commit to user
BAB II DESKRIPSI LOKASI
A. KOMPAS
1. Sejarah dan Perkembangan
Kompas terbit untuk pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965 dengan pendiri sekaligus perintisnya adalah PK Ojong dan Jacob Oetama dan dibantu
beberapa wartawan lain seperti Theodorus Purba, Eduard Linggar, Roestam Affandi, dan Tinon Prabawa. Saat itu Kompas banyak mendapat dukungan dari
masyarakat Katolik, termasuk partai Katolik dan Pemuda Katolik. Namun dalam perjalanannya Kompas mulai mengambil sikap sosial politiknya dengan berpihak
pada perjuangan sosialisme demokrat golongan profesional dan secara perlahan- lahan meninggalkan pengaruh politik dari partai Katolik. PK Ojong dan Jacob
Oetama lebih cenderung mendukung kelompok teknokrat dan sayap Partai Sosialis Indonesia.
Pada awal terbit, Kompas belum memiliki kantor sendiri, melainkan masih menumpang dikantor redaksi Intisari yang berkantor di percetakan PT.
Kinta, Jl. Pintu besar 86-88, jakarta. Kompas saat itu dicetak di percetakan PN. Eka Grafika yang beralamat di Jl. Kramat Raya, Jakarta. Namun, dalam
perkembanganya, manajemen Kompas memutuskan untuk pindah tempat percetakan dengan tujuan memperbaiki kualitas cetakannya. Kemudian dipilih
Masa Merdeka yang dianggap memiliki kualitas cetakan yang lebih baik. Melalui cetakan Masa Merdeka, ada peningkatan kualitas cetakan yang juga berpengaruh
terhadap peningkatan tiras Kompas dua kali lipat, dari 4.800 eksemplar menjadi
commit to user
8.003 eksemplar. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, karena kondisi politik yang sedang mengalami pergolakan dengan terjadinya peristiwa G 30S
PKI, tahun 1965. Peristiwa ini menyebabkan dibekukannya beberapa media massa cetak, termasuk Kompas. Saat itu hanya tiga harian yang surat kabar yang
diijinkan terbit, yaitu Berita Yudha, Pemberitaan Angkatan Bersenjata PAB, dan LKBN Antara. Baru pada tanggal 6 Oktober 1965, Kompas diijinkan terbit
kembali. Setelah pembredelan, oplah Kompas mengalami kenaikan, yaitu menjadi 26.268 eksemplar, hal ini karena Kompas berpindah cetakan ke PT. Kinta, salah
satu percetakan terbaik pada waktu itu. Seiring dengan perkembanganya yang terus mengalami peningkatan,
memicu keinginan untuk memiliki mesin cetak sendiri. Adanya mesin cetak milik sendiri akan memudahkan dan memperlancar pelayanan terhadap konsumen
dalam hal pemberian informasi. Oleh karenanya, Kompas mengajukan permohonan kredit ke Bank Pemerintah untuk menambah modal. Pada tahun
1972, permohonan kredit dikabulkan oleh Bank. Tepatnya tanggal 25 November 1972, berdirilah Percetakan Gramedia yang beralamat di Jl. Palmerah Selatan,
Jakarta. Secara bertahap kegiatan redaksional Kompas mulai bisa disatukan di kompleks Palmerah, Jakarta Pusat, walaupun kegiatan administrasinya masih
dilakukan di gedung Perintis, Jakarta Barat. Dalam rangka peningkatan kepercayaan pada relasi, pemasang iklan,
pembaca, dan pelanggan, Kompas melakukan pendataan, yang diaudit oleh akuntan
public
Drs. Utomo dan Mulia. Tujuan menyewa akuntan
public
adalah untuk menggaet pasar iklan, dan juga dipakai untuk mengembangkan sirkulasi
commit to user
dan isinya. Selain itu, strategi pemasaran akan dapat ditangani dengan lebih matang, efektif, dan efisien. Kemudian pada tahun 1978, Kompas resmi menjadi
anggota
Audit Beaureas of Circulation
, di Sidney, Australia. Lembaga internasional ini dibentuk bersama oleh penerbit, pemasang iklan dan biro iklan
untuk menyiarkan angka sirkulasi anggotanya sesuai fakta di lapangan. Sampai sekarang Kompas adalah harian satu-satunya di Indonesia yang menjadi anggota
lembaga tersebut. Hal ini memberikan kebanggaan tersendiri bagi Kompas di mata dunia persuratkabaran nasional dan internasional.
Pada pertengahan tahun 1978, Kompas sempat mengalami pelarangan terbit bersama 5 koran ibukota lainnya sebagai sanksi atas pelanggaran rambu-
rambu pemerintah. Setelah beberapa bulan tidak terbit, pada bulan September 1978 Kompas diperbolehkan terbit lagi. Kompas terbit dengan format baru, yaitu
terbit 7 kali seminggu, dengan diterbitkannya Kompas edisi Minggu. Pada saat itu surat kabar pada umumnya terbit 6 kali seminggu, hari Minggu libur.
Pada tanggal 31 Mei 1980, PK Ojong salah satu pendiri Kompas meninggal dunia. Kepemimpinan Kompas kemudian dipegang oleh Jakob
Oetama, sebagai pemimpin umum hingga sekarang. Dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pers 1982, dan diberlakukanya
Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers SIUP, semua penerbitan pers di Indonesia diwajibkan berbadan hukum. Hal ini semakin memperkuat Kompas, yang
kemudian penerbitannya segera dialihkan dari Yayasan Bentara Rakyat ke PT. Kompas Media Nusantara.
commit to user
Oplah Kompas selalu meningkat dari tahun ke tahun, dan dapat dikatakan semakin berkembang pesat. Tiras dan sirkulasi Kompas setiap tahun juga selalu
mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan Kompas telah memiliki sistem percetakan yang canggih sehingga dapat menjangkau setiap daerah. Pada edisi
perdana, Kompas hanya menerbitkan 4.800 eksemplar dan pada tahun 1990, kwartal pertama oplah Kompas sudah mencapai 526.611 eksemplar perhari.
Menurut
The Audit Bureau of Circulation
, distribusi Kompas terbanyak berada di DKI Jakarta dan sekitarnya Jabotabek, yaitu sekitar 249.004 eksemplar,
kemudian wilayah Sumatera sebanyak 64.852 eksemplar, Jawa Barat sebanyak 61.272 eksemplar, Jawa Tengah sebanyak 48.584 eksemplar, Indonesia Timur
sebanyak 36.880 eksemplar, Kalimanatan sebanyak 17.910 eksemplar, Jawa Timur sebanyak 16.518 eksemplar, dan eceran di luar Jakarta sebanyak 31.591
eksemplar.
2. Visi Misi