20 σ =
F mak A
......................................................2.1 Dimana :
σ =  kekuatan tarik kgfmm
2
F maks   =  beban maksimum kgf Ao
=  luas penampang awal mm
2
2.7.2  UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG CROSSLINK DENSITY
Pelarutan  suatu  polimer  tidak  sama  dengan  pelarutan  senyawa  yang mempunyai  berat  molekul  rendah  karena  adanya  dimensi-dimensi  yang  sangat
berbeda  antara  pelarut  dan  molekul  polimer.  Pelarutan  polimer  terjadi  dalam  dua tahap.  Mula-mula  molekul  pelarut  berdifusi  melewati  matriks  polimer  untuk
membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua,  gel  tersebut  pecah  bercerai-berai  dan  molekul-molekulnya  terdispersi  ke
dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa  jenis  polimer  bisa  larut  dengan  cepat  dalam  pelarut-pelarut  tertentu,
polimer  yang  lainnya  bisa  jadi  membutuhkan  periode  pemanasan  yang  lama  dekat titik  lebur  dari  polimer  tersebut.  Polimer-polimer  jaringan  tidak  dapat  larut,  tetapi
biasanya membengkak menggelembung  mengembang  swelling dengan hadirnya pelarut [42].
Swelling merupakan  sifat  non-mekanis,  tetapi  secara  luas  digunakan  untuk
mengkarakterisasi  material  elastomer.  Swelling  merupakan  suatu  perubahan  bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat
diabaikan  begitu  saja,  seperti  halnya  perubahan  mekanik.  Swelling  merupakan pembesaran  tiga  dimensi  dimana  jaringan  mengabsorpsi  pelarut  hingga  mencapai
derajat  keseimbangan  swelling.  Pada  titik  ini,  energi  bebas  berkurang  diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas  yang
meningkat  seiring  dengan  meregangnya  rantai.  Pada  prakteknya,  polimer ditempatkan  pada  suatu  wadah  yang  mengandung  pelarut  dimana  polimer  akan
mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi [43].
Uji  swelling  index  dan  kerapatan  sambung  silang  crosslink  density dilakukan  sebagai  berikut.  Produk  lateks  karet  alam  dipotong  sedemikian  rupa
21 hingga  massanya  mencapai  0,2  gram.  Uji  kerapatan  sambung  silang  crosslink
density dihitung dengan menggunakan persamaan  Flory-Rehner seperti  Persamaan
2.2 berikut [44] :
 
. .
2 .
1 ln
2
3 1
2 1
r NRL
r r
r C
V V
V V
V M
 
 
 
......................................2.2 Dimana :
2M
C -1
=   densitas sambung silang V
dan χ   =   volume molar dan parameter interaksi dari pelarut
untuk toluene, V = 108,5 mol.cm
-3
an  χ = ρ
NRL
=   densitas karet = 0,932 [45] V
r
adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari Persamaan 2.3 [44] :
sol sol
d d
d d
r
W W
W V
 
 
.........................................2.3 Dimana :
W
d
=  massa awal karet ρ
d
=  densitas karet untuk karet vulkanisasi ρ
d
= 0,9203 g.cm
-3
[45] W
sol
=  massa pelarut yang terserap dalam karet ρ     =  densitas pelarut untuk t  uene  ρ
sol
= 0,87 g.cm
-3
2.7.3  KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED FT-IR
Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali
dilengkapi  dengan  cara  perhitungan  Fourier  Transform  dan  pengolahan  data  untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan
penambahan  peralatan  interferometer  yang  telah  lama  ditemukan  oleh  Michelson pada akhir abad 19.
Penggunaan  spektrofotometer  FT-IR  untuk  analisa  banyak  diajukan  untuk identifikasi  suatu  senyawa.  Hal  ini  disebabkan  spektrum  FT-IR  suatu  senyawa
misalnya  organik  bersifat  khas,  artinya  senyawa  yang  berbeda  akan  mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita
serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm
-1
.