PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI KONGRES III PDIP DI BALI (Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)

(1)

commit to user

PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI

KONGRES III PDIP DI BALI

(Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Menyelesaikan Program Studi S1 Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : SIWARATRI ERAWATI

D1208617

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI

KONGRES III PDIP DI BALI

(Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)

Karya :

Nama : Siwaratri Erawati

NIM : D1208617

Konsentrasi : Ilmu Komunikasi

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi pada jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs.H. Pawito Ph.D Drs. Surisno Satrijo Utomo, MSi NIP. 19540805 198503 1 002 NIP. 19500926 198503 1 001


(3)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh panitia penguji skripsi program Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hari : Selasa

Tanggal : 29 Maret 2011

Tim penguji Skripsi :

Ketua : Drs. Mursito, SU

NIP. 19530727 198003 1 001 ( )

Sekretaris : Mahfud Anshori, S.Sos. M.Si

NIP. 19790908 200312 1 001 ( )

Penguji I : Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D

NIP. 19540805 198503 1 002 ( )

Penguji II : Drs. Surisno Satrijo Utomo, M.Si

NIP. 19500926 198503 1 001 ( )

Mengetahui, Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. H. Supriyadi, SN, SU NIP. 19530128 198103 1 002


(4)

commit to user

MOTTO

“La a Qa ula w a la a Quw w a ta illa bi lla h”

Tiada daya dan upaya melainkan atas kekuatan dar i Allah semata. v


(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Penulisan Karya I lmiah ini kupersembahkan dan dedikasikan untuk; Pengukir jiwa ragaku; I bu dan Bapak : M bak Aries, M bak Wahyu, Panji, M as M arsudi & “Little Pr incess” SaQina

M y For mer Tr aveller s, Fahmi Affandi Alhamdulillahir obbil’alamin…beruntungnya Aku memiliki kalian

....


(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat berkarya. Penyusunan skripsi ini dilaksanakan guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dilatarbelakangi penyajian berita politik yang terkadang memiliki tendensi keberpihakan. Penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana berita politik disajikan dengan cara yang standar dan berimbang. Tujuannya adalah untuk melihat obyektifitas media dalam menyajikan berita politik terkait dengan kongres III PDIP yang merupakan sebuah kongres transisi yang mendapat sorotan dari berbagai pihak. Skripsi dengan judul PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI KONGRES III PDIP DI BALI (Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika dan Media Indonesia) dapat selesai dengan segala usaha dan bantuan banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. H. Supriyadi, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Drs.H. Pawito Ph.D selaku Pembimbing I, dari beliau penulis

belajar bahwa “ Guru yang baik tidak akan melepaskan tangan


(7)

commit to user

4. Drs. Surisno Satrijo Utomo M.Si. Pembimbing II, terima kasih

sedalam-dalamnya atas awal dan akhir yang baik, & sangat membantu penulis dalam menentukan arah skripsi.

5. Nora Nailul Amal M.MLED,Hons. Selaku Pembimbing Akademik.

6. Teman-teman angkatan 2008 Jurusan Ilmu Komunikasi Swadana

Transfer atas kebersamaannya selama ini.

Kekurangan datangnya dari manusia dan kesempurnaan milik Allah Swt. Penulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun diharapkan untuk kemajuan dan kesempurnaan. Semoga karya kecil ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.

Surakarta, Maret 2011

Penulis


(8)

commit to user

U CAPAN TERI M A K ASI H

Tiada kata yang dapat Saya Ucapkan selain terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk:

I bu dan Bapak atas doa, perhatian, kepercayaan dan kebebasannya,

hebatnya menjadi orang tua seperti kalian: M bak Aries, M ase, Kak Jujuk, Panji, Saqina Raffa sayang bahagiannya memiliki kalian. M as fahmi ‘andy’ Affandi as know s as Omimi; stay together ya love!. Semua Sahabatku khususnya teman-teman Komunikasi Swadana Transfer 2008 FI SI P UNS, Pupud:beb..beb…makasih sharingnya yah*, Arwan ’meong’, Abah Ronny,I cha bull-bull, Titi, I rin, Ezi, Teh Alit, Diky, I swan, Gunawan, Adit, Terima kasih untuk keceriaan selama ini. Semua penghuni kos Kinasih I I , especially mbak penok, mbak niken, Achie, Anne, Rina, Winda, thanks for all, mate!: Kos KM 3 Dear Nanche & Dhyna “pejah gesang ndherek mbak nanche he3x”: Juga beberapa sosok yang menginspirasi: terimakasih untuk Damar Sinuko (TRANSI 7): Juru kunci pintu gerbang memasuki dunia para “wartawan” & dinamikanya di kota Semarang, mengajari dengan kasih sayang yang ‘keras’ & darinya penulis belajar banyak hal bahwa; “Tidak perlu menunggu tua untuk menjadi senior !”. Terimakasih untuk Een Endang I stanti (M ETROTV): menjadi figur yang mengukuhkan idealisme ditengah kesimpangsiuran, mengajari dengan bersahabat, menjadi tempat menyandarkan lelah serta berbagi canda & tawa. Pak Teguh H adi Pr ayitno (Liputan6 SCTV): sosok yang cerdas, mumpuni & humoris, mengajari bagaimana berfikir ‘Out Of Bor der ’, dan pribadi yang kaya akan solusi. Last but nOt least….M atur sembah nuwun kagem sedoy0 J !!

Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan kalian. Semoga rahmat dan berkah Allah Swt selalu bersama kalian semua, dan semoga silaturahmi ini terus sampai nanti.


(9)

commit to user

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Telaah Pustaka ... 10

1. Surat Kabar ... 10

2. Berita.. ... 19

a. Pengertian Berita ... 19

b. Struktur Berita ... 26

c. Kajian Perspektif Berita ... 31

3. Teori Narasi Berita ... 35

F. Metodologi Penelitian ... 40

1. Jenis Penelitian ... 40

2. Obyek Penelitian ... 41

3. Metode Penelitian ... 41

4. Jenis Data ... 44


(10)

commit to user

BAB II DESKRIPSI LOKASI ... 45

A. Kompas…..…… ... 45

B. Republika…… ... 54

C. Media Indonesia ... 60

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 67

A. Penyajian Data ... 68

B. Analisis Data ... 68

1. Surat Kabar Kompas ... 71

2. Surat Kabar Republika ... 109

3. Surat Kabar Media Indonesia ... 127

BAB IV PENUTUP ... 149

A. Kesimpulan ... 149

1. Kompas …………. ... 150

2. Republika……… ... 151

3. Media Indonesia….……. ... 152

B. Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

commit to user

ABSTRAK

Siwaratri Erawati. D1208617. Pemberitaan Mengenai Kongres III PDIP di Media Cetak. (Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres ke-III PDIP 2010 di Surat Kabar Kompas, Republika dan Media Indonesia).Ilmu Komunikasi FISIP UNS.

Berita politik memang selalu menarik dan hampir memenuhi ruang dalam surat kabar, pelaksanaan kongres III Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai sebuah peristiwa yang memiliki daya tarik bagi media massa untuk diberitakan. Berbagai hal yang disoroti ialah, tentang kongres itu sendiri, regenerasi partai, juga sikap politik PDIP yang selama ini menjadi oposan pemerintah. Penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana berita politik disajikan dengan cara yang standar dan berimbang. Tujuannya adalah untuk melihat netralitas media dalam menyajikan berita politik terkait dengan kongres ke-III PDIP yang merupakan sebuah kongres transisi yang mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Metode penelitian yang digunakan ialah studi dokumentasi (Document

Study) dimana penelitian tersebut lebih difokuskan pada analisa data. Data primer diperoleh dari dokumentasi surat kabar Kompas, Republika dan Media Indonesia edisi 29 Maret sampai 10 April 2010. Sementara itu data sekunder diperoleh dari

studi pustaka seperti teori yang terinspirasi dari buku New Directions in Political

Communications, News and Politic oleh Dennis. K Davis dimana dalam gaya pemberitaan seringkali dipengaruhi oleh perspektif-perspektif, salah satunya yang

sesuai dalam konteks ini peneliti menggunakan perspektif Narrative Theories Of

News, dimana penyajian berita politik seharusnya sesuai dengan standard dan tidak menimbulkan bias serta terkesan menyerang dan memojokkan pihak

tertentu. Peneliti mengambil aspek judul (Headline), Teras berita (Lead), Struktur

piramida terbalik, dan substansi berita sebagai unit analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akhirnya, menurut hemat penulis berita-berita di ketiga surat kabar nasional Kompas, Republika dan Media Indonesia tersebut sedikit banyak telah memenuhi prinsip dalam perspektif “Narrative Theories of News” dimana berita yang disajikan tidak didominasi oleh berita yang mengandung makna bias terhadap pemberitaan politik, penulis memberikan saran agar baik Kompas, Republika maupun Media Indonesia mampu bersifat netral dan seimbang dengan menyuguhkan fakta-fakta yang sesuai dengan fakta lapangan. Sebagai institusi pers, diharapkan ketiga surat kabar nasional tersebut mampu berperan sebaga sarana pembelajaran politik yang sehat bagi masyarakat melalui berita-beritanya.


(12)

commit to user

ABSTRACT

Siwaratri Erawati. D1208617. Coverage of The Third Congress of PDIP in The Print Media. (Study About Narrative Preaching Trend of Third Congress PDIP 2010 in the newspaper Kompas, Republika and Media Indonesia). Science Faculty of Social Communication. Sebelas Maret University.

Political news is always interesting and almost filled the room in the news paper. Implementation of the third congress of Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan as an event that has a fascination for the media to the news, in highlighting things is about the congress it self, the regeneration of the party's political stance also PDIP which has been the government's opposition. This study intends to look at how the political news served with a standard and balanced manner. The goal is to see the neutrality of the media in presenting political news, related. The third congress of the PDIP is a transition that gets congressional scrutiny of the various parties.

The research method used is document study in which research is more in focus on data analysis. Primary data obtained from National Newspaper Kompas , Republika, and Media Indonesia edition March 29, until 10 April 2010. Meanwhile, the secondary data obtained from literature such as the theory that

inspired the book “New directions in political communications” . News and

politics by Denis K Davis where the preaching style is often influenced by the perspectives, one of which is appropriate in the context of the researcher uses theories of news where narrative perspective presents news that should be in accordance with the standards and are not triggered repostase biased and attacking party was impressed particular. Researcher author takes aspects of the title (headline), lead, Pyramid structure, and the substance of the news as the unit of analysis.

Results of research shows that ultimately, writer in the third news story of national newspaper Kompas, Republika, Media Indonesia and is a little more in perspective has fulfilled the principle of "Narrative Theories of news”, where news that at present are not dominated by news that contains meaning of biased reporting on political news, the author provides advice for both compass, Republika and Media Indonesia is able to be neutral and balanced in presenting the facts on the ground, as the institution of the press, in the hope that the three national newspapers are capable of acting as a means of learning a goodness political for society through the news.


(13)

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pada Awalnya adalah kata yang dicetak pada halaman kertas oleh mesin ciptaan John Gutenberg. Inilah peristiwa yang kemudian mengubah Eropa pada abad ke-15 dan melahirkan komunikasi massa melalui penyebaran informasi atau apa yang kini disebut dengan “berita” (Kusumaningrat, 2006: 3). Ide surat kabar sendiri sudah setua zaman romawi kuno dimana setiap harinya kejadian sehari-hari diterbitkan dalam bentuk gulungan yang disebut dengan “Acra Diurna” yang berarti kegiatan hari. Kemudian Setelah Gutenberg menemukan mesin cetak tersebut maka surat kabar pun mulai diterbitkan.

Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda politik, lalu menjadi perusahaan perorangan yang disertai kebesaran nama penerbitnya, perubahan ini memberikan dampak baru ketika iklan mulai menggantikan sirkulasi sebagai sumber dana utama, maka minat para penerbit justru cenderung pada masyarakat bisnis. Surat kabar memiliki posisi yang strategis sebagai media yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dengan karakteristiknya yang khas. Surat kabar merupakan jenis media cetak dan memiliki kelebihan yaitu dapat melipatgandakan publikasi, berupa informasi dan gambar yang dapat disimpan karena terbit dalam bentuk cetakan, uraian beritannya pun lebih detail dan mengupas secara mendalam. Surat kabar juga telah menjadi institusi budaya serta fungsi pengawasan sosial antar bagian dalam masyarakat untuk menanggapi lingkungannya. Pesan yang diproduksi


(14)

commit to user

dalam surat kabar mempunyai karakteristik yaitu berupa peristiwa yang memiliki

news value (nilai berita) yang merupakan hal aktual atau terbaru, karena publik menyukai berita-berita yang baru, sehingga karena ingin menyajikan hal yang aktual sampai ada beberapa perusahaan surat kabar yang terbit sampai dua kali dalam sehari.

Surat kabar menyampaikan informasi menyoroti segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan dapat dijadikan sebagai alat kontrol sosial dari masyarakat kepada pemerintah. Surat kabar harus mempunyai daya tarik sebagai identitas mereka agar dapat menarik khalayak, dan yang tidak kalah pentingnya surat kabar harus memiliki kredibilitas dalam menyajikan berita dari sumber-sumber yang ada. Pada bidang politik, media massa juga berfungsi sebagai bahan rujukan bagi pemahaman (interpretasi) terhadap peristiwa-peristiwa yang penting. Informasi media kemudian membentuk pendapat dan akhirnya mempengaruhi tindakan publik. Dengan kata lain publik menggantungkan pemenuhan kebutuhan informasi politik pada media massa. Ketergantungan ini akan semakin meningkat ketika situasi politik berkembang menjadi semakin memanas misalnya ketika diselenggarakannya pemilihan umum (Pawito, 2009:92).

Pada kenyataannya perihal pemilu bukan hanya menjadi satu-satunya pemicu suhu politik, ada unsur kegiatan lain berkaitan dengan kepartaian yang cukup disoroti dalam hal ini seperti kongres, musyawarah nasional (Munas), maupun mukhtamar dan beberapa agenda besar partai politik yang juga menjadi peserta pesta demokrasi atau Pemilu.


(15)

commit to user

Mencermati fenomena politik yang terjadi selama ini, tampaknya sejarah politik Indonesia dari dulu hingga sekarang pada hakekatnya adalah sejarah konflik, baik konflik antar partai maupun intra partai. Ironisnya semua itu terjadi bukan karena perjuangan elit partai politik untuk menegakkan ideologi partai dan usaha melakukan pembelaan terhadap rakyat, tetapi karena perebutan jabatan dan kekayaan. Sebagai suatu wadah dan bentuk partisipasi warga negara yaitu partai politik, oleh Miriam Budiardjo secara umum dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisai yang anggota-anggotannya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara

konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka

(Prasetyo, 1992: 33).

Surbakti juga mengungkapkan terdapat beberapa kelemahan partai politik, yaitu seperti ideologi partai yang tidak operasional sehingga sulit mengidentifikasi antara pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkan seperti seragamnya tekad partai politik dalam kampanye untuk memberantas KKN, mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja.

Sehingga masyarakat sulit membedakan antara program dan platform yang

menjadi perhatian antara partai islam dan nasionalis, karena semua mengajukan

platform dan program aksi yang hampir sama, yaitu bersifat umum dan normatif. Organisasi partai politik pun dirasa kurang dikelola secara profesional dan demokratis, akibatnya partai lebih berperan sebagai organisasi pengurus yang elit dari pada organisasi yang hidup sebagai gerakan anggota partai itu sendiri.


(16)

commit to user

Bahkan tidak jarang partai menjadi representasi dari sang ketua umum dan hal ini terjadi justru di partai-partai besar seperti Golkar, PDIP, PPP, PAN dan PKB. Selain itu para elit partai sering menganggap bahwa perbedaan pendapat di dalam tubuh partai sebagai sesuatu yang masih tabu sehingga sanksi keras seperti pemecatan menjadi hal yang sudah biasa. Tampaknya siapapun yang memimpin partai memiliki kecenderungan untuk bersikap otoriter dan sentralis (Rinakit & Swantoro, 2005: 609).

Media banyak disebut sebagai salah satu dari empat pilar dalam demokrasi, karena media memiliki kekuatan yang sangat berpengaruh terhadap proses sejarah perkembangan politik di Indonesia, seperti agenda politik yang saat ini baru saja diselenggarakan yaitu Kongres III PDIP yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 6-9 April 2010 lalu, dan merupakan salah satu agenda politik yang cukup disoroti oleh media massa, baik televisi, radio, maupun surat kabar. Kongres tersebut diselenggarakan dengan tujuan untuk melakukan pemilihan ketua umum PDIP yang ketiga kalinya, ketua umum yang menjabat dua kali periode sebelumnya adalah putri dari Bapak proklamator Indonesia yaitu Megawati Soekarno Putri yang sekaligus pelopor partai banteng tersebut.

Penyelenggaraan Kongres itu sendiri merupakan acara yang biasa diadakan oleh partai besar sekelas PDIP untuk melaksanakan pemilihan ketua umum dan pergantian kepengurusan, namun ternyata antusiasme publik dan media tertuju pada regenerasi di tubuh PDIP itu sendiri, disaat partai lain seperti Partai Demokrat yang juga akan mengadakan Kongres dengan bursa kandidat calon ketua umum yang baru dan mengalami regenerasi pimpinan partai setelah


(17)

commit to user

pimpinan partainya, Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya terpilih menduduki kursi RI 1, juga partai Golkar yang memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua umum menggantikan Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI), namun tidak demikian halnya dengan PDIP yang ternyata Megawati Soekarno Putri akhirnya terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDIP secara aklamasi. Pada saat itu semua media massa cukup terkonsentrasi pada kongres tersebut dan munculah respon yang beranekaragam mengenai hasil kongres, karena akhirnya Megawati Soekarno Putri kembali terpilih sebagai Ketua Umum untuk yang ketiga kalinya serta pengukuhan konsistensi PDIP sebagai partai oposisi pemerintah.

Haris (2005) mengungkapkan sesungguhnya telah sekian lama terdapat dilema dalam tubuh PDIP yaitu tuntutan pembaruan yang dilontarkan para elit politik muda hanya berhenti sebagai wacana saat mereka berhadapan langsung dengan sosok Megawati sang Ketua Umum, atau sekedar menjadi manuver untuk masuk gerbong Dewan Pimpinan Pusat. Pada akhirnya hanya segelintir kecil tokoh partai yang benar-benar berani untuk mengungkapkan penolakannya terhadap Mega. Mereka yang segelintir itu pun sebagian akhirnya memilih untuk meninggalkan PDIP dan mendirikan partai baru. Secara umum mereka menantang untuk menjadi partai oposisi ketika Megawati sempat menjabat kursi Presiden menggantikan Gus Dur. Belajar dari semua itu seharusnya segenap elit partai, termasuk Megawati dan seluruh jajaran DPP membuka diri untuk melakukan pembenahan internal, mengembangkan sikap kepemimpinan yang tidak egois dan feodal, serta bersedia merangkul semua fraksi yang ada di tubuh partai, jika hal


(18)

commit to user

tersebut tidak segera dilakukan maka bisa jadi partai tersebut akan kehilangan para simpatisanya (Rinakit & Swantoro, 2005: 612).

Uraian tersebut diatas merupakan berbagai bahasan yang mewarnai pemberitaan kongres III PDIP di Bali dan hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk meneliti tentang pemberitaan seputar Kongres III PDIP di tiga surat kabar yang berskala nasional yaitu harian umum Kompas, Republika, dan Media Indonesia. Organisasi media saat ini secara mandiri menjadi pengendali informasi yang hendak dipublikasikan atau tidak. Hal ini terjadi karena sedari awal berita hakikatnya adalah proses negosiasi antara editor, jurnalis dan narasumber. Pada kegiatan operasional pemberitaan, akhirnya editor dan jurnalislah yang memainkan peran dominan dalam menafsirkan informasi yang dikemukakan oleh narasumber. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji tentang pemberitaan Kongres III PDIP di media cetak nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia, yang sengaja dipilih oleh peneliti karena ketiganya dianggap cukup mewakili ideologi satu sama lain, hal lain yang menjadi acuan utama ialah dipilihnya adalah perpektif teori narasi guna mengamati berita di ketiga surat kabar tersebut dalam memberitakan satu peristiwa yang sama.

Menyampaikan kebenaran kepada pembaca berarti secara konsisten selalu mengutamakan pembaca saat menulis berita. Tetapi itu bukan berarti berita hanya untuk memuaskan opini pembaca. Jika koran dipublikasikan oleh komunitas tertentu itu bukan berarti koran tersebut hanya mempublikasikan berita yang pro terhadap kelompok tertentu untuk menarik banyak pembaca. Bertindak konsisten dan fair berarti mengatakan kebenaran dan tidak berpihak pada satu pihak saja.


(19)

commit to user

Berita yang obyektif dan tidak memihak selalu penting dalam masyarakat yang bebas. Jurnalisme bukan sekedar mengemukakan fakta, jurnalisme lebih dari sekedar pemberian informasi namun berita itu sendiri harus menarik, menantang, dan membuat pembaca lebih nyaman dan paham. Fokus dalam penelitian ini adalah studi tentang berita yang merujuk dari salah satu perspektif yakni

Narrative Theories of News, dimana dengan perspektif tersebut dapat diidentifikasi ada atau tidaknya bias reportase baik struktural maupun politik dalam berita, sehingga berita disajikan berimbang tanpa menimbulkan efek yang tidak sengaja pada sebuah berita politik.


(20)

commit to user B. RUMUSAN MASALAH

Mengacu pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dari penelitian ini adalah; Bagaimana

kecenderungan-kecenderungan yang ada pada pemberitaan mengenai kongres III PDIP di Bali 2010 oleh surat kabar Kompas, Republika, dan Media Indonesia terutama

berkenaan dengan aspek judul, lead, struktur, dan substansi berita ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan gambaran tentang bagaimana kecenderungan narasi pemberitaan Kongres III PDIP di Bali 2010 di Harian Umum Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia dengan

menitikberatkan pada judul, lead, struktur, dan substansi yang terdapat pada

pemberitaan tersebut dan berguna sebagai sebuah pemahaman terhadap sosialisasi praktek-praktek jurnalisme dalam menyajikan berita politik.


(21)

commit to user D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam ilmu pengetahuan, manfaat penelitian adalah, data dan informasi

yang diperoleh dari penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang yang berkaitan.

2. Membantu untuk melihat sebuah peristiwa melalui teropong mata media

yang berbeda-beda, agar masyarakat dapat melihat sajian sebuah peristiwa

khususnya di media cetak secara holistic (menyeluruh) dan berimbang,

bukan hanya parsial.

3. Sebagai tambahan bahan perbandingan baik secara teori maupun perihal

penelitian berita surat kabar di beberapa media yang sudah ada


(22)

commit to user E. TELAAH PUSTAKA

1. Surat Kabar

Pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak, seperti surat

kabar. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media cetak dan elektronik,

sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik (Effendi, 2003:90). Sejalan dengan pernyataan diatas, Kusumaningrat mengatakan bahwa media pers lebih dikenal dengan media persuratkabaran atau koran dan bentuk-bentuk media cetak lainnya. Media pers lebih tepat disebut media cetak, sebab pesan dikomunikasikan melalui bentuk tulisan atau cetakan dan komunikan menerima dengan cara membacanya. Sedangkan pers dalam arti yang lebih luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi media cetak maupun media lain seperti elektronik yakni melalui radio, televisi maupun internet (Kusumaningrat, 2006:17).

Media cetak terdiri dari berbagai macam jenis yakni, surat kabar, majalah, tabloid, dan sebagainya. Lebih jelasnya surat kabar menurut Djuroto, adalah kumpulan berita atau artikel, cerita, iklan yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu sekali. Surat kabar merupakan media massa yang memiliki karakteristik yang khas, serta dilihat dari isinya surat kabar selalu menyajikan informasi yang terbaru dan berusaha menyampaikan fakta-fakta kepada masyarakat (Djuroto, 2004:11).

Pada saat ini meskipun sudah ada media massa modern seperti media elektronik, baik televisi, radio, dan internet namun peran surat kabar tidak


(23)

commit to user

tergantikan oleh munculnya media elektronik tersebut. Hal ini terjadi karena surat kabar memiliki keunggulan, yaitu (Pratikno,1982: 253) :

1. Pembaca dapat mempelajari isi berita secara berulang-ulang agar dapat

memperoleh pengertian yang lebih baik dari isi media tersebut.

2. Informasi yang disampaikan dapat didokumentasikan dan disimpan dan

sewaktu-waktu dapat dibaca kembali.

3. Khalayak tidak terikat oleh waktu.

Dalam pelaksanaanya, pers dinilai memiliki peranan yang besar dalam pemerintahan, sebagaimana yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy, yakni tentang ciri idealisme pers yang tampak dalam pelaksanaan fungsinya. Bahwa

pers bukan sekedar alat untuk menyebarkan informasi (to inform), mendidik (to

educate), dan menghibur (to entertain), melainkan juga berperan dalam

melaksanakan fungsi mempengaruhi (to influence) dan pengawasan masyarakat

(social control). Kedua fungsi terakhir inilah yang menyebabkan pers mendapat

julukan the fourth estate atau ”kekuasaan keempat” (Effendy, 1986: 109).

Masih berkaitan dengan fungsi pers, selanjutnya Curran dalam Pawito mengidentifikasi enam fungsi yang dapat diperankan oleh pers dalam pengembangan Demokrasi (Pawito, 2003: 51):

a) Menyediakan diri sebagai forum untuk debat publik.

b) Mengartikulasi pendapat umum.

c) Memaksa pemerintah untuk apa-apa yang di pikirkan oleh rakyat.

d) Mendidik warga Negara untuk dapat memiliki informasi yang


(24)

commit to user

e) Memberikan kepada publik saluran-saluran komunikasi politik di

antara berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda.

f) Membela individu penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh

kalangan eksekutif.

Dari keenam fungsi tersebut Curran kemudian menambahkan dengan menekankan adanya tiga fungsi pokok yang dapat diperankan oleh pers dalam upaya pengembangan demokrasi, fungsi tersebut : adalah (a) fungsi informasi (b) fungsi representasi (c) fungsi membantu mencapai tujuan bersama masyarakat.

Fungsi informasi menunjuk pada tugas pers untuk tidak bertindak sebagai “penonton” atau pelapor peristiwa-peristiwa yang terjadi tetapi juga dituntut untuk dapat menumbuhkan kemajemukan pemahaman dan perspektif mengenai peristiwa atau isu-isu yang berkembang. Sedangkan fungsi representasi, berkenaan dengan tuntutan pers agar dapat membantu menciptakan kondisi dimana pandangan dan perspektif yang bersifat alternatif dapat berkembang dan dapat diperhitungkan sepenuhnya oleh masyarakat kendatipun berasal dari kalangan minoritas.

Fungsi ini menjadi penting dalam demokrasi karena demokrasi sangat menjunjung tinggi kesederajatan. Kemudian yang terakhir tidak sekedar sebagai

watchdog, pers dituntut untuk dapat membantu mewujudkan “ the common objective of society through agreement or compromise between opposite groups”

(tujuan bersama masyarakat melalui kesepakatan atau kompromi-kompromi diantara kelompok yang saling berlawanan). Fungsi ini menuntut pers untuk


(25)

commit to user

secara ekstensif mempromosikan dan memfasilitasi prosedur-prosedur demokratik terutama dalam mengatasi konflik-konflik dan mendefinisikan tujuan bersama.

Kaitannya disini adalah media sebagai pembelajaran demokrasi dan politik bagi masyarakat sebagai bagian dari sebuah bangsa, selain itu juga sebagai pendukung eksistensi partai politik di Indonesia yang tidak lepas dari agendanya untuk mempengaruhi khalayak dengan penyampaian visi, misi, maupun kegiatan

mengusung platform partai politik tersebut ke hadapan masyarakat melalui media

agar masyarakat setidaknya mengetahui, dan pada tahap tertentu terkena dampak konatif atau behavioural yakni hingga sampai pada tahap memilih partai politik yang tersebut. Sebaliknya, melalui media pula masyarakat dapat melakukan

pengawasan terhadap kinerja pemerintahan incumbent maupun perkembangan

politik yang ada didalamnya termasuk aktivitas politisi, dan agenda politik yang sedang berlangsung melalui sorotan media. Karena begitu berartinya peran pers hingga julukan pers sebagai kekuasaan keempat dirasa pantas disandang. Selain itu secara lugas kembali diungkapkan oleh Onong Uchjana bahwasanya:

“Pers adalah lembaga kemasyarakatan (Social institusion) yang

merupakan subsistem dari sistem kemasyarakatan tempat dia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga

kemasyarakatan lainnya (Effendy, 1986:91).

Kutipan diatas menunjukkan bahwa pers adalah institusi yang tidak dapat menopang keberadaannya sendiri melainkan terkait dengan kehidupan masyarakat sekitarnya, pers itu sendiri ada karena tuntutan masyarakat akan adanya informasi dan pemberitaan serta kebutuhan untuk mempublikasikan kepentingan kelompok tertentu walaupun pada hakikatnya media bisa memberitakan apa saja yang


(26)

commit to user

memang layak untuk diberitakan. Sejalan dengan posisi pers sebagai institusi, berikut kutipan mengenai kaitan antara pers dan aktivitas politik, oleh Manuel

Castells dalam jurnalnya yaitu “mass communications and dan politic media” .

“ Politics is based on socialized communication, on the capacity to influence people's minds. The main channel of communication between the political system and citizens is the mass media system. Until recently, and even nowadays to a large extent, the media constitute an articulated system, in which, usually, the print press produces original information, TV diffuses to a mass audience, and radio customizes the interaction. In our society, politics is primarily media politics. The workings of the political system are staged for the media so as to obtain the support, or at least the lesser hostility, of citizens who become the consumers in the political market” (Castells, 2007:240).

Politik menurut sosialisasi komunikasi, pada kapasitasnya ialah untuk mempengaruhi pikiran khalayak. Saluran komunikasi yang utama antara sistem politik dan masyarakat adalah sistem media massa. Sampai pada saat ini, bahkan ke ranah yang lebih luas, media menciptakan sistem yang mampu diingat, di mana pada umumnya, media cetak menghasilkan informasi asli, televisi mewacanakan informasi bagi pemirsanya, dan radio menyesuaikan interaksi. Dalam masyarakat kita, politik ialah semata politik media. Bekerjanya sistem politik dijadwalkan untuk media agar supaya memperoleh dukungan, atau sedikitnya meminimalisir permusuhan, dari masyarakat yang menjadi konsumen di dalam ranah politik.

Dalam pemberitaan peristiwa yang menyangkut lembaga atau tokoh tertentu, disadari atau tidak akan membentuk sebuah opini dan akhirnya menjadi citra yang bakal disandang, baik itu negatif maupun positif. Sejalan dengan itu, Aceng Abdullah mengatakan, citra positif muncul karena isi pesan yang positif, dan orang atau lembaganya tentu lebih senang jika diri atau lembaganya muncul


(27)

commit to user

dalam media massa dalam citra positif. Sedangkan citra negatif muncul karena isi pesan yang diberitakan adalaha negatif, dan tentu saja setiap orang orang enggan untuk diberitakan secara negatif (Abdullah, 2004:5). Terlebih bagi sebuah partai politik, pembentukan citra positif pada lembaganya tentu diupayakan secara terus menerus agar dapat meraih simpati masyarakat, karena hal tersebut merupakan pendukung eksistensi sebuah partai disamping tanpa mengabaikan sistem internal masing-masing partai yang juga harus kokoh, dinamis dan memenuhi tuntutan para simpatisannya. Sebagai contoh dalam penelitian ini peristiwa yang diolah oleh ketiga surat kabar nasional, yaitu Kompas, Republika dan Media Indonesia adalah satu peristiwa yg sama yakni Kongres PDIP III yang diselenggarakan di Bali 6-9 April 2010. Namun pada prosesnya dari tahap mengumpulkan informasi hingga ke meja redaksional dan akhirnya dibaca oleh khalayak, tentunya tidak akan sama persis baik dari judul, penggunaan kata, bahasa, sudut pandang juga gambar pendukung di masing-masing surat kabar. Tentunya semua itu tergantung atau disesuaikan pada kebijakan redaksional surat kabar masing-masing.

Pengaruh politik terhadap kehidupan dan perkembangan pers dapat terlihat dari citra pers, yaitu gambaran tentang realitas pers berdasar kepentingan yang dilayani. Pers dapat melayani kepentingan politik, memperoleh citra sebagai pers politik. Menurut A. Muis dalam Redi Panudju, pers politik dapat dibagi paling sedikit dua tipe yaitu pers sebagai organ partai yang menyuarakan ideologi politik

tertentu (Party directed press). Tipe pertama, adalah pers yang tunduk


(28)

commit to user

adalah pers yang tidak didominasi oleh partai melainkan hanya mendukung secara bebas suatu cita-cita politik (Panudju, 2005:20).

Maka dari itu tinggal ditelaah bagaimanakah kecenderungan masing-masing surat kabar tersebut, apakah termasuk jenis yang pertama atau kedua, Idealnya sebuah surat kabar haruslah memberitakan peristiwa yang faktual dan berpihak kepada publik, atau khalayak sebagai pembacanya, apalah gunanya sebuah surat kabar apabila hanya menyuarakan kepentingan penguasa, media harus menunjukkan keberpihakannya pada khalayak agar senantiasa mendapat kepercayaan, kendatipun secara praktek tentu tidaklah mudah karena media dipegang oleh sekelompok golongan yang memiliki kekuatan modal yang tentunya besar, walau tidak mungkin bisa melihat fakta secara obyektif tetapi paling tidak dapat memenuhi harapan masyarakat untuk menyuarakan kebenaran sampai pada batas tertentu. Seharusnya jenis pers yang kedualah yang dipilih yaitu pers tidak didominasi oleh partai melainkan hanya mendukung secara bebas suatu cita-cita politik.

Sekali lagi, media hanya dimiliki dan dikuasai oleh kelompok dominan tertentu di masyarakat. Akhirnya realitas yang sebenarnya dibentuk untuk menciptakan kesadaran yang merepresentasikan keberpihakan kelompok penguasa media. Setiap surat kabar mempunyai perbedaan kebijakan dalam menyampaikan informasi, hal tersebut tercipta karena harus menyesuaikan dengan berbagai kepentingan, terutama kepentingan publik sebagai khalayaknya, media secara moral bertanggungjawab atas opini yang terbentuk dalam masyarakat, apapun informasi yang dihasilkan seharusnya merupakan representasi peristiwa


(29)

commit to user

yang berdasarkan fakta. Kemudian menurut Coleman, Morrison dan Svennevig

dalam jurnal berjudul “ New Media & Political Efficacy”, menyatakan yakni:

“ However, any political intervention in the public space requires presence in the media space. And since the media space is largely shaped by business and governments that set the political parameters in terms of the formal political system, albeit in its plurality, the rise of insurgent politics cannot be separated from the emergence of media space: the space created around the process of mass self communication” .

Bagaimanapun, intervensi politik di ruang publik memerlukan kehadiran media dan sejak media sebagian besar dipenuhi oleh kepentingan bisnis dan pemerintahan yang menetapkan parameter pada sistem politik yang formal, sekalipun dalam keanekaragaman, munculnya pemberontakan politik tidak bisa dipisahkan dari kemunculan media: dimana ruang tersebut diciptakan pada proses komunikasi massa itu sendiri. (Coleman, Morrison & Svennevig, 2008: 790).

Kemudian, Menurut Onong Uchjana agaknya istilah “Ich Kenne mein

Volk” yang berarti aku kenal rakyatku dan “ Know your audience” yang berarti kenalilah pembacamu, amat penting untuk diperhatikan oleh wartawan sebagai ujung tombak dalam media massa karena sasaran tersebut menunjukkan tolok ukur berhasil tidaknya jurnalistik. Ciri dan sifat media yang melakukan perannya dalam kegiatan jurnalistik. Juga sangat berpengaruh pada komponen-komponen proses komunikasi lainnya.


(30)

commit to user

Berikut ini surat kabar memiliki ciri-ciri (Effendy, 2001: 154-155):

1. Publisitas, adalah bahwa surat kabar dipergunakan secara umum dengan demikian muatannya harus menyangkut kepentingan umum. 2. Aktualitas, yang dimaksud adalah kecepatan menyampaikan laporan

mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak.

3. Universalitas, merupakan ciri yang menunjukkan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita dari seluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan manusia.

Dari ciri surat kabar yang dikemukakan diatas nampak bahwasanya surat kabar telah mampu memenuhi kebutuhan informasi khalayak dengan segala

kelebihannya, walaupun pada aspek Aktualitas, memang tidak sebanding dengan

media elektronik, namun sekali lagi setiap jenis media massa pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Kemudian Riyono Pratikno berpendapat, bahwa pada dasarnya, pekerjaan atau proses di perusahaan surat kabar tidak pernah berubah walau ratusan tahun lamanya. Sejak dahulu pekerjaan surat kabar adalah mencari dan mengumpulkan informasi kemudian mengolahnya menjadi berita dan mencetaknya diatas lembaran kertas. Kalaupun kemudian ada perubahan biasanya lebih banyak dititikberatkan pada sistem penyampaian informasi dari reporter ke redaksi,dan hal-hal yang bersifat teknis seperti; tata letak, pengaturan halaman dan sistem cetaknya (Pratikno, 1982: 9-10).


(31)

commit to user

2. Berita

2.a. Pengertian Berita

Banyak definisi berita atau news yang dapat diketahui dari berbagai

literatur, pada jaman dahulu dikalangan wartawan ada yang mengartikan news

sebagai singkatan dari: North, East, West, South. Berkaitan dengan singkatan

tersebut mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru mata angin dan laporan dari berbagai tempat di dunia ini.

Pendapat itu tidaklah salah, akan tetapi hanya merupakan salah satu aspek dari keseluruhan arti berita yang sebenarnya (Effendy, 1986:97). Masih berkaitan

dengan dengan singkatan news diatas, Direktur Institut Jurnalistik di London,

Tom Clarke mengatakan walaupun tidak dapat dibuktikan kebenarannya namun paling tidak definisi tersebut sudah menunjukkan maksudnya, yaitu bahwa berita ialah ”untuk memuaskan nafsu ingin tahu” pada manusia dengan memberikan kabar-kabar “dari segala penjuru” (Kusumaningrat, 2009:39). Sejalan dengan itu, definisi berita menurut Carnley dalam Wonohito 1977, adalah laporan yang hangat, padat, cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadian itu sendiri. Dengan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian tidak sama dengan berita. Berita adalah laporan tentang kejadian, bukan kejadian itu sendiri. Kejadian baik besar maupun kecil, tidak akan disebut berita kalau kejadian itu tidak dilaporkan atau disiarkan pers (Mursito,1999: 37).

Kemudian Direktur kantor berita Uni Soviet, TASS. N.G Palgunov,1956 menyatakan bahwa berita harus tidak boleh hanya memperhatikan pelaporan fakta atau peristiwa ini dan itu saja, berita harus mengejar suatu tujuan yang pasti dan


(32)

commit to user

tidak boleh hanya melaporkan fakta dan peristiwa saja, melainkan berita harus bersifat didaktik dan mendidik (Kusumaningrat, 2009:32).

Dalam prosesnya terdapat 3 aspek penting dalam tahap-tahap penulisan

berita, yakni fakta itu sendiri, news value, dan fit to print. News value adalah

berita yang memiliki nilai berita, yakni berita-berita yang banyak diminati para pembaca. Jadi yang menentukan bernilainya suatu berita adalah pembaca. Namun

ternyata berita yang news value belum tentu fit to print. News value hanya

berkaitan dengan menarik tidaknya sebuah berita, tetapi fit to print berkaitan

dengan kelayakan informasi yang disiarkan lewat pers (Mursito,1996:29).

Berdasar aspek penting tersebut, berita mengenai Kongres ke-III PDIP di

Bali selain memenuhi news value juga memenuhi unsur fit to print, hal tersebut

karena pemberitaanya banyak diminati masyarakat dan bermanfaat dalam memberi informasi tentang perkembangan partai politik yakni PDIP, serta polemik yang menyertainya, pembelajaran juga dapat diambil dari kongres

tersebut yakni, tentang ideologi partai, yang kemudian menyusun platform,

program dan isu yang ditawarkan yang bertujuan untuk memperoleh dukungan agar suaranya bertambah banyak dan memenangkan pemilu. Proses seperti yang disampaikan diatas, selain mengandung unsur pendidikan politik, juga sekaligus membantu terjadinya komunikasi politik yang bermuara pada proses selanjutnya yaitu partai politik yang kemudian menempatkan para wakilnya dilembaga legislatif dengan tugas utama yaitu mendengarkan, menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat (Rinakit &Swantoro, 2005:615).


(33)

commit to user

Dikarenakan berita dikonsumsi oleh massa maka berita yang ditayangkan haruslah memiliki nilai berita, maka berita mempunyai kriteria atau unsur-unsur nilai berita. Secara umum, kejadian yang dianggap memenuhi nilai berita adalah yang mempunyai satu atau beberapa unsur di bawah ini (LP3Y, 1990 dalam Mursito, 1999:39):

a. Significance(penting),yaitu kejadian yang berkemungkinan mempengaruhi kehidupan orang banyak atau kejadian yang mempunyai akibat terhadap kehidupan pembaca.

b. Magnitude (besar), yaitu kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi orang banyak atau kejadian yang bila dijumlahkan dalam angka dapat menarik bagi pembaca.

c. Timeless (waktu), yaitu kejadian yang dekat bagi pembaca. Kedekatan ini bersifat geografis maupun emosional.

d. Prominence (tenar), yaitu menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca seperti orang, benda atau tempat.

e. Human Interest (manusiawi), yaitu kejadian yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca, kejadian yang menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa, atau orang besar dalam situasi biasa.

Bertolak dari nilai berita yang dikemukakan diatas, berita mengenai kongres III PDIP dipandang memenuhi kelima unsur tersebut, diantaranya adalah

unsur Significance (penting) dan Magnitude (besar) yaitu kongres tersebut

penting dan berpengaruh dalam dunia perpolitikan, baik bagi para elit politik maupun mengandung informasi yang penting bagi massa partai yang bisa


(34)

commit to user

dikatakan menyangkut banyak orang. Lalu unsur Timeless (waktu) juga dapat

dikaitkan, kemudian unsur Prominence (tenar), ialah menyangkut dengan

popularitas baik itu partai, para pengurus partai bahkan ketua umumnya, tidak dapat dipungkiri PDIP dan sosok Megawati adalah bentuk kepopuleran partai dan ketua umumnya. Berdasar pada unsur penting, besar, waktu dan ketenaran

tersebut kiranya unsur yang terakhir Human Interest (manusiawi), akan dapat

terbentuk dengan sendirinya, karena pemberitaan mengenai Kongres tersebut mampu memberi dampak besar bagi khalayak, sesuai dengan kejadian yang menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa maupun orang besar dalam situasi biasa yang tentunya tetap penting untuk diberitakan.

Selain beberapa unsur yang dikemukakan diatas, berita harus mampu menjawab 6 (enam) unsur pertanyaan ; apa, siapa, mengapa, di mana, bilamana, dan bagaimana. Keenam unsur pertanyaan tersebut biasa di sebut: 5 W + 1 H (What, Who, Why, Where, When, dan How).

Pertama, ‘apa yang terjadi’ (what) merupakan pertanyaan yang harus dapat

menjawab hal-hal yang dilakukan oleh pelaku maupun korban dalam suatu peristiwa. Dalam hal ini tindakan tersebut dapat berupa penyebab ataupun dapat berupa akibat dari suatu kejadian. Kedua, ‘siapa yang terlibat dalam kejadian itu’

(who), dimaksudkan untuk memberikan keterangan fakta yang berkaitan dengan

setiap orang yang terlibat dalam suatu peristiwa. Ketiga, mengapa (apa yang

menyebabkan) kejadian itu timbul’ (why), merupakan jawaban dari latar belakang

suatu tindakan ataupun penyebab suatu kejadian yang telah diketahui. Keempat,


(35)

commit to user

peristiwa. Kelima, ‘bilamana kejadiannya’ (when), hal ini bersangkutan dengan

waktu kejadian atau kemungkinan-kemungkinan waktu yang berkaitan dengan

kejadian atau peristiwa tersebut. Keenam, ‘bagaimana kejadiannya’ (how),

merupakan unsur yang memberikan fakta yang yang berkaitan dengan proses kejadian yang diberitakan (Mursito, 1999:57-60).

Berita juga terdiri dari dua bentuk sesuai dengan sifat pemberitaan, seperti

yang terdapat dalam buku “Catatan-catatan jurnalisme dasar” kategori news

terbagi dalam 2 bentuk, antara lain (Ishwara,2005:58-59):

a. Hard News (Berita Lugas) Berita yang padat berisi informasi fakta yang disusun berdasarkan urutan yang paling penting, disebut berita

lugas, hard news. Jadi pada awal berita berisikan sari atau inti dari

kejadian yang ingin disampaikan dengan elaborasi detail kemudian.

b. Soft News (Berita Halus) Daniel R Williamson, merumuskan bahwa

reoportase dalam bentuk berita halus, seperti feature, sebagai

penulisan cerita yang kreatif, subyektif yang dirancang untuk menyampaikan informasi dan hiburan kepada pembaca. Penekanan pada kata-kata kreatif, subyektif, informasi dan hiburan adalah untuk membedakannya dengan berita yang disampaikan secara langsung pada berita lugas.

Berita mengenai politik, termasuk dalam berita lugas maka Hard news

oleh Dennis K. Davis disebut dengan berita obyektif memiliki satu kelemahan yaitu cenderung membosankan, dan yang paling buruk berita tersebut hanyalah berupa daftar fakta-fakta. Untuk mengatasi masalah ini, wartawan akhirnya


(36)

commit to user

mengembangkan strategi untuk mendramatisasinya. Akhirnya diterapkanlah skenario dramatis pada peristiwa yang ambigu atau melebih-lebihkan hal yang mungkin tersirat dalam suatu kejadian. Sebagai contoh yaitu banyak dari pemberitaan tentang pemerintahan nasional yang berfokus pada konflik antara kongres dan presiden. Meskipun bukan distorsi yang jelas dari fakta-fakta untuk memaksakan skenario seperti itu, hal tersebut dapat menimbulkan kesan bahwa pemerintah nasional tak berdaya dengan masalah perselisihan partisan. Wartawan menceritakan kembali peristiwa dengan menyorot elemen konflik, tragedi atau komedi yang secara selektif dapat ditemukan pada fakta yang belum jelas (Davis,1990:169).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberitaan tentang kongres adalah sebuah berita yang berskala nasional namun dapat dipastikan bahwa apabila berita kongres hanya disuguhkan secara seremonial, maka akan menjadi berita yang membosankan karena tidak menarik untuk disimak, wartawan kemudian mencari celah dan analisa yang lebih beraneka ragam dalam melihat fakta yang ada, dalam beberapa berita yang diperoleh dari proses klipping surat kabar baik Kompas, Republika maupun Media Indonesia, wacana konflik yang dikembangkan media pun beraneka ragam, yaitu seperti adanya keputusan dari partai untuk tidak mengundang presiden RI dalam pembukaan kongres III PDIP di Bali, kemudian wartawan mengkaitkannya dengan sikap PDIP yang oposan terhadap pemerintah juga masalah konflik personal Ketua umun PDIP Megawati Soekarno Putri dengan Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono di masa lalu.


(37)

commit to user

Dugaan-dugaan semacam itulah yang disampaikan dan diuraikan agar berita kongres menjadi tidak membosankan dan memiliki daya tarik, Terdapat dramatisasi didalamnya seolah publik disuguhi cerita drama bersambung antara pemerintahan dengan parta politik oposisi seperti PDIP. Setelah dikaitkan dengan pemerintah, hal lain yang tak kalah menarik adalah dihembuskannya dugaan persaingan pencalonan wakil ketua umum PDIP antara kedua anak Megawati Soekarno Putri yaitu Puan Maharani dan Prananda Prabowo, walaupun hal tersebut sudah dibantah oleh Taufik Kiemas, yaitu Suami dari Ketua umum PDIP tersebut, namun wartawan tetap mengkaitkan hal tersebut dengan latar belakang bahwa mereka lahir dari ayah yang berbeda sehingga ada kesan terjadinya persaingan menduduki posisi “putra mahkota” dinasti trah Soekarno di tubuh PDIP.

Dalam berita mengenai Kongres III PDIP di Bali 6-9April 2010 pada ketiga surat kabar nasional yakni Kompas, Republika dan Media Indonesia, periode 29 Maret –10 April 2010 ini bahasa tidak hanya mampu mencerminkan realitas tetapi juga mampu menciptakan realitas. Pilihan kata dan cara penyajian menentukan realitas yang terbentuk dan makna yang ditimbulkannya. Berita mengenai kongres III PDIP di Bali 6-9April 2010 tentu bukan peristiwa yang biasa saja mengingat PDI Perjuangan bukan partai kecil, dan sikapnya yang selalu oposisi terhadap pemerintah menjadi magnet tersendiri untuk diberitakan di media kelas nasional seperti Kompas, Republika dan Media Indonesia.


(38)

commit to user 2.b. Struktur Berita

Gaya penulisan piramida terbalik ialah bentuk yang paling dasar dari penulisan berita lugas, hal tersebut muncul karena adanya keterbatasan ruang. Jika berita terlalu panjang dan tidak sesuai dengan spot yang disediakan dalam satu halaman maka ia harus segera dipotong, biasanya dari bawah keatas. Jadi penting bagi wartawan untuk menulis berita berdasarkan arti pentingnya, agar editor bisa memotong bagian yang paling tidak penting dari bawah. Dalam bentuk piramida terbalik, berita pada bagian atas ditampilkan lebih penting dibandingkan

dengan bagian bawahnya. Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama

oleh media, sedangkan Lead atau paragraf pembuka dari sebuah berita yang

biasanya mengandung unsur kepentingan yang tinggi.

Berita mengikuti urutan tertentu berdasarkan arti pentingnya, yang paling penting terdapat pada awal berita, dan yang kurang penting diletakkan di belakang (Passante, 2008:35). Seperti dapat dilihat pada bagan dibawah ini;

Piramida Terbalik

Berita dimulai dengan teras berita yang sangat bagus Nutgraf (Ringkasan berita dan sedikit konteks)

Hal-hal penting diletakkan disini Hal yang kurang penting

Tak penting sama sekali Bisa untuk dibuang

Sering dibuang Buang


(39)

commit to user

Selain berdasarkan pada tingkat kepentingan informasi, maka gaya penulisan piramida terbalik ini juga terdiri dari unsur yang membentuknya yaitu,

adanya judul, lead, body dan penutup. Berikut visualisasi bagan yang dikutip dari

buku “Penulisan Jurnalistik” (Mursito, 1999: 63).

Model Piramida Terbalik

Sejalan dengan bagan diatas menurut DJa’far H. Assegaff, untuk lebih dapat memahami gaya penulisan berita yang disebut “bentuk piramida terbalik”, penting sekali dikenali anatomi berita, yakni bagian-bagian yang membentuk

sebuah berita. Bagian pertama yang dijumpai ialah judul berita (headline), baris

tanggal (dateline), teras berita (lead atau intro) dan kemudian barulah tubuh

berita. Judul berita (Headline) berfungsi menolong pembaca untuk cepat

mengenal kejadian-kejadian yang diberitakan. Fungsi lainnya adalah dengan teknik grafika yaitu tipe-tipe huruf, judul berita, untuk menonjolkan berita tadi, untuk dapat lebih menarik orang untuk membacanya (Assegaff, 1982:50).

Pada berita lugas, wartawan ingin menyampaikan informasi penting. Maka

lead ditempatkan pada awal berita, yang isinya berupa fokus peristiwa atau

ringkasan apa yang terjadi karena itu disebut pembuka ringkasan (Summary

Lead). Pembukaan ini harus didukung oleh penjelasan yang isinya memperkuat

JUDUL LEAD BODY PENUTUP


(40)

commit to user

informasi dalam pembuka, misalnya pernyatan-pernyataan atau kutipan yang menjelaskan masalah utamanya dan keterangan-keterangan lain yang berhasil digali wartawan (Ishwara, 2007: 117). Sejalan dengan pemahaman yang

dikemukakan diatas, Mursito mengungkapkan bahwasanya kegiatan menulis lead

merupakan pekerjaan yang tersulit. Lead adalah bagian terpenting dan paling

menonjol, serta merupakan inti dari keseluruhan berita. lead menonjolkan

bagian-bagian penting secara ringkas, dan ia bertugas “merayu” pembaca agar membaca berita tersebut. Ia menjadi “etalase”, wajah depan dari sebuah berita.

Kadang-kadang lead memuat keseluruhan unsur 5W+1H yakni apa, siapa, dimana,

bilamana, mengapa, dan bagaimana, jenis lead semacam ini berusaha merangkum

intisari seluruh berita (Mursito, 1999: 63).

Selain gaya penulisan berita piramida terbalik, dilatarbelakangi proses benturan antara media cetak (terutama surat kabar) dan media elektronik yang mengakibatkan surat kabar harus berupaya keras untuk tetap dapat menyajikan berita dengan cara yang menarik. Saat ini karena kalah cepat dengan media

elektronik maka fokus berita di surat kabar telah bergeser dari ‘apa’ (what news)

ke ‘mengapa’ (why news) dan agar menarik, berita kemudian disajikan dengan

gaya penulisan feature. Status feature mengalami transformasi pada tahun

1960-an ketika para editor sadar bahwa feature menawarkan jalan bagi surat kabar

untuk bisa memberikan berita kedalaman dan konteks yang sering tidak dijumpai pada jurnalisme elektronik. Setelah sebelumnya hanya menjadi selingan, lambat

laun feature dalam surat kabar mengalami kematangan yakni ditempatkan


(41)

commit to user

bentuk penulisan berita yang diberi kedalaman, arti, dan perspektif. feature

menganalisis, menginterpretasi, dan menyajikan latar belakang dari suatu isu

penting menjadi prosedur standar dari banyak surat kabar. Struktur feature bersifat

organik, ada permulaan cerita, pertengahan, serta penutup, dan semua bagian erat

saling berhubungan. F eature memiliki standar kontinyuitas yang tinggi dan

merupakan proses organik dimana topik-topik yang berhubungan dipersatukan dan menjadikannya sesuatu yang koheren. Kontinyuitas yang demikian mengharuskan penulis menaruh perhatian seksama pada detail yaitu pada ketrampilan dan transisi yang halus, ritme pada kutipan Tidak ada peralihan mendadak seperti yang banyak ditemui dalam penulisan berita, langsung.

Kemudian perbedaaan antara feature dengan berita piramida terbalik ialah pada

bagian penutup. Berita, dapat dipotong dari bawah keatas sesuai dengan tingkat

kepentingannya, dan feature tidak dapat dipotong (Ishwara, 2007: 137-141).

Bentuk dari feature terdiri dari berbagai macam, salah satunya narasi yang

menurut ahli bahasa Gorys Keraf, narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang telah terjadi dengan menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan yang dirangkai dalam urutan waktu serta berusaha menjawab pertanyaan, memiliki nilai estetika, menekankan susunan secara kronologis (Keraf, 2000:136).


(42)

commit to user

Susunan berita yang benar adalah penting, tetapi masih ada lagi yang tidak

kalah penting dan sering ditemukan dalam penulisan berita yakni; kutipan,

transisi, sumber alternatif, dan ending (penutup).

a. Kutipan adalah cara yang bagus untuk mendukung data atau menambah

warna berita tanpa harus merekayasa yang jelas melanggar etika. Hal tersebut dengan kata lain wartawan mendapatkan opini dari luar yang merupakan sisi lain berita yang mendukung apa yang ditulis wartawan dalam berita, namun tidak boleh mengulang-ulang informasi yang dengan menggunakan kutipan. Kutipan bisa dipakai untuk memberi penegasan dan elaborasi (Passante, 2008:38).

b. Transisi, memudahkan pembaca berpindah dari satu poin ke poin yang

lain, tanpa perubahan mendadak dalam perpindahan informasi atau pemikiran. Setiap kali wartawan membuat poin baru atau menyebutkan fakta baru, hendaknya diawali dengan transisi atau kata penghubung, hindari transisi mendadak yang kasar dan tidak memiliki hubungan dalam informasinya. (Passante, 2008:39).

c. Ending, pada poin tertentu berita harus diakhiri meskipun memang berita harus diakhiri saat tidak ada lagi hal yang perlu untuk ditulis, wartawan yang baik akan mengakhiri tulisannya dengan sebuah poin penting (Passante, 2008:40).


(43)

commit to user 2.c. Kajian Perspektif Berita

Dalam melihat sebuah peristiwa, pandangan setiap orang tentu tidaklah sama, apalagi dengan media yang memiliki latar belakang kepentingan yang berbeda, cara pandang terhadap suatu peristiwa pun pastilah berbeda. Obyek yang dilihat sama namun tetap saja perspektifnya dapat meraneka ragam. Seperti cerita menarik tentang seorang Pendeta, ahli Geologi, dan seorang Koboi, yang tentu memiliki latar belakang yang jauh berbeda dan pada saat yang sama mereka

berdiri di Grand Canyon. Pendeta tersebut berkata “ Suatu Keajaiban dari

Tuhan” , lalu sang ahli Geologi mengatakan; “ Suatu keajaiban dari ilmu pengetahuan” sedangkan sang Koboi berkata; “ Suatu tempat yang cocok untuk menggembalakan sapi” (Ishwara, 2007: 42).

Cerita tersebut menarik untuk dijadikan contoh, mereka berdiri di waktu dan tempat yang sama, namun mereka mengungkapkan kalimat yang berlainan walaupun pada akhirnya dapat disimpulkan hal yang sama yaitu kekaguman mereka terhadap Grand Canyon, bertolak dari analogi yang dikemukakan, hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pemberitaan Kongres III PDIP yang soroti oleh ketiga media yang bebeda latar belakang baik ideologi, dan kebijakan. Hal tersebut tentu saja akan menghasilkan berita yang berbeda, baik dari segi grafis, penggunaan bahasa, diksi (pilihan kata) dalam penyusunan naskah serta pengarahan isu walaupun bersumber pada tema yang seragam. Dari keberagaman latar belakang itulah, maka terciptalah keanekaragaman pesan yang kemudian disampaikan oleh media massa dalam hal ini surat kabar dapat dipersepsikan berbeda-beda oleh pembaca atau dengan kata lain berita yang disajikan oleh


(44)

commit to user

media massa menimbulkan berbagai macam perspektif dan menunjukkan obyektivitas tiap media dalam pemberitaan.

Dalam masalah obyektivitas, pendekatan perspektif berita merupakan kajian yang layak untuk dijadikan pendekatan dalam mengamati berita kongres sebuah partai yang merupakan berita politik. Seperti beberapa perspektif yang

dikemukakan oleh Dennis K. Davis dalam bukunya New Directions In Political

Communications, dalam buku tersebut Davis mengemukakan 5 perspektif berita yang muncul dalam dua dekade terakhir ini. Perspektif berita tersebut adalah sebagai berikut (Davis, 1989: 157-172):

1. The British Cultural Studies Perspective

Perspektif ini dikembangkan di Universitas Birmingham pada 1960 dan 1970-an. Pendekatan dari perspektif ini adalah pada paham Neo-Marxist yang menunjukkan hubungan antar media massa dan politik. Media

dianggap sebagai Consciousnes Industry yang memberikan dukungan pada

politik status quo dengan memberikan perhatian kepada publik dan akhirnya mampu mempengaruhi opini publik.

2. The Social Construction Of Reality Perspective

Perspektif yang memiliki pengaruh penting yang kedua dalam penelitian berita secara modern. Teori ini menunjukkan adanya makna ambigu pada pemberitaan yang pada akhirnya mempengaruhi opini publik. Dalam perspektif ini terdapat dua teori terkemuka dalam pendekatan konstruksi

realitas yaitu agenda setting theory dan spiral of silence. Teori agenda


(45)

isu-commit to user

isu tertentu berpengaruh secara langsung terhadap pemberian prioritas oleh khalayak mengenai isu-isu yang berkembang. Dengan kata lain, agenda media berpengaruh terhadap agenda khalayak (McCombs dan Shaw (1972, 1977). Pendekatan ini merupakan revitalisasi dari pandangan Mazhab Chicago yang banyak menggunakan konsep-konsep dari tokoh-tokoh seperti Mead dan Blumer. Pengembang teori konstruksi realitas sosial seperti Berger dan Luckman, memberikan kontribusi mengenai konsep pengkonversian dan pelembagaan nilai. Goffman merintis

penggunaan istilah framing yang kemudian menjadi titik awal

berkembangnya tehnik analisis framing.

3. Research On News Organizations

Disini dikemukakan teori bahwa semua berita adalah komoditas komersial yang dikemas untuk dipasarkan kepada kemungkinan terluas khalayak. Berita sudah dikembangkan seperti produk komoditas media dan disusun sesuai dengan standarisasi yang spesifik, diproduksi oleh pekerja praktek secara rutin dan dipasarkan sesuai target khalayak.

4. Narrative Theories Of News

Teori narasi berita yang berpandangan tentang pembelajaran struktur berita yang standar. Hal ini diperlukan untuk menjamin obyektivitas berita yang disajikan. Teori ini menyimpulkan bahwa ada kerangka kerja untuk membuat laporan dari sebuah kejadian yang mungkin akan menjadi bias dan memiliki efek yang tidak sengaja pada pemahaman berita politik.


(46)

commit to user

5. Agenda Building: Narrative and Preceived Reality

Pespektif Agenda Building menggabungkan dua paham teori narasi dan

konstruksi realitas sosial. Pendekatan ini disebut dengan Agenda Building yang menggabungkan struktur narasi berita untuk mengubah opini publik. Dari kelima perspektif tersebut, penelitian ini menggunakan perspektif

Narrative Theories of News yang merupakan pendekatan teoritik narasi berita yang mencermati struktur berita yang standar yang diperlukan untuk untuk menjamin obyektivitas berita yang disajikan. Teori tersebut mengatakan bahwa laporan dari sebuah peristiwa mungkin dapat menimbulkan makna dengan kecenderungan tertentu, sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak sengaja berlainan pada pemahaman berita politik yang disajikan oleh media massa.

Perspektif narasi dalam studi tentang berita belum banyak dipergunakan dalam penelitian kendati memang sudah ada beberapa misalnya penelitian oleh

Wahyuriyanti (2006), berjudul: “ Studi tentang Penulisan Berita Terorisme

Harian Kompas” penelitian ini mencermati pemberitaan mengenai terorisme di Kompas selama periode 1-30 November 2005, dengan menitikberatkan pada

aspek-aspek judul, lead dan struktur penulisan berita. Penelitian ini sampai pada

kesimpulannya bahwa koran Kompas dalam menyajikan berita terorisme masih sesuai dengan prinsip perspektif teori narasi. Selain itu juga penelitian oleh Prof.

Pawito Ph.D (2010) yang berjudul “ Pemilihan Umum, Media Massa,

Pembangunan Demokrasi: Studi tentang Indonesia Periode Pemilihan Umum Legislatif 2009”, yang mencermati pemberitaan kampanye Pemilihan Umum di Indonesia, di beberapa media cetak nasional seperti Kompas & Jawapos.


(47)

commit to user

Penelitian tersebut sampai pada kesimpulan yaitu media massa di Indonesia selama periode kampanye pemilihan umum legislatif 2009, ditemukan bias yang bersifat struktural atau bias karena keterbatasan ruang media, namun sampai pada tingkat tertentu menunjukkan upaya masih berpegang teguh pada prinsip tersebut. Berpijak pada penelitian yang dikemukakan diatas, maka peneliti ingin mengembangkan kajian teori narasi dalam pemberitaan politik namun diterapkan pada tiga surat kabar Nasional yaitu Kompas, Republika, dan Media Indonesia.

3. Teori Narasi Berita (Narrative Theories of News)

Dalam praktek jurnalistik seringkali terjadi hal yang mengecewakan jika

dilihat dari kepentingan publik, yaitu terjadinya bias reportase. Bias itu sendiri terwujud dalam dua jenis yaitu bias struktural dan bias politik, bias struktural merupakan bias pemberitaan terkait dengan kecenderungan yang disebabkan oleh

keterbatasan media (media contraint) atau karena pertimbangan jurnalistik

tertentu bahwa persoalan tertentu diyakini lebih diminati khalayak ketimbang peristiwa lainnya sehingga laporan-laporan pemberitaan lebih banyak tertuju pada peristiwa atau persoalan yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan bias politik ialah bias keberpihakan dalam pada itu lebih menunjuk karakter keberpihakan media terhadap ideologi, kelompok, partai politik, dan kepentingan-kepentingan serta gagasan-gagasan politik tertentu (Pawito, 2009:125).

Sejalan dengan itu Christoper Passante mengatakan, bias merupakan kecenderungan berita berdasarkan opini seseorang, keyakinan atau perasaan seseorang. Koran yang baik tidak boleh bersikap bias, bahkan sesuatu yang


(48)

commit to user

menimbulkan emosi harus ditangani dengan hati-hati (Passante 2008:28). Bias dapat terjadi karena berbagai faktor termasuk adanya keterbatasan ruang, waktu, keterbatasan sumber daya terutama reporter dan editor, serta kemungkinan keberpihakan media melalui orang-orang media yang bersangkutan dan telah membuka peluang bagi wartawan maupun media itu sendiri untuk di kritisi.

Seperti yang diungkapkan (Paul Johnson dalam Pawito 3009:131), Mengatakan bahwa ada 7 kesalahan yang olehnya disebut sebagai 7 dosa yang

fatal (seven deadly sins) yang sering dilakukan oleh media, yakni sebagai berikut:

a. Melakukan Distorsi. Media massa sengaja atau tidak telah banyak melakukan distorsi terhadap realitas, dan kebenaran seringkali terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang menyebabkan distorsi terjadi.

b. Memberikan kesan keliru. Media seringkali terhanyut dalam memberikan kesan keliru kepada khalayak dalam pemberitaan yang

mengarah kepada penciptaan dan pengukuhan stereotype. Media

selayaknya bekerja seperti kaca bening dimana khalayak dapat melihat kebenaran.

c. Mencuri Privasi. Ikut mencampuri urusan pribadi merupakan kesalahan paling buruk yang dilakukan oleh media massa pada saat ini dan tampaknya masih akan terus berkembang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki privasi. Tapi media kadang mengabaikan hal itu seperti adanya tindakan merekam pembicaraan telepon, memotret diam-diam hal-hal pribadi, menyebutkan identitas pribadi secara


(49)

commit to user

terang-terangan untuk suatu pemberitaan yang sensitif atau sangat pribadi dan tidak menggunakan prinsip impersonasi.

d. Pembunuhan Karakter. Media massa melalui pemberitaan, karikatur

maupun talkshow sering digunakan untuk menghancurkan karir dan

citra seseorang atau mungkin kelompok.

e. Eksploitasi seks. Demi meningkatkan tiras atau rating, media massa seringkali memberikan kesan kuat mengeksploitasi seks. Untuk Kepentingan ini, media mengemas erotisme dan seksualitas kedalam paket pesan gosip para selebritis, “seni”, dan mode.

f. Meracuni pikiran anak-anak. Media seringkali menyuguhkan acara yang tidak mendidik. Hal ini dapat dicermati melalui berbagai tayangan yang kental bernuansa konflik dan kekerasan.

g. Penyalahgunaan Kekuasaan. Editor seringkali berfikir bahwa mereka memiliki kewenangan untuk melakukan “eksekusi” terhadap kasus-kasus yang berkembang melalui pemberitaan terhadap kasus-kasus-kasus-kasus bersangkutan yang kemudian dapat membawa dampak pada bekerjanya sistem pemerintahan dan sistem politik seperti tindakan wartawan yang kurang profesional seperti menyalahgunakan kekuasaan dengan meminta imbalan (uang amplop) atas reportase yang mereka lakukan.

Seperti yang kita ketahui bahwasanya dewasa ini, laju pemberitaan media terkadang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Banyak sekali terjadi pelanggaran hak terhadap subyek yang diberitakan, terutama dalam hal pelanggaran privasi


(50)

commit to user

dan mendiskreditkan pihak tertentu tanpa adanya keputusan yang legal seperti pengadilan hukum dan sebagainya. Media terkadang menghakimi atau menaikkan pamor pihak lainnya dengan unsur persuasifnya. Hal demikian seringkali menimbulkan ketidakpuasan bagi kalangan tertentu dalam masyarakat yang menjadi subyek pemberitaan, terutama ketika karakter pemberitaan cenderung tidak memenuhi standar professional pemberitaan yang meliputi tiga hal pokok yaitu (Pawito, 2009:130):

a) Kejujuran, yaitu tidak membohongi publik, dalam praktek jurnalistik

hal tersebut dapat diupayakan dengan mengutamakan objektivitas pemberitaan, yaitu tidak ada manipulasi dan tidak ada pencampur adukan antara fakta dan opini.

b) Keakuratan, yaitu menunjuk pada sifat benar dan memadai, mulai dari

data yang disajikan, penulisan (angka dan ejaan), sajian kutipan pemberitaan baik itu langsung maupun tidak langsung.

c) Keseimbangan, memiliki arti tidak ada tendensi berpihak, yang karena

itu berita diharapkan ditulis secara adil, misalnya cenderung memberikan ruang atau waktu bagi pihak yang saling berbeda kepentingan atau berselisih paham.

Pendekatan teori narasi berita ini sengaja dipilih karena teori ini

berpandangan bahwa sosialisasi praktek-praktek jurnalisme melibatkan

pembelajaran mengenai struktur berita yang standar yang dapat diterapkan sebagai perangkat informasi yang faktual. Hal ini diperlukan untuk menjaga obyektivitas pemberitaan sekaligus melakukan seruan kepada khalayak yang beranekaragam


(51)

commit to user

guna menghindari pemberitaan yang bersifat memojokan dan menyerang. Dengan kata lain perspektif narasi berita memberikan kontribusi bagi pemberitaan dan lebih menekankan pada struktur-struktur berita yang profesional dan etis sehingga dapat mendorong media untuk pemberitaan yang lebih obyektif dan

berdasarkan fakta. Berbagai persoalan termasuk struktur pemberitaan hard news

seperti misalnya dalam hal etika pemberitaan, dramatisasi berita, personalisasi berita, obyektivitas berita menjadi sub bagian dalam perpektif teori narasi ini (Davis, 1989: 167). Masih mengenai narasi, Bennet & Edelman 1985 mengungkapkan bahwa teori narasi merupakan proses sosialisasi dalam praktik jurnalistik yang melibatkan pembelajaran pada muatan yang standar dalam struktur sebuah cerita yang dapat digunakan untuk mengatur tentang informasi yang faktual (Davis, 1990:167). Pada intinya, hal yang terpenting ialah peran media sebagai pihak yang bertugas memberikan informasi yang akurat dan berimbang sehingga khalayak dapat mengambil keputusan berdasar pada kesimpulan yang mereka ambil setelah membaca berita yang obyektif.


(52)

commit to user F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini tergolong penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan

penjelasan-penjelasan (explanation), mengkontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan

prediksi-prediksi, atau untuk menguji teori apapun; tetapi lebih dimaksudkan

untuk mengemukakan gambaran, pemahaman (understanding) mengenai

bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2008: 35).

Dengan kata lain pijakan analisis dan penarikan kesimpulan dalam penelitian komunikasi kualitatif menurut Pawito adalah kategori-kategori substansif dari makna-makna, atau lebih tepatnya adalah interpretasi-interpretasi terhadap gejala-gejala yang diteliti yang pada umumnya memang tidak dapat

diukur pada bilangan, dari sisi ini maka dapat dikatakan bersifat (interpretative)

dan setidaknya sampai pada tingkat tertentu dapat bersifat subyektif (Pawito, 2008:38). Kemudian analisis data dalam penelitian kualitatif dikembangkan

dengan maksud hendak memberikan makna (making sense of) terhadap data,

menafsirkan (Interpreting), atau mentransformasikan (Transforming) data ke

dalam bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansa proposisi ilmiah yang akhirnya sampai pada kesimpulan final (Pawito, 2007: 101).

Dalam penelitian kualitatif kesimpulan yang dihasilkan pada umumnya tidak dimaksudkan sebagai generalisasi, tetapi sebagai gambaran interpretif tentang realitas atau gejala yang diteliti secara holistik atau menyeluruh dalam


(53)

commit to user

dalam seting tertentu. Terkandung arti bahwa temuan apapun yang dihasilkan pada dasarnya bersifat terbatas pada kasus yang diamati. Oleh karena itu prinsip berpikir induktif lebih menonjol dalam penarikan kesimpulan (Pawito, 2007:102).

2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian merupakan seluruh data yang diperoleh sebagai data penelitian. Obyek dalam penelitian ini yaitu seluruh berita tentang Kongres III PDIP di Bali yang diselenggarakan pada tanggal 6-9 April 2010 di tiga surat kabar nasional yaitu Kompas, Republika dan Media Indonesia. Rentang waktu yang digunakan adalah pada tanggal 29 Maret s/d 10 April 2010, sesuai dengan dimuatnya pemberitaan tentang kongres tersebut di ketiga surat kabar.

3. Metode Penelitian

Studi dokumen yang sering disebut sebagai analisis dokumen (Document

Analysis) yang dipahami sebagai upaya sistematis untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber tertentu yang dapat dinilai sebagai dokumen baik dalam bentuk cetakan (suratkabar, majalah, surat-surat, atau arsip dan buku-buku) maupun hasil rekaman suara dan gambar seperti film dan siaran televisi atau radio serta dokumen-dokumen lain seperti peraturan perundangan dan catatan-catatan atau memoir yang kemudian data tersebut dianalisis untuk dapat dibuatkan interpretasi serta kesimpulan-kesimpulan terhadapnya. (Bowen 2009:1 dalam Pawito 2010: 3) mengatakan mengenai studi dokumen sebagai berikut:


(1)

commit to user BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Bertolak dari perspektif teori narasi terutama pada etika profesional pemberitaan yang telah dikemukakan pada telaah pustaka, dapat ditarik kesimpulan bahwa media cetak di Indonesia khususnya Kompas, Republika, dan Media Indonesia dalam pemberitaan Kongres III PDIP ditemukan bias yang merupakan bias yang bersifat struktural yakni bias yang terjadi karena adanya

berbagai keterbatasan media secara obyektif (media constraint) seperti peristiwa

tertentu yang lebih diyakini diminati masyarakat daripada peristiwa lain sehingga laporan pemberitaan lebih banyak tertuju pada peristiwa tersebut. Tidak selalu dapat benar-benar adil dan berimbang terutama dilihat dari porsi ruang dan waktu pemberitaan. Kiranya dapat dipahami, jelas tidak mungkin berita disajikan dengan keadaan atau proporsi yang sama persis.

Selain bias struktural, juga dijumpai bias yang bersifat politis dalam pemberitaan dalam artian bias keberpihakan media terhadap ideologi, kelompok, partai politik, dan kepentingan-kepentingan serta gagasan-gagasan politik tertentu. Hal tersebut dapat terlihat seperti dalam perbedaan cara penyajian kutipan, yang pada dasarnya sama. Contoh pernyataan Tjahjo Kumolo dalam sajian berita berjudul “Yudhoyono Tak Diundang Dalam Pembukaan Kongres” pada Kompas edisi Selasa, 30 Maret 2011 dan berita “Basis PDIP Dukung Oposisi” di Media Indonesia edisi Minggu, 4 April 2011 yang keduanya sama-sama membahas


(2)

commit to user

perihal tidak diundangnya SBY oleh panitia kongres, dalam berita tersebut Kompas menyajikan kutipan pernyataan Tjahjo Kumolo:

“Jangan ganggu pemerintah. Pak SBY kan tokoh nasional. Masih banyak pekerjaan rumah untuk presiden, misalnya soal pangan, ekonomi, Century, Markus (Makelar Kasus), Kata Tjahjo”

Pada edisi lain, Media Indonesia menyajikan berita mengenai tidak diundangnya SBY dengan mencantumkan kutipan langsung Tjahjo Kumolo:

“Mengurusi dulu Negara. Itu lebih penting daripada harus datang ke suatu Kongres Partai”

Dari contoh tersebut kiranya dapat diketahui pengarahan tiap media tersebut pada sebuah peristiwa, bahkan pada penggunaan kutipan dari narasumber yang sama sekalipun dapat dipotong dan dipilih, sedemikian rupa sehingga akhirnya memberikan pemahaman dan penekanan yang berbeda.

Berikut ini elaborasi yang merupakan hasil analisis yang telah diinterpetasikan pada Bab sebelumnya; Kompas, judul cenderung merupakan ungkapan, dan merupakan judul yang kritis, juga ruangan yang sedemikian besar

diberikan, layout, maka tampak kesan memang Kompas memberikan perhatian

besar terhadap pemberitaan Kongres III PDIP ini sebagai peristiwa yang disoroti

media dan diminati khalayak. Kompas menyajikan lead yang cukup panjang

namun padat, sebagian besar disajikan dengan summary lead yaitu menyampaikan

ringkasan berita. Kompas juga memiliki banyak alternatif narasumber, tulisan yang panjang, ruang yang besar, menunjukkan perhatian yang besar pada peristiwa ini, selain juga berita disajikan dengan kritis namun tetap diletakkan dalam porsi yang berimbang. Berita Kongres III PDIP masih dalam ranah


(3)

commit to user

perspektif teori narasi berita, dimana berita yang disajikan oleh Kompas meskipun menonjolkan kesan bombastis dan penting namun masih bersifat wajar, natural dan berisi tentang fakta peristiwa itu sendiri, disertai dengan pendapat dari berbagai pihak ygpro dan kontra, sehingga membuat berita dapat dilihat dari berbagai sisi, tidak terkesan memojokkan maupun mendukung pihak tertentu.

Pada Republika judul ditulis secara singkat, lugas, dan cenderung pada

kesan natural atau apa adanya. Dari segi tampilan tidak mencolok atau tidak

memberikan kesan penting terkait peristiwa Kongres jika dilihat dari proporsi

ruang yang diberikan, Dari pengamatan terhadap aspek judul, lead, struktur, dan

substansi berita kongres, maka pemberitaan mengenai Kongres III PDIP tidak

begitu mendapat perhatian yang besar dari Republika, dilihat dari ruang (space)

untuk berita kongres juga tidak sebesar ruang yang disediakan oleh Kompas dan Media Indonesia dalam menyoroti hal ini. Selain penempatan halaman juga tidak pada halaman utama, berita yang ditemukan juga relatif sedikit jumlahnya bila dibandingkan dari koran lain. Namun hal tersebut tidak lantas membuat Republika terkesan mengarahkan berita kearah negatif, karena setelah diamati pada kontennya, berita-berita yang dianalisa bersifat netral, kritis dan berisi tentang fakta peristiwa itu sendiri, disertai dengan opini dari berbagai pihak yg tidak senada, sehingga membuat berita itu berimbang, tidak terkesan memojokkan maupun mendukung pihak tertentu.

Berkaitan dengan berita yang disajikan oleh Media Indonesia judul disajikan lebih panjang namun memberi kesan ringan yang menimbulkan


(4)

commit to user

pertanyaan pembaca. Berita-berita yang disajikan dengan menunjukkan penekanan kepentingan sebuah judul berita. Perspektif yang digunakan dalam

mengamati pemberitaan Media Indonesia adalah perspektif Narrative Theories Of

News, namun ditemukan juga perspektif lain yaitu “The Social Contruction Of

Reality Perspective” pada berita yang berjudul “Jalan Ideologi Megawati Keras & Penuh Godaan” & “Bangsa ini sudah mulai Pragmatis ”yang mengisahkan tentang Megawati, dari kedua berita tersebut penulis menemukan adanya dramatisasi dan personalisasi, berita tersebut mengupas mendalam mengenai kesedihan Megawati, sehingga menimbulkan kesan persuasif kepada pembaca.

Ditemukan juga perspektif lain yaitu “Research On News Organizations“

yang mengemukakan bahwa semua berita adalah komoditas komersial yang dikemas untuk dipasarkan kepada kemungkinan terluas khalayak. Berita sudah dikembangkan seperti produk komoditas media dan disusun sesuai dengan standarisasi yang spesifik. Berita “BERJUANG DEMI KESEJAHTERAAN RAKYAT” merupakan naskah pidato yang dibacakan oleh Megawati pada pembukaan Kongres III di Bali tersebut menunjukkan kepentingan berita karena berita tersebut merupakan ruang yang dipesan oleh pihak partai untuk menyiarkan manuver politik.


(5)

commit to user

B. Saran

Sebagai kajian yang baru dalam Ilmu Komunikasi, metode dan hasil penelitian ini selayaknya memberi sumbangsih saran terhadap beberapa pihak yang berkaitan dengan kajian dalam penelitian ini:

a) Bagi peneliti lainnya penelitian ini merupakan interpretasi peneliti

terhadap produksi teks media dalam hal ini surat kabar, setiap orang pasti memiliki pandangan yang relatif berbeda maka dari itu hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan, ataupun bahan penelitian yang sejenis lainnya untuk dapat melihat kecenderungan atau sikap yang disimpulkan peneliti terhadap permasalahan ini.

b) Bagi pembaca media untuk lebih teliti dan jeli dalam melihat setiap hasil

produksi berita dari media, atas berbagai bentuk propaganda stategi yang dikembangkan media massa dalam bentuk berita maupun grafis. Para pembaca media diharapkan tidak sekedar membaca tapi memahami lebih mendalam setiap kalimat yang disajikan sehingga dapat mengetahui gagasan apa yang coba ditawarkan oleh media tersebut.

c) Bagi Media, kendatipun subyektifitas media tidak terelakkan terdapat pada

berita yang diproduksinya, namun media massa memang selayaknya harus tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik yang telah disepakati. Hal ini untuk menghindari berita yang bersifat mendiskreditkan, persuasif pada pihak tertentu yang akhirnya berdampak terhadap pendapat umum, dalam hal ini terkait berita politik Kongres III Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.


(6)

commit to user

d) Bagi kalangan akademis penelitian dengan menggunakan studi berita yang

merupakan Kajian perspektif tentang berita ini masih jarang dilakukan dan tergolong baru, penelitian menggunakan metode ini juga jarang dipergunakan oleh mahasiswa oleh karena itu maka ada baiknya agar studi berita ini lebih banyak dikaji, dan disempurnakan dengan menutup kekurangan-kekurangan pada penelitian ini sehingga memperkaya khasanah studi perspektif narasi berita ini.


Dokumen yang terkait

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)

15 131 91

KONSTRUKSI PEMBERITAAN "NEGARA ISLAM INDONESIA" DI SURAT KABAR (Analisis Framing di Surat Kabar Kompas dan Republika Edisi 1-5 Mei 2011)

0 19 41

Pro kontra undang-undang pornografi di media cetak : analisis framing terhadap pemberitaan media Indonesia dan republika

0 6 101

PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN HARIAN KOMPAS (Analisis Isi Kuantitatif Objektivitas Pemberitaan Kongres Luar Biasa Partai Demok

0 8 14

KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat

0 2 13

KREDIBILITAS MEDIA DALAM PEMBERITAAN MENGENAI MUKTAMAR MUHAMMADIYAH 2010 KREDIBILITAS MEDIA DALAM PEMBERITAAN MENGENAI MUKTAMAR MUHAMMADIYAH 2010 (STUDI ANALISIS ISI KREDIBILITAS MEDIA DALAM PEMBERITAAN MENGENAI MUKTAMAR MUHAMMADIYAH 2010 DALAM SURAT KAB

0 3 16

Pemberitaan Tragedi Mina di Harian Republika dan Media Indonesia.

0 0 7

Objektivitas Pemberitaan Polemik Antara PDIP dan Gerindra Di Kompas.com dan Okezone.com (Analisis Objektivitas Pemberitaan Polemik Antara PDIP dan Gerindra Di Media Online Kompas.com dan Okezone.com Maret 2014).

0 5 107

KONSTRUKSI PEMBERITAAN MEDIA TENTANG NEGARA ISLAM INDONESIA (ANALISIS FRAMING REPUBLIKA DAN KOMPAS)

0 0 17

KONSTRUKSI REALITAS PEMBERITAAN KONFLIK PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA

0 0 27