commit to user
Penelitian tersebut sampai pada kesimpulan yaitu media massa di Indonesia selama periode kampanye pemilihan umum legislatif 2009, ditemukan bias yang
bersifat struktural atau bias karena keterbatasan ruang media, namun sampai pada tingkat tertentu menunjukkan upaya masih berpegang teguh pada prinsip tersebut.
Berpijak pada penelitian yang dikemukakan diatas, maka peneliti ingin mengembangkan kajian teori narasi dalam pemberitaan politik namun diterapkan
pada tiga surat kabar Nasional yaitu Kompas, Republika, dan Media Indonesia.
3. Teori Narasi Berita
Narrative Theories of News
Dalam praktek jurnalistik seringkali terjadi hal yang mengecewakan jika
dilihat dari kepentingan publik, yaitu terjadinya bias reportase. Bias itu sendiri terwujud dalam dua jenis yaitu bias struktural dan bias politik, bias struktural
merupakan bias pemberitaan terkait dengan kecenderungan yang disebabkan oleh keterbatasan media
media contraint
atau karena pertimbangan jurnalistik tertentu bahwa persoalan tertentu diyakini lebih diminati khalayak ketimbang
peristiwa lainnya sehingga laporan-laporan pemberitaan lebih banyak tertuju pada peristiwa atau persoalan yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan
bias politik ialah bias keberpihakan dalam pada itu lebih menunjuk karakter keberpihakan media terhadap ideologi, kelompok, partai politik, dan kepentingan-
kepentingan serta gagasan-gagasan politik tertentu Pawito, 2009:125. Sejalan dengan itu Christoper Passante mengatakan, bias merupakan
kecenderungan berita berdasarkan opini seseorang, keyakinan atau perasaan seseorang. Koran yang baik tidak boleh bersikap bias, bahkan sesuatu yang
commit to user
menimbulkan emosi harus ditangani dengan hati-hati Passante 2008:28. Bias dapat terjadi karena berbagai faktor termasuk adanya keterbatasan ruang, waktu,
keterbatasan sumber daya terutama reporter dan editor, serta kemungkinan keberpihakan media melalui orang-orang media yang bersangkutan dan telah
membuka peluang bagi wartawan maupun media itu sendiri untuk di kritisi. Seperti yang diungkapkan Paul Johnson dalam Pawito 3009:131,
Mengatakan bahwa ada 7 kesalahan yang olehnya disebut sebagai 7 dosa yang fatal
seven deadly sins
yang sering dilakukan oleh media, yakni sebagai berikut: a.
Melakukan Distorsi
. Media massa sengaja atau tidak telah banyak melakukan distorsi terhadap realitas, dan kebenaran seringkali
terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang menyebabkan distorsi terjadi.
b.
Memberikan kesan keliru
. Media seringkali terhanyut dalam memberikan kesan keliru kepada khalayak dalam pemberitaan yang
mengarah kepada penciptaan dan pengukuhan
stereotype
. Media selayaknya bekerja seperti kaca bening dimana khalayak dapat melihat
kebenaran. c.
Mencuri Privasi
. Ikut mencampuri urusan pribadi merupakan kesalahan paling buruk yang dilakukan oleh media massa pada saat ini
dan tampaknya masih akan terus berkembang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki privasi. Tapi media kadang mengabaikan hal itu
seperti adanya tindakan merekam pembicaraan telepon, memotret diam-diam hal-hal pribadi, menyebutkan identitas pribadi secara
commit to user
terang-terangan untuk suatu pemberitaan yang sensitif atau sangat pribadi dan tidak menggunakan prinsip impersonasi.
d.
Pembunuhan Karakter
. Media massa melalui pemberitaan, karikatur maupun
talkshow
sering digunakan untuk menghancurkan karir dan citra seseorang atau mungkin kelompok.
e.
Eksploitasi seks
. Demi meningkatkan tiras atau
rating
, media massa seringkali memberikan kesan kuat mengeksploitasi seks. Untuk
Kepentingan ini, media mengemas erotisme dan seksualitas kedalam paket pesan gosip para selebritis, “seni”, dan mode.
f.
Meracuni pikiran anak-anak
. Media seringkali menyuguhkan acara yang tidak mendidik. Hal ini dapat dicermati melalui berbagai
tayangan yang kental bernuansa konflik dan kekerasan. g.
Penyalahgunaan Kekuasaan
. Editor seringkali berfikir bahwa mereka memiliki kewenangan untuk melakukan “eksekusi” terhadap kasus-
kasus yang berkembang melalui pemberitaan terhadap kasus-kasus bersangkutan yang kemudian dapat membawa dampak pada
bekerjanya sistem pemerintahan dan sistem politik seperti tindakan wartawan yang kurang profesional seperti menyalahgunakan
kekuasaan dengan meminta imbalan uang amplop atas reportase yang mereka lakukan.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya dewasa ini, laju pemberitaan media terkadang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Banyak sekali terjadi pelanggaran
hak terhadap subyek yang diberitakan, terutama dalam hal pelanggaran privasi
commit to user
dan mendiskreditkan pihak tertentu tanpa adanya keputusan yang legal seperti pengadilan hukum dan sebagainya. Media terkadang menghakimi atau menaikkan
pamor pihak lainnya dengan unsur persuasifnya. Hal demikian seringkali menimbulkan ketidakpuasan bagi kalangan tertentu dalam masyarakat yang
menjadi subyek pemberitaan, terutama ketika karakter pemberitaan cenderung tidak memenuhi standar professional pemberitaan yang meliputi tiga hal pokok
yaitu Pawito, 2009:130: a
Kejujuran, yaitu tidak membohongi publik, dalam praktek jurnalistik hal tersebut dapat diupayakan dengan mengutamakan objektivitas
pemberitaan, yaitu tidak ada manipulasi dan tidak ada pencampur adukan antara fakta dan opini.
b Keakuratan, yaitu menunjuk pada sifat benar dan memadai, mulai dari
data yang disajikan, penulisan angka dan ejaan, sajian kutipan pemberitaan baik itu langsung maupun tidak langsung.
c Keseimbangan, memiliki arti tidak ada tendensi berpihak, yang karena
itu berita diharapkan ditulis secara adil, misalnya cenderung memberikan ruang atau waktu bagi pihak yang saling berbeda
kepentingan atau berselisih paham. Pendekatan teori narasi berita ini sengaja dipilih karena teori ini
berpandangan bahwa
sosialisasi praktek-praktek
jurnalisme melibatkan
pembelajaran mengenai struktur berita yang standar yang dapat diterapkan sebagai perangkat informasi yang faktual. Hal ini diperlukan untuk menjaga obyektivitas
pemberitaan sekaligus melakukan seruan kepada khalayak yang beranekaragam
commit to user
guna menghindari pemberitaan yang bersifat memojokan dan menyerang. Dengan kata lain perspektif narasi berita memberikan kontribusi bagi pemberitaan dan
lebih menekankan pada struktur-struktur berita yang profesional dan etis sehingga dapat mendorong media untuk pemberitaan yang lebih obyektif dan
berdasarkan fakta. Berbagai persoalan termasuk struktur pemberitaan
hard news
seperti misalnya dalam hal etika pemberitaan, dramatisasi berita, personalisasi berita, obyektivitas berita menjadi sub bagian dalam perpektif teori narasi ini
Davis, 1989: 167. Masih mengenai narasi, Bennet Edelman 1985 mengungkapkan bahwa teori narasi merupakan proses sosialisasi dalam praktik
jurnalistik yang melibatkan pembelajaran pada muatan yang standar dalam struktur sebuah cerita yang dapat digunakan untuk mengatur tentang informasi
yang faktual Davis, 1990:167. Pada intinya, hal yang terpenting ialah peran media sebagai pihak yang bertugas memberikan informasi yang akurat dan
berimbang sehingga khalayak dapat mengambil keputusan berdasar pada kesimpulan yang mereka ambil setelah membaca berita yang obyektif.
commit to user
F. METODOLOGI PENELITIAN 1.