13 b.   Menambah pelekatan antar muka.
c.   Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan.
2.3 PENELITIAN TERDAHULU
Adapun  penelitian  terdahulu  tentang  pembuatan  produk  lateks  karet  alam dengan penambahan pengisi organik dan anorganik adalah sebagai berikut :
1. Manroshan,  et  al  [3]  meneliti  pembuatan  produk  lateks  karet  alam  berpengisi
nano kalsium karbonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai modulus tarik dan  pemanjangan  saat  putus  meningkat  seiring  dengan  bertambahnya  pengisi
filler loading. 2.
Ruangudomsakul,  et  al  [5]  meneliti  pembuatan  produk  lateks  karet  alam berpengisi  limbah  pulp  singkong.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
penambahan  pengisi  pulp  singkong  hingga  20  phr  dapat  meningkatkan  nilai kekuatan tarik dari produk vulkanisat.
3. Bouthergourd,  et  al  [15]  meneliti  pengaruh  penambahan  pati  kentang  dalam
produk  lateks  karet  alam.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  pati  kentang dapat terdispersi dengan baik dalam matriks lateks karet alam hingga konsentrasi
sebesar 15. 4.
Keawkumay, et al [20] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi montmorillonite
MMT  termodifikasi  surfaktan  octadecylamine  dan octadecyltrimethyl
ammonium bromide
ODTMA.  Hasil  penelitian menunjukkan bahwa pengisi termodifikasi dapat terdispersi dengan baik dalam
matriks.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  meningkatnya  sifat  kekuatan  tarik  dari produk lateks karet alam.
5. Harahap,  et  al  [25]  meneliti  pembuatan  produk  lateks  karet  alam  berpengisi
kaolin  termodifikasi  alkanolamida.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa penambahan  alkanolamida  dapat  membuat  ikatan  antarfasa  yang  baik  antara
pengisi kaolin dan matriks lateks karet alam.
2.4 KULIT SINGKONG
Kulit  singkong  merupakan  limbah  hasil  pengupasan  pengolahan  produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh
14 eksistensi  tanaman  singkong  yang  ada  di  Indonesia.  Kulit  singkong  terkandung
dalam  setiap  umbi  singkong  dan  keberadaannya  mencapai  16  dari  berat  umbi singkong  tersebut.  Berdasarkan  data  Badan  Pusat  Statistik  BPS  Indonesia  tahun
2008,  diketahui  bahwa  produksi  umbi  singkong  pada  tahun  2008  adalah  sebanyak 20,8  juta  ton,  artinya  potensi  kulit  singkong  di  Indonesia  mencapai  angka  3,3  juta
tontahun [18]. Tabel produksi umbi singkong di Indonesia ditunjukkan pada  Tabel 2.2 dan hasil analisa komposisi kimia tepung kulit singkong ditunjukkan pada Tabel
2.3. Tabel 2.2  Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia [18]
Tahun Jumlah Produksi Ton
2004 19.424.707
2005 19.321.183
2006 19.986.640
2007 19.988.058
2008 20.794.929
Dari  Tabel  2.2  di  atas,  terlihat  bahwa  produksi  umbi  singkong  di  Indonesia tiap  tahunnya  mengalami  kenaikan.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  potensi  kulit
singkong  dapat  ditemukan  secara  melimpah  di  Indonesia.  Jadi  berdasarkan penyebaran  dan  jumlah  ketersediaannya,  kulit  singkong  sangat  potensial  untuk
dijadikan sebagai bahan pengisi pada produk lateks karet alam. Tabel 2.3  Komposisi Kimia Kulit Singkong Berdasarkan Bahan Kering [36]
Parameter Kandungan
Selulosa 37,9
Hemiselulosa 37,0
Lignin 7,5
Abu 4,5
Lain-lain 13,1
Dari  Tabel  2.3  di  atas,  dapat  dilihat  bahwa  kulit  singkong  memiliki kandungan selulosa sebesar 37,9. Melihat potensi dari limbah kulit singkong yang
mengandung  selulosa  yang  cukup  tinggi,  maka  kulit  singkong  cocok  digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena
selulosa  memiliki  ikatan  hidrogen  yang  kuat  dan  tidak  mudah  larut  dalam  pelarut solvent  yang  umum  [18].  Penggunaan  selulosa  sebagai  bahan  pengisi  berfungsi
untuk  menahan  sebagian  besar  gaya  yang  bekerja  pada  produk  lateks  karet  alam,