apa saja yang harus diterapkan dalam proses mengajar

kepada anak. Dengan demikian maka anak akan merasa nyaman dalam

belajar. Banyak ahli yang telah merumuskan teori belajar maupun

teori-teori perkembangan anak, salah satunya yaitu Jean Piaget. Kebanyakan ahli

merumuskan teori bahwa anak akan memperoleh hasil belajar yang baik

ketika ia belajar dengan pengalamannya sendiri. Begitu pula dengan teori Jean


(31)

membangun pemahaman melalui dunia, otak akan berkembang membangun

skema (schema) asimilasi dan akomodasi. Piaget (dalam Komalasari, 2010:

19) mengatakan seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya

akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang ia

rasakan dan ketahui dengan apa yang ia lihat sebagai pengalaman dan

persoalan. Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,

akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang). Proses Asimiliasi (assimilation)

merupakan proses penggabungan informasi baru kedalam pengetahuan

mereka yang sudah ada. Akomodasi (accomodation) terjadi ketika individu

menyesuaikan diri dengan informasi baru.

Proses belajar akan berjalan dengan baik ketika mengikuti

tahapan-tahapan perkembangan sesuai dengan usianya. Desmita (2009: 101)

mengatakan bahwa Piaget meyakin bahwa pemikiran seorang anak

berkembang sejak bayi hingga dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu

pada saat tumbuh dari bayi sampai menginjak usia dewasa mengalami empat

tingkat perkembangan kognitif, yaitu :

1. Tahapan Sensorimotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini anak membangun suatu pemahaman tentang dunia

melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan

fisik. Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan


(32)

2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia dengan

kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar ini menunjukan adanya

peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi

indrawi dan tindakan fisik. Pada tahap ini juga dimulainya kemampuan

berbahasa anak dan pengungkapan.

3. Tahapan Operasional Konkret (7-11 tahun)

Ditahap anak dapat berfikir secara logis melalui

peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam

bentuk-bentuk yang berbeda. Anak menggunakan penalaran logis untuk

memecahkan masalah yang konkret.

4. Operasional Formal (11-15 tahun)

Ditahap ini anak akan berfikir dengan cara yang lebih abstrak,

logis dan lebih idealistik. Anak sudah mampu menarik kesimpulan,

menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Piaget, maka dapat

disimpulkan anak usia SD masuk dalam tahapan Operasional Konkret

dikarenakan anak usia SD rata-rata masih berusia 7sampai 12 tahun. Dengan

demikian, anak usia SD akan lebih mudah memahami informasi melalui

benda-benda yang lebih konkret atau dengan alat peraga yang lebih nyata.

Oleh karena itu, penggunaan alat peraga dalam proses belajar di SD sangatlah

membantu siswa dalam mempelajari pelajaran di sekolah termasuk


(33)

merupakan mata pelajaran pokok dalam lingkup SD. Selain itu untuk belajar

matematika bagi siswa SD sangatlah dibutuhkan alat peraga untuk membantu

mereka memahami konsep-konsep matematika yang diajarkan oleh guru.

Proses belajar mengajar menggunakan alat peraga juga dapat memberikan

pengalaman kepada siswa dan siswa dapat menemukan kosep matematika

yang mereka cari secara mandiri. Alat peraga juga membuat proses belajar

mengajar lebih menyenangkan dan menarik bagi siswa, maka siswa akan lebih

antusisas dalam mengikuti kegiatan belajar didalam kelas.

2.1.2 Metode Montessori

Metode montessori merupakan salah satu metode pembelajaran yang

diterapkan untuk anak-anak usia sekolah dasar yang sudah lama berkembang

di Italia dan kini mulai menyebar ke Indonesia. Nama metode Montessori

diambil dari nama pencetusnya metode tersebut yaitu Maria Montessori.

Montessori merupakan salah satu tokoh besar pendidikan dan sangat

berpengaruh dalam dunia pendidikan. Montessori lahir di Chiaravalle,

provinsi Ancona, Italia pada tanggal 31 Agustus 1870 dan wafat pada tanggal

6 Mei 1952 (Magini, 2013: 103). Metode Montessori muncul dan mulai

berkembang melalui sebuah sekolah yang dikelola oleh Montessori, yaitu

Casai De Bambini atau Children’s House. Sekolah tersebut sebagai sarana belajar bagi anak-anak yang kurang beruntung dalam bidang finansial.

Melalui Casai De Bambini inilah Montessori banyak mengamati perilaku

anak dan menuangkan hasil pengamatannya ke dalam alat peraga yang


(34)

Montessori metode Seguin merupakan metode yang menggunakan otot,

sistem syaraf, dan panca indera (Montessori, 2002: 28-24).

Setelah lama mengamati peserta didiknya, Montessori mulai

mendapatkan banyak hal tentang pendidikan pada anak. Montessori

menyatakan dua pendapat dalam bidang pendidikan. Pertama yaitu, bahwa

anak tidak hanya mendapat dan menerima pengetahuan eksak tetapi dengan

metode Montessori ini anak diajarkan untuk mendapatkan pengetahuan

dengan melalui dirinya sendiri secara bebas sehingga pengetahuan yang

diperoleh tidak dipaksakan dan anak dapat bergerak bebas. Kemudian yang

kedua yaitu, pada kondisi anak dapat memperoleh atau tidak memperoleh

pengetahuan pendidik tidak boleh memberikan hadiah atau hukuman. Hal

tersebut disebabkan karena akan membelenggu jiwa anak dan anak tidak dapat

bergerak bebas atau tidak merdeka (Montessori, 2002:4).

Pada dasarnya ada 5 prinsip dasar dalam metode Montessori yaitu

menghormati anak, pikiran penyerap, periode sensitif, swadidik, dan

menyiapkan dengan lingkungan (Bradley, 2013: 7-9). Guru yang

menunjukkan rasa hormat kepada siswanya akan membuat siswanya belajar

akan hal tersebut, baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk orang lain.

Dengan demikian akan terbentuk pribadi siswa yang baik karena mereka

diajari dengan tindakan-tindakan yang baik. Konsep pikiran penyerap adalah

setiap anak menyerap langsung ke psikisnya segala yang mereka pelajari

sehingga akan lebih cepat dalam belajar. Montessori mengungkapkan hanya


(35)

melainkan membutuhkan guru, pengalaman dan lingkungan. Lingkungan

dapat membantu siswa untuk belajar, bahkan dari lingkungan lah siswa lebih

banyak belajar. Periode sensitif adalah tahap perkembangan anak dimana anak

akan lebih mudah belajar suatu keterampilan khusus.

Montessori adalah tokoh pendidikan yang menekankan ketika anak

bermain, ia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi di

lingkungannya (Sudono, 2002: 2). Dengan hal tersebut anak bermain namun

disisi lain mereka tidak sadar bahwa mereka sedang melakukan sesuatu

pembelajaran. Metode ini sangat menekankan pembelajaran yang dilakukan

oleh anak secara mandiri dengan sedikit mungkin bantuan dari orang dewasa

(Montessori, 2002: 3). Berdasarkan hal tersebut, maka dari itu penerapan

metode Montessori dalam pembelajaran selalu berkaitan dengan alat peraga.

Alat peraga merupakan salah satu sarana bagi anak untuk bermain sambil

belajar. Ciri dari metode Montessori juga salah satunya adalah penggunaan

alat peraga dalam pembelajaran. Montessori merancang dan membuat sendiri

alat peraga sesuai dengan hasil pengamatannya dan mengacu pada alat yang

dibuat oleh Itard dan Seguin (Magini, 2013: 46-50). Alat peraga Montessori di

rancang sesuai dengan kebutuhan anak baik secara kognitif maupun secara

fisik. Secara kognitif, alat peraga dikembangkan sesuai dengan kemampuan

anak yaitu untuk membuat materi pembelajaran menjadi lebih nyata.


(36)

2.1.3 Alat peraga

Sub bab alat peraga akan membahas tentang pengertian alat peraga

matematika, alat peraga Montessori, dan karakteristik alat peraga Montessori.

Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian alat peraga

matematika.

2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga Matematika

Alat peraga merupakan alat (benda) yang digunakan untuk

memperagakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur tertentu agar tampak

lebih nyata atau konkrit (Rohadi, 2013: 10). Adapun pendapat dari Sudjana

(2002: 59) menyatakan bahwa alat peraga merupakan suatu alat yang dapat

diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses

belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien. Alat peraga terdiri atas dua

jenis yaitu media pembawa informasi dan media yang digunakan sekaligus

sebagai alat untuk menanamkan konsep kepada siswa seperti alat-alat peraga

matematika (Suherman,2003: 138). Menurut Suherman (2003: 243) ada

beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila menggunakan alat peraga

matematika, yaitu proses belajar mengajar termotivasi dan konsep abstrak

matematika tersaji dalam bentuk konkrit, hubungan antara konsep abstrak dan

benda di alam sekitar akan lebih mudah dipahami siswa, merangsang siswa

untuk berfikir, merangsang siswa menjadi aktif dan merangsang siswa untuk

memecahkan masalahnya sendiri. Alat bantu atau alat peraga matematika


(37)

matematika dan pengetahuan prosedural yang sangat penting untuk menguasai

materi matematika (Silver, Brunsting, Walsh, & Thomas 2013: 14).

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alat

peraga matematika merupakan suatu alat yang digunakan untuk merangsang

anak agar anak dapat secara cepat menyerap dan mengingat materi yang

diajarkan oleh guru. Alat peraga juga sangat membantu guru dalam

memberikan penjelasan tentang konsep-konsep dasar matematika agar lebih

konkret dan tidak terlalu abstrak.

2.1.3.2 Pengertian Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang dikembangkan

oleh Maria Montessori dengan mengacu pada teori Itard dan Seguin.

Montessori merancang alat peraga dengan disesuaikan pada ketrampilan dan

kemampuan anak didiknya. Penggunaan alat peraga merupakan salah satu ciri

metode Montessori. Alat peraga montessori merupakan salah satu alat yang

digunakan untuk membuat materi menjadi lebih nyata. Materi yang tersaji

lebih nyata akan mudah dipahami oleh anak-anak karena sesuai dengan

perkembangan kognitif anak. Lillard (2013: 168-169) mengatakan bahwa alat

peraga matematika Montessori tidak disusun untuk mengajar matematika.

Alat peraga Montessori dirancang untuk membantu anak mengembangkan

pikiran matematika yang meliputi kemampuan memahami perintah dan

urutan. Alat peraga Montessori juga dirancang untuk membantu anak

memiliki kemampuan untuk menempatkan secara bersamaan mengenai hal


(38)

langsung digunakan untuk mengajarkan anak tentang konsep dasar

matematika pada anak, namun alat peraga dirancang untuk dapat

mengelaborasi pemahaman yang sudah ada dalam diri anak agar lebih matang

dan jelas.

Alat peraga Montessori didesain dengan mengembangkan unsur

kesederhanaan dan kemungkinan anak belajar secara kreatif dan belajar dari

penemuan, dan memungkinkan anak dapat memperbaiki kesalahan mereka

sendiri (Lillard, 2013: 11). Alat peraga Montessori dirancang dengan

menyesuaikan kemampuan anak didiknya, alat peraga tersebut juga dirancang

agar anak lebih bersikap kreatif dalam belajar. Lillard (2013: 170)

mengatakan alat peraga Montessori dirancang secara sederhana, manarik, dan

memberi kesempatan anak untuk mengeksplorasi, melatih anak belajar secara

mandiri, dan memperbaiki kesalahannya sendiri. Dengan seperti itu

diharapkan dengan menggunakan alat peraga yang menarik anak akan merasa

lebih tertarik, maka anak akan lebih suka menggunakan alat peraga tersebut.

Montessori juga merancang alat peraga buatannya dengan

karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat membantu siswa menggali kemampuannya

secara mandiri.

2.1.3.3 Karakteristik Alat Peraga Montessori

Montessori sudah melakukan banyak observasi dalam hidupnya untuk

menemukan alat peraga yang dapat diberikan pada anak-anak untuk

membantu mereka dalam mengembangkan pemikirannya. Menurut


(39)

sekaligus guru bagi anak (Montessori, 2002:36). Montessori memiliki

karakteristik alat peraga yang ia temukan, yaitu menarik, bergradasi,

auto-education, dan auto-correction (Montessori, 2002: 167-184).

1. Menarik

Montessori menciptakan alat peraga yang dapat menarik perhatian

anak dengan tujuan agar anak memiliki keinginan untuk memegang dan

merasakan alat tersebut dan kemudian digunakan sebagai media belajar

mereka tanpa mereka ketahui (Montessori, 2002: 174-175). Alat peraga

peraga Montessori memiliki keindahan warna dan bentuk, montessori

mendesain alatnya semenarik mungkin dan dengan ukuruan yang tepat

agar anak dapat menggunakan secara mudah dengan dihiasi warna-warna

mencolok agar semakin meriah dan dapat mencuri perhatian anak-anak.

2. Bergradasi

Gradasi dalam alat peraga Montessori merupakan rasional gradasi

dari suatu rangsangan (Montessori, 2002: 175). Penekanan gradasi pada

alat peraga montessori terdapat pada rasional anak yang terbentuk secara

bertahap pada anak. Dalam penggunaan alat peraga, anak dapat

memunculkan rasionalnya dengan menggunakan lebih dari satu alat

inderanya. Alat montessori memiliki dua hal yang dapat menuntut siswa

menggunakan lebih dari satu indera dalam menggunakannya, yaitu :

warna dan bentuk. Dengan dua hal tersebut, anak akan menggunakan lebih


(40)

Sebagai contohnya pada permainan menggunakan alat peraga “pink tower”. Alat peraga tersebut terdiri dari 10 kubus dengan ukuran yang

bergradasi. Kubus pertama berukuran 10cm untuk setiap sisinya. Kubus

kedua berukuran 1cm lebih kecil ukuranya dari kubus pertama. Kubus

ketiga berukuran 1cm lebih kecil dari kubus kedua dan begitu seterusnya

sampai kubus kesepuluh. Pada awal permainan, anak akan menurunkan

satu per satu balok-balok tersebut pada karpet. Selanjutnya anak berlatih

membuat sebuah menara pink dengan menyusun kubus-kubus tersebut

dari yang terbesar sampai yang terkecil (Montessori, 2002: 174).

Permainan ini merupakan permainan yang paling menyenangkan bagi

anak yang mulai berusia 2 tahun. Melalui permainan “pink tower”,

rasionalitas anak mengenai ukuran terbentuk secara bertahap.

3. Auto-education

Montessori menciptakan alat peraga dengan disesuaikan kebutuhan

dan kemampuan anak dengan mepertimbangkan berbagai hal, misalnya :

ukuran, bentuk, dan berat alat peraga. Hal tersebut bertujuan agar dalam

menggunakannya anak lebih mudah dalam mengambil, membawa, dan

mempermainkannya sesuka hati tanpa harus meminta pertolongan pada

orang dewasa karena mereka sudah mampu melakukannya. Anak bisa

mendapatkan pengetahuannya sendiri melalui penggunaan alat peraga

yang digunakan. Sebagai salah satu contohnya adalah satu set blok “incastri solidi” yang disebut dengan inkastri. Alat peraga ini terdiri dari


(41)

setiap kayu (Montessori, 2002: 169). Permainan yang dilakukan dengan

alat peraga ini adalah anak memasangkan setiap silinder dengan lubang

yang sesuai. Selama melakukan permainan tersebut, anak akan

menyelesaikan permainannya tanpa ada intervensi dari orang lain.

Anak-anak merasa sangat senang dengan permainan tersebut. Melalui permainan

ini, anak dapat memahami hubungan antara inkastri dengan lubang pada

blok. Anak mempelajari bahwa setiap inkastri hanya akan bisa masuk

pada lubang yang sesuai dengan ukuran inkastri. Hal terpenting yang

dipelajari anak dari permainan tersebut adalah mengenai dimensi ukuran

(Montessori, 2002:169).

4. Auto-correction (memiliki pengendali kesalahan)

Alat peraga Montessori memiliki pengendalian kesalahan. Alat-alat

Montessori akan membantu anak anak dalam mengoreksi setiap kesalahan

yang mereka lakukan ketika menggunakan alat peraga tanpa meminta

bantuan dari orang lain. Setiap campur tangan dari pendidik untuk

membantu atau mengoreksi akan merusak seluruh proses pembelajaran ini. Montessori menggaris bawahi bahwa “a man is not what he is because

of the teachers he has had, but because of what he has done” (Montessori,

2002:172). Sebagai contohnya dalam permainan memasangankan silinder

kedalam lubang-lubang pada balok. Anak-anak sangat antusias dalam

melakukan permainan ini, mereka akan memasukan silinder dengan

lubang yang berukuran pas dengan silindernya. Ketika mereka


(42)

silinder itu tidak dapat masuk kedalam lubang. Dengan demikian, mereka

akan memilih lubang yang lebih lebih besar untuk dapat memasukan

silinder yang besar. Hal tersebut menandakan bahwa anak dapat

mengoreksi kesalahannya sendiri tanpa harus dibantu orang lain

(Montessori, 2002:167-184).

Pengendali kesalahan dalam pembelajaran Montessori tidak hanya

terdapat pada setiap alat peraga, namun juga terdapat pada lingkungan

pembelajaran. Lingkungan pembelajaran yang dipersiapkan dengan

adanya pengendali kesalahan, misalnya meja dan kursi yang digunakan

oleh anak-anak (Montessori, 2002:83). Jika anak melakukan gerakan yang

tidak tepat ketika duduk atau berdiri maka meja yang ada di dekatnya atau

kursi yang digunakannya akan memunculkan suara. Melalui suara tersebut

anak mengetahui bahwa gerakan yang dilakukannya tidak tepat.

2.1.3.4 Alat Peraga Papan Pin Perkalian

Penelitian ini menggunakan alat peraga berbasis Montessori yaitu

Papan pin perkalian. Alat peraga papan pin perkalian merupakan pengembangan dari alat peraga Montessori “multiplication bead board”.

Alat tersebut merupakan alat peraga yang digunakan dalam perkalian 1 x 1 hingga 10 x 10 (Alisons, 2012: 1). Alat peraga “multiplication bead board” dikembangkan menjadi papan pin perkalian karena menyesuaikan

dengan perkembangan anak, biaya, dan ketersediaan bahan yang ada di Indonesia. Alat peraga “multiplication bead board”, terbuat dari kayu


(43)

Alat peraga papan pin perkalian dibuat menggunakan bahan harbot dan

pin. Pemilihan pin yang runcing dan memiliki pegangan bertujuan untuk

melatih siswa supaya berhati-hati dan melatih siswa memegang pensil.

Alat peraga papan pin perkalian dirancang berdasarkan karakteristik ala-

peraga yang dirancang Montessori. Papan Pin perkalian ini dibuat dengan

bahan-bahan yang dikenali siswa yang menjadi alat peraga papan Pinlebih

kompleks lagi. Alat peraga papan pin perkalian berbentuk Persegi dengan

lubang lubang kecil untuk menancapkan pin-pin yang digunakan. Papan

pada alat peraga ini berwana coklat dan pin berwarna putih bening. Untuk

mengoreksi ketika anak mengalami kesalahan, papan pin perkalian sudah

dilengkapi dengan kertas yang sudah ditulisi dengan perkalian

angka-angka beserta jawabanya di balik kertas. Dengan demikian anak lebih

mudah belajar perkalian dan antusias dalam mengikuti pembelajaran

matematika didalam kelas.


(44)

2.1.4 Persepsi

Sub bab persepsi akan membahas tentang 2 bagian, yaitu

pengertian persepsi dan persepsi terhadap penggunaan alat peraga

Montessori. Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian

persepsi.

2.1.4.1 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek penting dalam diri manusia.

Persepsi adalah inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat,

tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Rakhmat (2003:51)

mengemukakan pendapatnya bahwa persepsi adalah pengalaman tentang

objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi setiap individu

dapat berbeda-beda meskipun objek atau benda yang diamatinya sama.

Menurut Desideranto(dalam Rakhmat, 2003 : 16) persepsi adalah

penafsiran suatu objek, peristiwa atau informasi yang dilandasi oleh

pengalaman hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu. Dengan

demikian dapat dikatakan juga bahwa persepsi merupakan hasil pemikiran

seseorang pada situasi atau objek tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Robbin (2003:88)

mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu

sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan

menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna pada lingkungan


(45)

persepsi merupakan suatu proses di mana seseorang dapat memilih,

mengatur, dan mengartikan imformasi menjadi suatu gambar yang sangat

berarti di dunia.

Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005:807)

persepsi didefinisikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari

sesuatu, atau merupakan proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal

melalui panca inderanya. Kemudian Desmita (2006: 108) berpendapat

bahwa persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap

individu dalam memahami informasi yang datang dari lingkungan melalui

inderanya.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi.

faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang meliputi (1) Faktor

internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan

atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan

kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. (2) Faktor

eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan

dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan

gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek (Toha,

2003: 154),

Sugihartono (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah

kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk

menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia.


(46)

Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif

maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang

tampak atau nyata. Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi

merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap

stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi

sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri

individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu

dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan

respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang

bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,

pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam

mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar

individu satu dengan individu lain. Dalam melakukan interpretasi itu

terdapat pengalaman masa lalu serta sistem nilai yang dimilikinya. Sistem

nilai di sini dapat diartikan sebagai penilaian individu dalam mempersepsi

suatu obyek yang dipersepsi, apakah stimulus tersebut akan diterima atau

ditolak. Apabila stimulus tersebut menarik atau ada persesuaian maka akan

dipersepsi positif, dan demikian sebaliknya, selain itu adanya pengalaman

langsung antara individu dengan obyek yang dipersepsi individu, baik

yang bersifat positif maupun negatif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesrepsi adalah proses

individu menerima stimulus, tanggapan, respons dan segala informasi


(47)

dalam otaknya dan menginterpretasikan apa yang telah diterimanya.

Stimulus, tanggapan, respon dan segala informasi merupakan bentuk

pengalaman pada individu, pengalaman tersebutlah yang kemudian akan

dapat mempengaruhi persepsi pada individu baik persepsi positif maupun

persepsi negatif.

2.1.4.2 Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori

Proses belajar mengajar seharusnya memperhatikan faktor-faktor

psikologi pada guru dan siswa agar apa yang disampaikan guru kepada

siswa berjalan dengan baik. salah satu faktor psikologis yang harus ada

yaitu aspek kognitif. Untuk memberi keefektifan jalanya aspek kognitif

tersebut, harus juga di dasari oleh persepsi. Persepsi merupakan aspek

kognitif yang sangat penting. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005 : 208),

persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan kita dapat

menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar kita.

Persepsi merupakan hal yang ada dalam diri individu untuk

memaknai informasi, fenomena, dan objek yang ada dilingkungan

sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena persepsi merupakan proses

kemampuan otak untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam

alat indera manusia. Persepsi juga merupakan suatu proses pengenalan

atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Triwulan,

2006: 53). Oleh sebab itu maka persepsi cenderung akan muncul setelah

seseorang melakukan pengenalan atau identifikasi terhadap sesuatu.


(48)

Bentuk persepsi dibagi menjadi 2, yaitu persepsi positif dan

persepsi negatif. Rakhmat (dalam Muchtar, 2012:14) berpendapat apabila

objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima

secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsi dengan

positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek

yang dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka

persepsinya cenderung negatif dan menjauhi, menolak dan menanggapinya

secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut.

Pesepsi positif maupun negatif akan muncul setelah pengalaman

yang didapat oleh individu dan akan mempengaruhi sikap individu pada

objek yang dipersepsi. Sikap yang muncul karena persepsi akan sangat

berpengaruh pada tindakan yang selanjutnya pada individu dan

menentukan intensitas seseorang dalam melakukan suatu tidakan. Berikut


(49)

kognisi evaluasi

kepribadian afeksi senang/tidak senang

sikap bertindak

Gambar 2.2 Gambar bagan persepsi

Penelitian ini mengikuti pola dari bagan di atas. Bagan di atas

sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Kemunculan persepsi dapat

disebabkan oleh adanya keyakinan, proses belajar, pengalaman, serta

pengetahuan yang sudah terbentuk pada diri seseorang. Persepsi bukan

hanya muncul karena pengalaman yang baru, tapi banyak juga faktor yang

mempengaruhi. Persepsi pada seseorang juga dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor lingkungan yang terdapat dan dialami oleh seseorang.

keyakinan Proses belajar pengalaman pengetahuan

Persepsi

objek

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruhi


(50)

Persepsi yang muncul dalam diri seseorang akan berpengaruh pada

evaluasi berikutnya, serta perasaan senang atau tidak senang, serta dapat

berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

2.1.5 Matematika

Sub bab akan membahas tentang 2 hal, yaitu pengertian

matematika dan materi perkalian. Hal pertama yang akan dibahas adalah

pengertian matematika.

2.1.5.1 Pengertian Matematika

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ada di jenjang

sekolah dasar. Matematika memiliki pengertian sebuah ilmu yang didapat

dengan cara berpikir dan menalar (Universitas Pendidikan Indonesia,

2011: 3). Matematika menurut Tinggih (Suherman, 2003: 16) adalah ilmu

pengetahuan yang didapat melalui proses menalar. Sedangkan menurut

Russefendi (Suherman, 2003: 16), matematika adalah hasil proses

pemikiran seorang manusia yang berupa ide, proses dan penalaran atau

logika. Sedangkan menurut Suherman (2003: 253) matematika adalah

disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengolah logika, baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Pendapat yang telah dikemukakan mengenai

maematika kemudian dapat dikatakan matematika dapat diartikan sebagai

ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan cara menalar menggunakan


(51)

2.1.5.2 Materi Perkalian

Materi operasi perkalian adalah bentuk matematika pada materi

perkalian kelas 2 pada tingkat sekolah dasar. Pembelajaran matematika

materi perkalian kelas 2 pada kurikulum KTSP ada pada semester 2

dengan standar kompetensi 3 yaitu melakukan perkalian dan pembagian

bilangan sampai dua angka dan kompetensi dasar 3.1 Melakukan perkalian

bilangan yang hasilnya bilangan dua angka (Badan Standar Nasional

Pendidikan, 2006: 241). Materi operasi perkalian di kelas dua ini biasanya

diawali dengan mengenalkan penjumlahan berulang menjadi perkalian.

Hasil operasi perkaliannya juga dibatasi hanya sampai 2 angka saja.

Penerapan pembelajaran materi operasi perkalian di kelas 2 sekolah dasar

paling besar adalah hasilnya 99 yaitu hasil dari operasi perkalian 11 x 9.

2.1.6 Hasil penelitian yang relevan 2.1.6.1 Alat Peraga Matematika

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Elifah (2010) yang

meneliti penggunaan alat peraga untuk meningkatkan prestasi belajar mata

pelajaran matematika pada siswa kelas V (lima) Madrasah Ibtidaiyah

Miftahul Ulum duren kecamatan Tengaran kabupaten Semarang tahun

pelajaran 2009/2010. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode

kuantitatif. Penelitian tersebut mendapatkan perbedaan atau hubungan

antara prestasi belajar dengan menggunakan alat peraga dilihat dari adanya

peningkatan nilai postest dalam setiap siklus yang dilakukan. Peningkatan


(52)

perubahan yang sangat signifikan. Berkaitan dengan hl tersebut, kemudian

disimpulkan bahwa pemeblajaran menggunakan alat peraga matematika

dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V Madrasah

Ibtidaiyah miftahul ulum duren kecamatan Tengaran kabupaten Semarang

tahun pelajaran 2009/2010.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Pujiastuti (2012) yang

meneliti Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan alat

peraga pada pembelajaran matematika kelas II SD Negeri Luweng Lor

kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Penelitian tersebut mendapatkan

hasil peningkatan hasil belajar siswa yang ditunjukan adanya peningkatan

rata-rata nilai kelas dari sebelum dikenai tindaka yaitu 58,92, setelah

dikenai tindakan pada akhir siklus II nilai rata-ratanya menjadi 83,75.

Melihat dari hasil yang didapat pada penelitian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa penggunaan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar peserta

didik kelas II SD Luweng Lor dalam mata pelajaran matematika.

2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga

Penelitian yang dilakukan oleh Suwandi (2009) penelitian ini

meneliti pengaruh persepsi tentang penggunaan alat peraga dan cara

belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas VI bidang studi ilmu

pengetahuan sosial di SD Negeri Segugus IV kecamatan kalidawir,

kabupaten tulungagung. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui

pengaruh persepsi tentang penggunaan alat peraga terhadap prestasi


(53)

segugus IV Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. (2)

mengetahui pengaruh cara belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas VI

bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri segugus IV

Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. (3) mengetahui pengaruh

persepsi tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar terhadap prestasi

belajar siswa kelas VI bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri

segugus IV Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Populasi

dalam penelitian ini adalah siswa SD Negeri segugus IV Kecamatan

Kalidawir Kabupaten Tulungagung sejumlah 60 siswa. Dari total populasi

tersebut diambil seluruhnya sebagai sampel penelitian, sehingga jumlah

sampel adalah 60 siswa. Data-data penelitian tentang penggunaan alat

peraga, data tentang cara belajar diperoleh melalui angket dengan

menggunakan skala likert dan data prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diperoleh dengan menggunakan metode

dokumentasi. Selanjutnya data-data penelitian tersebut dianalisis dengan

menggunakan teknik regresi linier sederhana dengan bantuan computer

SPSS versi 17.

Hasil penelitian ini adalah (1) terdapat pengaruh yang signifikan

persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga terhadap prestasi belajar

siswa. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan cara belajar siswa terhadap

prestasi belajar siswa. (3) Secara bersama-sama terdapat pengaruh yang

signifikan persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar


(54)

Kemudian penelitian lainnya dilakukan oleh Alimohammad (2011)

meneliti tentang persepsi penggunaan media digital didalam pembelajaran

formal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian

adalah 48 mahasiswa fakultas ekonomi dan komunikasi Universitas

Karlstad Swedia. Instrumen yang digunakan adalah melalui wawancara

kepada subyek yang akan diteliti penelitian ini dilakukan melalu 56 sesi

pertanyaan wawancara. Tema yang muncul pada pembelajaran ini adalah

kepentingan individu, motivasi, sosial, pandangan profesional, peralatan,

komunikasi virtual dan peralatan digital. Hasil yang diperoleh pada

penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan media digital

memudahkan mahasiswa untuk berkomunikasi, lebih mudah memeperoleh

informasi dan memudahkan melakukan diskusi.

2.1.6.3 Pembelajaran dengan Metode Montessori

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Darmastuti (2013) yang

meneliti penggunaan metode Montessori dalam meningkatkan kemampuan

menulis anak usia dini. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh

gambaran mengenai penggunaan metode Montessori dalam meningkatkan

kemampuan menulis anak usia dini di TK Trisula Perwari pada kelompok

A. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan

desain penelitian Elliot pada anak TK Trisula Perwari kelompok A

sebanyak 18 orang anak. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini

melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang


(55)

tahapan diantaranya reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Hasil

penelitian ini mendapatkan perubahan yang signifikan dari perubahan

ketrampilan menulis anak. Rekomendasi yang diberikan untuk pendidik

anak usia dini dari hasil penelitian ini yaitu metode Montessori ini dapat

dijadikan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan menulis

anak.

Penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Ningsih (2011) meneliti

pengaruh model pendidikan Montessori terhadap hasil belajar matematika

siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model

pendidikan Montessori terhadap hasil belajar matematika pada siswa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi

eksperimen dengan rancangan penelitian two group randomized subject

posttest only. Teknik pengambilan sempel pada penelitian ini

menggunakan cluster random sampling. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berupa tes bentuk uraian. Hasil penelitian ini adalah

terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata hasil belajar matematika

siswa yang menggunakan pembelajar model pendidikan Montessori

dengan siswa yang menggunakan model belajar konvensional. Dengan

demikina pembelajaran dengan model pendidikan Montessori berpengaruh

pada hasil belajar matematika siswa.

Hasil penelitian yang relevan di atas menunjukan bahwa terdapat

penelitian-penelitian mengenai penggunaan alat peraga, pembelajaran


(56)

peraga. Hasil penelitian di atas tentang penggunaan alat peraga

menunjukan hasil bahwa pembelajaran menggunakan alat peraga dapat

menunjang hasil belajar siswa agar lebih baik serta dengan menggunakan

alat peraga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Begitu pula

dengan penelitian dengan menggunakan metode Montessori dalam proses

pembelajaran. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa penggunaan

metode Montessori sangat baik. Metode Montessori dapat memberikan

perubahan yang signifikan pada prestasi anak. Penggunaan metode

Montessori lebih baik dan sangat berpengaruh dibandingkan dengan

menggunakan metode konvensional.

Hasil penelitian yang selanjutnya adalah penelitian mengenai

persepsi tentang penggunaan alat peraga. Hasil penelitian-penelitian

tentang persepsi penggunaan alat peraga menjukan bahwa adanya persepsi

yang muncul. Seperti persepsi yang signifikan dalam penggunaan alat

peraga pada siswa kelas VI. Serta adanya persepsi yang muncul dari

mahasiswa tentang penggunaan alat peraga digital. Persepsi yang muncul

yaitu adanya media digital dalam pembelajaran dapat membantu

memudahkan mahasiswa untuk berkomunikasi, memudahkan mahasiswa

untuk melakukan diskusi.

Penelitian yang telah dijabarkan di atas mengenai penggunaan

metode Montessori dalam pembelajaran, kemudian penelitian tentang

penggunaan alat peraga dalam pembelajaran serta penelitian mengenai


(57)

peneli-peneliti. Namun, dalam penelitian tersebut belum terdapat

penelitian untuk mengetahui bagaimana pesepsi guru dan siswa dalam

menggunakan alat peraga yang berbasis pada Metode Montessori. Oleh

karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui

persepsi guru dan siswa dalam menggunaan alat peraga berbasis

Montessori. Penelitian ini menggunakan alat peraga Montessori yang

digunakan untuk membantu siswa kelas II SD dalam memahami materi

perkalian. Alat yang digunakan yaitu papan pin perkalian yang dibuat


(58)

2.1.6.4 Skema

Literature map hasil penelitian yang relevan di atas sebagai berikut :

Gambar 2.4 Literature map hasil penelitian yang relevan

2.2 Kerangka Berpikir

Siswa sekolah dasar (SD) pada umumnya masih berusia 7-12 tahun

dan berada dalam tahapan operasional konkret. Untuk mempermudah anak

dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas dalam menerima informasi atau

materi yang diberikan oleh guru alangkah lebih baiknya menggunakan objek

yang lebih konkret atau nyata. Dengan benda-benda yang nyata anak akan

lebih mudah memahami apa yang diberikan oleh guru. Maka dari itu, sangat Alat peraga matematika Pembelajaran Montessori Persepsi penggunaan alat peraga Darmastuti (2013) Metode Montessori Pujiastuti (2012) Hasil belajar siswa -Alat peraga matematika

Suwandi (2009) Persepsi tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar-prestasi belajar siswa Elifah (2010)

Alat peaga -Prestai belajar

Ningsih (2011) Model pendidikan Montessori - hasil belajar matematika siswa

Persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga matematika Papan pin perkalian berbasis Montessori pada pembelajaran perkalian dengan menggunakan pendekatan

kualitatif

AliMohammad (2011) persepsi penggunaan media digital didalam pembelajaran formal


(59)

dibutuhkan benda-benda yang bersifat lebih nyata untuk membantu anak

dalam belajar dan untuk membantu guru dalam menyalurkan informasi atau

materi pada siswanya.

Benda konkret yang dapat digunakan untuk membantu dalam proses

belajar mengajar bisa berupa alat peraga. Alat peraga merupakan salah satu

bagian media pembelajaran yang dapat membantu proses belajar mengajar

agar guru lebih mudah menyalurkan informasi maupun pengetahuan kepada

siswanya. Dengan bantuan alat peraga maka pembelajaran lebih efektif dan

lebih menarik. Alat peraga digunakan agar tujuan pembelajaran lebih cepat

tercapai dengan baik. Penggunaan alat peraga bagi siswa dapat memberikan

pengalaman bagi mereka dan siswa dapat belajar dengan caranya sendiri.

Siswa juga bisa mendapatkan pengetahuannya dengan mandiri. Pengetahuan

yang terbentuk secara mandiri akan lebih lama melekat pada otak siswa.

Salah satu mata pelajaran pokok pada tingkat SD adalah mata

pelajaran matematika. Dalam mempelajari konsep-konsep matematika,

pembelajaran dapat menggunakan alat peraga agar pembelajaran lebih mudah

dan siswa lebih mengerti konsep-konsep matematika yang di berikan oleh

guru. Salah satu materi yang membutuhkan alat peraga dalam matematika

adalah materi perkalian di kelas 2 SD. Peneliti beranggapan bahwa materi

perkalian di kelas 2 alangkah baiknya menggunakan alat peraga untuk

mempermudah siswa memahami konsep perkalian. Pembelajaran perkalian


(60)

yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan konsep perkalian pada

siswa adalah papan pin perkalian dengan berbasis pada metode Montessori.

Metode Montessori adala sebuah metode yang dicetuskan oleh Maria

Montessori pada tahun 1870-1952 dengan menggunakan kon belajar sambil

bermain untuk anak-anak. Metode Montessori mengajarkan anak untuk

belajar secara mandiri dan tanpa adanya paksaan dari siapa pun. Pembelajaran

menggunakan metode Montessori lebih cenderung memerlukan alat peraga

sebagai media pembelajar untuk anak-anak. Montessori juga memiliki

karakteristik tersendiri pada alat peraga yang dibuatnya, yaitu (1) menarik, (2)

bergradasi, (3) memiliki pengendalian kesalahan (auto correction), (4) auto

education. Semua alat peraga Montessori didesain secara kusus yang

bertujuan agar anak dapat belajar secara mandiri dan agar anak tertarik untuk

belajar menggunakan alat peraga serta disesuaikan dengan kondisi anak.

Penggunaan alat peraga pada siswa dapat membentuk

pengalam-pengalam bagi mereka, pengalam-pengalam yang sudah mereka dapatkan akan

memunculkan sebuah persepsi. Seperti yang dikemukakan Davidoff yakni,

Persepsi dapat ditemukan karena perasaaan, kemampuan berfikir,

pengalaman-pengalam individu tidak sama, maka dalam mempersepsi

stimulus hasil persepsi akan berbeda antara satu individu dengan yang lain.

Alat peraga berbasis Montessori merupakan yang baru bagi siswa dan guru

yang belum pernah menggunakan bahkan belum pernah melihatnya. Oleh

karena itu alat peraga Montessori akan memberikan pengalaman yang baru


(61)

persepsi yang muncul setelah mereka memperoleh pengalaman menggunakan

alat peraga Montessori. Persepsi yang muncul dapat berupa persepsi positif

maupun persepsi negatif. Persepsi yang ada pada siswa dan guru dapat

berpengaruh pada sikap yang akan mereka tunjukan setelah menggunakan alat

peraga Montessori. Persepsi sangat berpengaruh pada sikap yang

berdapampak kepada tindakan seseorang. Tindakan ini dapat berupa intensitas

seseorang dalam menggunkan suatu objek. Jika persepsi yang muncul adalah

persepsi positif maka seseorang akan memiliki intesitas yang tinggi pada

objek. Jika persepsi yang muncul merupakan persepsi negatif, maka

intesitasnya akan melemah. Proses tersebut akan saling berkaitan. Pesepsi

akan berpengaruh pada sikap, yang kemudian akan muncul sebuah tindakan.

Berdasarkan alasan yang dipaparkan di atas diperlukannya penelitian

mengenai persepsi guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga matematika

berbasis Montessori untuk materi perkaluan di kelas II SD. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui persepsi guru dan siswa apakah dengan

menggunaka alat peraga Montessori akan membantu siswa dalam menerima

materi, siswa lebih tertarik dengan pembelajaran yang dilakukan, dan dengan

adanya pengendali kesalahan pada alat peraga papan pin perkalian dapat


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab tiga ini akan dibahas (1) jenis penelitian, (2) seting penelitian,

(3) desain penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5) instrumen penelitian, (6)

kredibilitas dan transferabilitas, dan (7) teknik analisis data.

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis

penelitian Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi

objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti

adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber dan data

dilakukan secara purposive dan snowball yaitu dengan memepertimbangkan

sampel dan memeperoleh sempel dari kecil dan mendapatkan yang besar.

teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) dan

analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan pada makna daripada generalisasi (Sugiono, 2009:15). Penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,

menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas dan keistimewaan

dari pengaruh sosial yang tidak bisa dijelaskan, diukur, atau digambarkan

melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010: 1).

Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

fenomenologi. Fenomelogi merupakan pandangan berpikir yang menekankan


(63)

interpretasi-interpretasi dunia (Moleong, 2009: 15). Penelitian yang akan

dilakukan merupakan usaha penelitian untuk masuk dalam konsep narasumber

yang sudah dipilih, sehingga peneliti dapat mengerti apa dan bagaimana yang

dikembangkan oleh narasumber dalam proses wawancara dan pembelajaran

dengan menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Creswell (2007: 4-5)

menyatakan bahwa proses penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya

penting, seperti mengajukan pertanyaan dan prosedur, mengumpulkan data

yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari

tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.

Dalam penelitian ini, data akan disajikan secara deskriptif sesuai dengan

pengalaman yang dialami narasumber.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Keceme I yang terlebih dulu

digunakan untuk penelitian eksperiman dan penelitian evaluatif. SD Negeri

Keceme I terletak di Keceme, Sleman, Yogyakarta. Peneliti memilih SD ini

dikarenakan memiliki kelas paralel dan sekolah yang digunakan untuk

penelitian eksperimen dan evaluatif. Penelitian kualitatif ini merupakan

penelitian lanjutan dari penelitian R&D, eksperimen, dan evaluatif.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dalakukan pada semester II tahun ajaran 2013/2014,


(64)

3.2.3 Narasumber Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas II A dan II B di

SD Negeri Keceme I. Namun peneliti hanya membutuhkan beberapa semple

yang akan diajak bekerja sama dengan peneliti. Proses pemilihan semple

disebut juga dengan sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampling purposive yang berasarkan

karakteristik-karakteristik narasumber yang dapat membantu peneliti mendapatkan data

yang tepat dan jelas. Narasumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah

siswa yang dapat bekerja sama, komunikatif, dan narasumber yang memiliki

nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) matematika rendah, sedang, dan

tinggi. Langkah awal peneliti untuk menentukan narasumber adalah menemui

guru kelas dan meminta beberapa siswanya yang tentunya memiliki kriteria

yang peneliti inginkan. Setelah guru kelas menentukan dan memberikan saran

kepada peneliti. Penelitipun mulai menemui dan sedikit berbincang-bincang

dengan narasumber sebagai langkah awal pendekatan. Setelah melalui

beberapa tahapan di atas, peneliti mengambil tiga narasumber siswa dan satu

nara sumber guru.

Narasumber pertama adalah guru kelas II A yang sudah lama mengajar

di SD Negeri Keceme I. Dalam menjelaskan materi kepada siswanya, beliau

jarang sekali menggunakan alat peraga. Beliau hanya menggunakan papan

tulis yang tersedia dikelas sebagai alat dalam penyampaian materinya. Di

dalam ruangan kelas juga tidak terdapat alat peraga, khususnya alat peraga


(65)

Narasumber ini sangat komunikatif, mempunyai kecakapan yang baik namun

dengan bahasa yang ia gunakan sehari-hari. Narasumber ini termasuk

golongan siswa yang memiliki KKM matematika yang rendah. Menurut

penuturan guru kelasnya, ia sulit menguasai materi-materi matematika. Ia juga

merupakan siswa tinggal kelas pada tahun ajaran yang lalu.

Narasumber ketiga juga merupakan siswa kelas II A berinisial (K).

Narasumber ini sedikit pendiam, namun ketika diajak ngobrol sangat

mengasyikan. Narasumber ini sangat humoris jadi sangat membantu peneliti.

Ia merupakan siswa yang memiliki KKM matematika sedang namun lulus

KKM. Narasumber keempat berinisial (T) adalah siswa yang memiliki nilai

KKM matematika tinggi di kelasnya. Ia mendapatkan peringkat atau rangking

2 pada semester ganjil. Narasumber ini juga saangat aktif ketika didalam

kelas. ia tidak pemalu, dan sangat cekatan ketika diminta guru untuk maju

kedepan mengerjakan soal yang diberikan guru dan tidak ragu-ragu.

Narasumber ini juga sangat enak diajak berbicara, sehingga sangat membantu

peneliti untuk memperoleh data penelitian.

Terkait dengan penjelasan di atas, maka penelitian ini memiliki

narasumber satu guru kelas dan tiga siswa. Pemilihan ketiga siswa yang

dijadikan narasumber diharapkan dapat mewakili teman-temannya. Perbedaan

kemampuan narasumber diharapkan akan menggambarkan data yang tepat

dalam peneltian ini dan sebagai penggambaran dari seluruh siswa kelas II A.


(1)

150 Dokumentasi Kegiatan Belajar Mengajar Menggunakan Alat

Peraga Guru memperkenalkan alat peraga


(2)

151 Siswa mulai menggunakan alat peraga


(3)

(4)

153 Siswa mengerjakan soal menggunakan alat peraga


(5)

154 Lampiran 4.13 Surat Ijin Penelitian


(6)