commit to user
IV - 5
Gambar 4.2
Siklus Banjir pada Lahan Banjir dan Konsep Keterpenuhan Aktivitas Sumber: Dokumentasi pribadi
Dari hasil analisa berbagai pendekatan di atas, output peresponan terhadap banjir
sebagai upaya pemecahan permasalahan banjir untuk permukiman bantaran sungai di Sangkrah adalah sebagai berikut.
- Akibat genangan air banjir yang memakan ruang fungsional pada lahan permukiman
bantaran sungai di Sangkrah ini, maka terjadi perubahan pola kegiatan bermukim akibat adanya eliminasi ruang tempat melakukan sebagian kegiatan bermukim.
Sehubungan adanya eliminasi ruang oleh banjir, perlu adanya rekayasa untuk mempertahankan fungsiaktivitas yang penting sebagai wujud keberhasilan lahan
sebagai tempat bermukim. -
Kegiatan merumah pada unit-unit hunian dan aktivitas yang terwadah pada wujud bangunan masih bisa berlangsung pada wadahnya masing-masing pada saat banjir
dengan rekayasa flood proofing, kemudian aktivitas-aktivitas yang sifatnya fleksibel cenderung tidak memerlukan pewadahan khusus tetap akan berlangsung sebagai
pelengkappenunjang. -
Adanya adanya jalur sirkulasi temporer pada saat banjir. -
Desain penataan juga berprinsip mengurangi efek gangguan yang menimbulkan persoalan turunan banjir untuk mempermudah upaya manusia mengatasi persoalan
turunan banjir yang dapat berupa kerusakan, kekotoran dan genangan. Penjelasan lebih lanjut mengenai peresponan terhadap banjir pada perencanaan
penataan dapat disampaikan berikut ini.
1. Penentuan Flood Proofing
Pertimbangannya, sesuai penyampaian Kiran Curtis, alternatif flood proofing dapat menggunakan salah satu dari metode berikut.
- Rekayasa elevasi bangunan.
- Floating atau amphibious.
- Dry flood proof.
commit to user
IV - 6
Gambar 4.3
Amphibious atau Floating dan Dry Flood Proofing Sumber: Dokumentasi pribadi
- Wet flood proof.
Analisanya, pada dasarnya semua metode flood proofing dapat diterapkan terhadap kondisi banjir apapun tergantung aplikasinya. Pertimbangan lebih
mengarah kepada aspek manusia sebagai pelaksana teknis dan operasional, juga nantinya sebagai “pemilik” dari flood proofing tersebut.
Metode floating dan dry flood proofing cenderung negatif dengan pertimbangan ini. Keduanya menggunakan sistem struktur yang khusus dengan
perawatan yang khusus pula dan cenderung tidak familiar. Kekuatan struktur menjadi hal yang riskan, ketika kemudian bangunan tidak dapat mengapung atau
tidak dapat menahan air sehingga air masuk ke dalam rumah, dan hal tersebut hanya dapat diketahui pada saat banjir terjadi.
Sementara, metode rekayasa elevasi bangunan dan juga wet flood proofing lebih menjadi pilihan pada perencanaan ini. Pertimbangannya, yaitu bahwa metode ini
cukup sederhana dan praktis dengan menempatkan ruang fungsional lebih tinggi dari design flood level. Contoh yang ada telah banyak, mulai dari yang tradisional
hingga yang lebih mengkini. Dengan menggunakan bentukan panggung sederhana atau bangunan dengan lantai atas sebagai tempat beraktivitas saat banjir, antisipasi
terhadap masalah banjir telah dapat tercapai.
2. Analisa Rekayasa Elevasi Bangunan dan Dry Flood Proofing
Flood proofing lebih banyak dibahas pada penerapannya untuk bangunan rumah berdasarkan yang telah disampaikan.
4
Pada dasarnya, kedua metode ini adalah sama yaitu menempatkan bagian fungsional di atas elevasi banjir rencana. Bedanya yaitu
bagaimana “status” ruang di bawah elevasi banjir rencana tersebut. Pada rekayasa elevasi bangunan, bagian bawah bangunan tidak memiliki peran
fungsional, hanya diisi struktur pendukung bangunan seperti kolom-kolom atau pengurugan. Pada wet flood proofing, cenderung berangkat dari bangunan berlantai
jamak, di mana kemudian lantai dasar ditoleransikan juga untuk ruang air saat banjir.
4
Pada pembahasan analisa mengenai peresponan banjir bagian “Kedua”.
commit to user
IV - 7
1 12
12 12
12
1 1
Gambar 4.4
Wet Flood Proofing dan Rekayasa Elevasi Bangunan Sumber: Dokumentasi pribadi
Pada perencanaan rumah yang flood proof sebagai bagian dari penataan permukiman bantaran sungai di Sangkrah ini, perlu juga mempertimbangkan aspek
masyarakat sebagai penghuni rumah. Secara garis besar, dengan berbagai kriteria dan keterbatasan, rumah-rumah dengan flood proofing yang muncul adalah model-
model tipikal di mana kebutuhan ruang masyarakat yang “dianggap” tipikal dengan fungsi-fungsi ruang yang fleksibel.
Proses pendekatannya adalah dengan analogi berikut. -
Dengan berpegang pada suatu model tipikal rumah, ketika diproyeksikan menjadi rumah dengan wet flood proofing seperti membagi dua besaran ruang
yang ada, lalu menyusunnya atas dan bawah. Dengan peruangan yang sama, rumah dibuat menjadi dua lantai begitu saja. Hal tersebut berarti praktis
setengah bagian fungsional rumah harus berbagi dengan banjir.
- Sementara, menerapkan rekayasa elevasi bangunan pada tipikal rumah
membuat rumah menjadi lebih tinggi posisinya dengan pengurugan atau panggung. Kemudian, dengan memandang bahwa banjir pada lahan bantaran
sungai di Sangkrah sifatnya hanya sementara, selebihnya peninggian seperti ini tidak efisien. Inilah kekurangan dari penerapan rekayasa elevasi bangunan
secara murni terlepas bahwa ini merupakan cara yang praktis.
- Untuk model rumah berpanggung, dengan memanfaatkan kolong panggung
lebih lanjut untuk aktivitas-aktivitas merumah yang lain sebenarnya kembali lagi kepada analogi yang mirip dengan wet flood proofing di mana nantinya fungsi
yang berada di bawah memiliki konsekuensi termakan oleh air banjir. Justru dengan pemanfaatan kolong rumah panggung tipikal tersebut, besaran rumah
yang muncul menjadi dua kali lipat dari tipikal awal.
commit to user
IV - 8
1 1
1
2
- Kembali lagi kepada ide mengenai rumah panggung. Seperti pada
perkembangan rumah panggung tradisional yang ada, kolong panggung dapat dipakai sebagai kandang, penyimpanan tempat kerja, dan sebagainya. Hal
tersebut mendasari, ketika nantinya terbangun rumah panggung, maka asumsinya dengan sendirinya masyarakat akan memanfaatkan kolong panggung,
karena memang ruang di bawah panggung dengan tinggi di atas elevasi banjir rencana pada site yaitu setinggi 2 meter merupakan wujud ruang yang dapat
dimanfaatkan. Hal tersebut juga ditunjang kondisi kehidupan masyarakat yang “horizontal” di mana kehidupan merumahnya berhubungan secara langsung
dengan jalantanah sebagaimana rumah yang sudah ada. Misalnya untuk menyimpan gerobak, kendaraan bermotor, kandang, berjualan, interaksi sosial
atau outdoor, dan sebagainya.
Penjelasan tersebut menjadi refleksi bahwa masyarakat mampu untuk memiliki rumah dua lantai meskipun dengan eksekusi yang sederhana misalnya dengan
penutup lantai seadanya, tanpa dinding penutup, atau hanya menggunakan material yang dapat diupayakan sendiri oleh masyarakat seperti gedhek yang
terjangkau kondisi ekonomi masyarakat. -
Dari tipikal rumah yang ada, ruang-ruang yang sifatnya mudah dalam evakuasi dapat ditempatkan di lantai dasar, ruangan selebihnya tetap ditempatkan di atas
lantai yang lebih aman. Kemudian besar ruang yang fleksibel tersebut besarnya menyesuaikan dengan lantai di atasnya yang berfungsi seperti penaung bagi
ruangan lantai dasar. Ruangan lantai bawah yang ukurannhya menjadi lebih besar berperan sebagai ruang serbaguna yang fleksibel penggunaannya sesuai
kebutuhan penghuninya. Besaran ruang total menjadi sedikit lebih besar dari besaran ruang tipikal awal.
Gambar 4.5
Penggunaan Kolong Panggung Awaso pada Rumah Tradisional Bugis di Kamal Muara Sumber: Dokumen Raziq Hasan dan Hendro Prabowo
commit to user
IV - 9
Gambar 4.6
Konsep Rumah dengan Flood Proofing Sumber: Dokumentasi Pribadi
Bagian inti rumah, penting, sifatnya privat, sebagai penyimpanan asset pribadi dan keamanan, terdapat pembagian ruang.
Ruang toleransi air banjir, fungsi fleksibel, peruangan tidak membutuhkan syarat perabot, evakuasi mudah,
penutupan sederhana dan murah.
- Sebenarnya seperti kembali kepada esensi rekayasa elevasi bangunan di mana
kolong panggung kemudian dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tambahan. Pada perencanaan rumah flood proof di sini, fungsi yang diletakkan pada kolong
panggung bukan merupakan fungsi tambahan, melainkan fungsi rumah yang sifat kegiatannya fleksibel, dengan tidak mengesampingkan bahwa kolong
panggung sebenarnya adalah bagian di luar rumah yang memiliki naungan, sehingga untuk menyiasati mahalnya hunian karena harus berdua lantai
penutupan lantai dasar berkonsep seperti halnya kolong panggung yang berpenutup seadanya seperti dengan penggunaan gedhek dan juga penutupan
lantai yang sederhana berupa rabat atau plester yang tentu saja tetap memenuhi syarat kebutuhan ruang yang sifatnya fleksibel tersebut.
Melalui proses pendekatan di atas, dapat diperoleh konsep hunian tipikal dengan flood proofing berikut ini.
Dengan skema di atas, poin-poin penting sebagai output pada konsep rumah dengan flood proofing yang direncanakan antara lain:
- Ketika banjir, fungsi pada lantai dasar dilimpahkan pada lantai atas dengan
evakuasi. Untuk menunjang kemudahan evakuasi properti seperti lemari, motor, meja kursi, dibutuhkan bentukan ramp yang aksesibel.
- Pada lantai bawah, penggunaan material penutup yang murah cenderung
memiliki ketahanan yang lemah terhadap arus air banjir, seperti di sini penggunaan gedhek. Untuk menghindari kerusakan material tersebut, penutup
perlu dihindarkan dari luapan air. Dengan penggunaan partisi gedhek yang sifatnya knock-down sehingga penutup dapat dilepaskan dari strukturnya. Untuk
mempermudah penyimpanannya, sistem knock-down yang terwujud berupa pelipatan ke atas sehingga terhindar dari luapan air.
commit to user
IV - 10
Gambar 4.7
Mekanisme Pelipatan pada Partisi Gedhek Sumber: Dokumentasi Pribadi
- Struktur yang digunakan untuk menunjang bangunan yaitu menggunakan
system rangka kolom dan balok beton dengan menggunakan pondasi sumuran untuk menahan beban bangunan dua lantai.
3. Analisa Sirkulasi Temporer Saat Banjir