Pengertian Otonomi Daerah Pengabdian sesuai dengan profesi

PKn SMPMTs Jilid 3 47 daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah satu dengan daerah lain, artinya mampu membangun kerja sama antardaerah dan juga menjalin hubungan yang serasi antara daerah dengan pemerintah pusat. Menjaga hubungan serasi dengan pemerintah pusat dimaksudkan untuk tetap terjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka tujuan negara. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, maka pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengawasan. Di samping itu, memberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Dalam hal ini pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan pengertian desentralisasi di atas, Litvack dan Seddon sebagaimana dikutip oleh Sadu Wasistiono 2002 : 17- Gambar 2.1: Balai Kota Surakarta Sumber: Dokumen Pribadi 48 PKn SMPMTs Jilid 3 18 menyatakan bahwa desentralisasi adalah the transfer of au- thority and responsibility for public function from central govern- ment to subordinator quasi-independent government organization or he private sector. Dengan demikian yang dimaksud desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi bebas maupun kepada sektor swasta. Creema dan Rondinelli 1983 membagi desentralisasi menjadi empat tipe yaitu: 1. Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat. 2. Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien. 3. Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana. Gambar 2.2: Gedung DPRD Solo Sumber: Dokumen Pribadi PKn SMPMTs Jilid 3 49 4. Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat. Agar desentralisasi berhasil dengan baik, menurut Litvack dan Seddon yang dikutip Sadu Wasistiono 2002:19 diperlukan lima kondisi, yaitu: 1. Kerangka kerja desentralisasi harus memperlihatkan kaitan antara pembiayaan lokal dan kewenangan fiskal dengan fungsi dan tanggung jawab pemberian pelayanan oleh pemerintah daerah. 2. Masyarakat setempat diberi informasi mengenai kemungkinan- kemungkinan biaya pelayanan serta sumber-sumbernya, dengan harapan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah menjadi lebih bermakna. 3. Masyarakat memerlukan mekanisme yang jelas untuk menyampaikan pandangannya sebagai upaya mendorong partisipasinya. 4. Harus ada sistem akuntabilitas yang berbasis publik dan informasi yang transparan yang memungkinkan masyarakat memonitor kinerja pemerintah daerah. 5. Harus didesain instrumen desentralisasi seperti kerangka kerja institusional, struktur tanggung jawab pemberian pelayanan dan sistem fiskal antara pemerintah. Kebijakan otonomi daerah secara yuridis telah diamanatkan oleh Ketetapan MPR No. XV MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan serta Pertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indone- sia. Ketetapan MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah. Selain alasan yuridis yang disebutkan di atas kebijakan otonomi daerah juga dalam upaya menghadapi globalisasi yang masuk dalam kehidupan kita yang mau tidak mau, suka tidak suka 50 PKn SMPMTs Jilid 3 daerah harus lebih diberdayakan dengan cara diberi kewenangan yang lebih luas, lebih nyata, dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Otonomi pertama yang telah digulirkan sejak tahun 1999, tujuan utamanya adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang sangat berarti. Kemampuan prakarsa dan kreaktivitas akan terpacu, sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestik semakin kuat. Menurut Syaukani, Affan Gaffar, dan Ryaas Rasyid 2002 : 172 desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah. Ini dengan sendirinya akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor. 33 Tahun 2004, maka kewenangan itu didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah, kewenangan mengurus dan mengatur memanajemen rumah tangga daerah di serahkan kepada masyarakat di daerah. Dengan demikian pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas, dan pengevaluasi. Selanjut Syakauni dkk. 2002 : 173-184 menyatakan bahwa visi otonomi daerah dapat dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama yaitu:

1. Bidang politik

Bidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi, maka ia harus dipahami Otonomi daerah diatur dalam Un- d a n g - U n d a n g N o . 3 2 2 0 0 4 tentang Peme- rintahan Daerah. Dalam Bab I Pa- sal 1 UU No. 32 2004 disebut-kan: 1. P e m e r i n t a h pusat adalah presiden RI yang meme- gang keku- asaan peme- rintahan ne- gara RI seba- gaimana di- maksud da- lam UUD Ne- gara RI Tahun 1945. 2. Pemerintah- an daerah adalah penye- l e n g g a r a a n urusan peme- rintahan oleh p e m e r i n t a h daerah dan DPRD me- nurut asas otonomi dan tugas pem- bantuan de- ngan prinsip otonomi yang seluas-luas- nya dalam sistem dan prinsip Ne- gara Kesatu- an RI sebagai- mana dimak- sud dalam UUD Nega- ra RI Tahun 1945. PKn SMPMTs Jilid 3 51 sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.

2. Bidang ekonomi

Bidang ekonomi, otonomi di satu pihak harus mencerminkan lancarnya pelaksanaan kebijakan otonomi nasional di daerah dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai parkarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat yang sejahtera yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Gambar 2.3: Areal Pertanian sebagai p e n u n j a n g perekonomian daerah Sumber: Dokumen Pribadi 3. P e m e r i n t a h daerah ada- lah gubernur, bupati, atau wali kota dan p e r a n g k a t daerah se- bagai unsur p e n y e - l e n g g a r a a n pemerintahan daerah. 52 PKn SMPMTs Jilid 3

3. Bidang sosial budaya

Bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan sekitarnya. Berdasarkan visi tersebut, maka konsep otonomi daerah dapat dirangkum sebagai berikut : a. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah, kecuali untuk bidang keuangan atau moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa kebijakan pemerintah pusat yang bersifat strategis nasional. b. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi. c. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan. d. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara. e. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi pusat yang bersifat block grant. f. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai- nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial. Pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak perubahan kewenangan seperti yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004.

1. Kewenangan pemerintah pusat

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan 4. DPRD adalah lembaga per- wakilan rak- yat daerah se- bagai unsur penye-leng- gara peme- rintahan da- erah. 5. Desentrali- sasi adalah penyerahan w e w e n a n g pemerintahan oleh peme- rintah ke- pada daerah o t o n o m i u n t u k mengatur dan m e n g u r u s urusan peme- rintahan da- lam sistem Negara Kesa- tuan RI. 6. D e k o n s e n - trasi adalah pelimpahan w e w e n a n g pemerintah- an oleh peme- rintah kepada gubernur se- bagai wakil p e m e r i n t a h danatau ke- pada instansi vertikal di wi- layah tertentu. PKn SMPMTs Jilid 3 53 daerah otonom. Menurut Pasal 10 Ayat 3 UU No. 32 Tahun 2004 ada enam urusan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu: a. Politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri dan sebagainya. b. Bidang pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan perang dan damai, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara, dan sebagainya. c. Bidang keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijkan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak sekelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya. d. Bidang fiskal atau moneter misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan monteter, pengendalikan peredaran uang, dan sebagainya. e. Bidang yudisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga kemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberi grasi, amesti, abolisi, membentuk undang-undang, Perpu, PP, dan peraturan lain berskala nasional. f. Bidang agama misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya. 7. Tugas pem- bantuan ada- lah penugas- an dari pe- merintah ke- pada daerah d a n a t a u desa dari pe- me-rintahan provinsi ke- pada kabu- p a t e n k o t a danatau de- sa serta dari pemerintah kabu-paten kota kepada desa untuk melaksana- kan tugas tertentu. 8. O t o n o m i daerah ada- lah hak, we- wenang, dan k e w a j i b a n daerah oto- nom untuk m e n g a t u r dan meng- urus sendiri urusan pe- merintahan dan kepen- tingan ma- syarakat se- tempat se- suai dengan p e r a t u r a n perundang- undangan.