6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LATEKS KARET ALAM
Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbiaceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan
sebelum di bawa ke benua lain. Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea Brasiliensis
ini adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan batang pohon karet. Cairan ini terdiri dari 30-40 partikel hidrokarbon yang
terkandung di dalam serum juga mengandung protein, karbohidrat dan komposisi- komposisi organik serta bukan organik. Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid
cis-1,4-poliisoprena yang tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Struktur umum cis-1,4-poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena [26]
Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagai berikut [26] :
Fraksi karet 37 : karet isoprena, protein, lipida dan ion logam. Fraksi Frey Wyssling 1-3 : karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol,
protein dan turunannya. Fraksi serum 48 : senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa
organik, ion anorganik dan logam. Fraksi dasar 14 : fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini
mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini serum B mengandung protein, lipida dan logam.
C C
CH2 CH3
H
CH2
7 Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60
kandungan karet kering dry rubber content melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk. Proses pengawetan dilakukan di kebun untuk
sementara waktu, sebelum proses pemekatan dilakukan. Amonia dengan kepekatan tinggi digunakan untuk pengawetan lateks pekat dalam jangka panjang. Lateks pekat
dengan penambahan amonia minimal 1,6 disebut amonia tinggi High Ammonia lateks dan lateks pekat yang mengandung amonia maksimal 0,8 disebut amonia
rendah Low Ammonia lateks. Dalam penelitian ini, digunakan lateks pekat amonia tinggi High Ammonia lateks dengan kandungan karet kering sebesar 60.
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak
terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam
serum lateks. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik [26]. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka
lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO 2004 yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO 2004 [26]
No. Parameter
ASTM D 1076 ISO 2004
HA LA
HA LA
1. Kandungan padatan total TSC min 61,5
61,5 61,5
61,5 2. Kandungan karet kering DRC min
60,0 60,0
60,0 60,0
3. Kandungan non karet maks 2,0
2,0 2,0
2,0 4. Kadar amoniak min
1,6 1,0
1,0 0,8
5. Waktu kemantapan mekanis min detik 650
650 540
540 6. Bilangan KOH maks
0,8 0,8
1,0 1,0
7. Asam lemak eteris ALE maks -
- 0,2
0,2 8. Tembaga maks ppm
8 8
8 8
9. Mangan maks ppm 8
8 8
8
2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM
Campuran lateks karet alam dengan bahan kimia karet disebut senyawa compound lateks karet alam. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan
bahan kimia tambahan. Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi,
8 pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi. Sedangkan bahan kimia tambahan
adalah bahan penyerasi antara pengisi dengan lateks karet alam.
2.2.1 BAHAN VULKANISASI
Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur sulfur crosslinking sehingga menjadi molekul polimer
yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis lembut dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang
dikenal dengan proses pematangan curing dan molekul karet yang sudah tersambung silang crosslinked rubber di rujuk sebagai vulkanisat karet [27].
Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi
effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif perbandingan antara sulfur dan pencepat. Untuk sistem konvensional mengandung
sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi
effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya [26]. Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang pertama kali
ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang sulfur sebagai pengikat polimer karet tersebut. Pada
proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, dibutuhkan tiga sampai empat macam bahan kimia yaitu bahan pemvulkanisasi yaitu belerang, bahan
pencepat accelerator berupa senyawa karbamat, bahan pengaktif activator, dan bahan penstabil stabilizer yaitu KOH lalu dipanaskan pada suhu 40-50 °C selama
2-3 hari, pemanasan kedua 70 °C selama 2 jam, dan pemanasan akhir 100 °C selama 1 jam [28]. Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang terlihat
pada Gambar 2.2.